Chapter 2

389 28 7
                                    


"Seharusnya aku tidak menyatakannya," Tsuki muda berbisik pada dirinya sendiri. Air matanya mengalir deras. "Oh, rasanya sangat menyakitkan."

Tsuki menyeka air matanya dengan kedua tangannya dan menengadah menatap langit. "Aku harap dia bahagia."

***

"Oi, Gin-chan," Sakamoto muda bicara sambil menengok ke belakang. "Kau yakin Iwasaki-sama masih menjual buah persik?"

Gintoki muda mengangguk. "Tadi pagi aku lewat dan dia bilang padaku kalau harga buah persik turun harga sebesar 40 persen."

"Pasti buahnya sebentar lagi busuk," kata Takasugi muda.

"Bukankah itu penyanyi dangdut?" ujar Katsura muda dengan wajah serius.

"Kau ingin ponimu rata lima sentimeter di atas alis, Zura?" kata Sakamoto sambil merangkul Katsura.

"Zura janai, Katsura da," jawab Katsura.

Keempatnya berjalan sambil tertawa-tawa melewati taman. Pandangan Gintoki teralihkan. Ia menatap seorang perempuan muda berambut pirang yang duduk di bangku taman dan membelakanginya.

Gintoki terus menatap perempuan itu tanpa suara hingga akhirnya, dia dan yang lain berlalu dari taman itu.

***

"Aku tidak tahu," kata Tsuki. "Aku tidak sadar saat itu."

Gintoki mengangguk. "Tentu saja. Kau membelakangiku."

Gintoki mendengus pelan. "Kau sering datang ke taman ini. Setiap pukul 14.00. Dan aku selalu melihatmu duduk di sana seorang diri."

"Aku mencoba membenahi perasaanku," jawab Tsuki. "Tidak banyak orang yang datang ke taman ini. Aku merasa tenang di sini. Oh..."

Tsuki menatap Gintoki. "Apakah buah jeruk itu darimu?"

Gintoki tidak menatap Tsuki. Pandangannya masih tertuju pada bangku kosong di taman. Tapi, dia menganggukkan kepalanya.

***

"Eh?" Tsuki muda melihat sebuah keranjang berisi tiga buah jeruk di bangku yang sering ia duduki di taman.

Tsuki mengambil secarik kertas di atas buah tersebut. Tulisannya, "Vitamin C bagus untuk kesehatan".

***

"Aku tidak memakannya. Aku takut diracun," kata Tsuki.

Gintoki mengangguk. "Aku tahu. Ayo, kita jalan lagi."

Gintoki dan Tsuki berjalan hingga keduanya tiba di sebuah sungai.

"Oh," Tsuki kembali terlihat terkejut. "Kau..."

"Ya, itu aku," kata Gintoki.

***

Setelah meninggalkan taman dan membuang keranjang buah jeruk ke tempat sampah, Tsuki muda mencari tempat yang menurutnya nyaman untuk merenung. Dia memutuskan untuk duduk di pinggir sungai.

Tsuki duduk dan memeluk kedua kakinya. Dadanya terasa sesak. Namun, dia paham bahwa rasa sakit akan penolakan harus dia lewati.

Tsuki mendongak menatap langit yang berwarna kemerahan. Cuacanya cerah, awan-awan di langit juga terlihat dengan jelas.

Tsuki mendengus. "Menyebalkan."

"Kakak!"

Tsuki menoleh ke kanan. Seorang anak kecil, laki-laki, menghampirinya sambil berlari-lari kecil. Anak kecil itu memberikan sebuah jeruk pada Tsuki.

"Aku tadi membeli banyak jeruk dan tidak habis. Ini buat kakak," kata anak kecil itu sambil menyodorkan jeruk.

Tsuki terdiam dan mengamati wajah anak itu. Dia tersenyum dan menerima buah jeruk tersebut. "Arigatou. Siapa namamu?"

"Tetsuya!" kata anak kecil itu. "Kakak, aku pulang dulu. Dadah."

"Dadah," kata Tsuki sambil melambai pada Tetsuya yang berlari menjauh.

Tsuki menatap jeruk pemberian Tetsuya. Dia tersenyum tipis, merobek kulit jeruk, dan memakannya.

***

"Kenapa kau begitu perhatian padaku?" tanya Tsuki.

Gintoki menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya. "Kasihan."

"Terserah," ucap Tsuki.

"Ayo," Gintoki berjalan lebih dulu. Tsuki mengikuti di belakangnya.

Mereka berjalan cukup lama, hampir 40 menit. Gintoki dan Tsuki pun berhenti di sebuah kedai donburi.

"Oh," Tsuki teringat sesuatu. "Dulu ini kedai ramen. Aku suka makan di sini dengan Hinowa."

Gintoki mengangguk. "Aku ada di sampingmu malam itu."

Tsuki menatap Gintoki. "Ka-kapan?"

"Di malam seseorang membawamu pergi dariku," kata Gintoki sambil membakar rokoknya.

In DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang