Chapter 4

325 23 15
                                    


Tsuki muda berjalan di belakang ketiga orang bertubuh besar yang mengaku kenal dengan Jiraia. Tsuki sadar betul bahwa ketiga orang itu bukan suruhan Jiraia. Tsuki juga sadar bahwa dia sedang dalam bahaya besar.

Tsuki melirik ke kanan dan ke kiri. Dia mencoba mencari celah untuk kabur. Tapi, mereka melewati sebuah gang kecil yang membuatnya tak bisa lari ke mana-mana.

"Tsukuyo," pria di tengah berbalik menatap Tsukuyo. "Jalan di depan."

"Aku lebih nyaman berjalan di belakang kalian," jawab Tsuki.

"Kami harus menjagamu," kata pria itu. "Ikuti apa kata kami."

Sial.

Tsuki berjalan melewati ketiga pria itu. Dan benar saja, mulutnya tiba-tiba dibekap dan matanya ditutup kain.

Tsuki berteriak. Namun, suaranya tak terdengar karena dibekap. Sekarang, mulutnya sudah disumpal kain.

"Berhenti berteriak, Nona Tsukuyo," kata suara seorang pria dari ketiga orang yang menjemputnya tadi. "Kami hanya membutuhkanmu sebentar saja. Jiraia utang pada kami."

"Kami harap kau paham, Nona," kata suara pria lain. Seseorang mengikat kedua tangan dan kakinya. "Kami hanya ingin Jiraia membayar utangnya."

"Utang apa!?" kata Tsuki dengan suara tak jelas sambil jatuh terduduk di lantai. Ikatannya di tangan dan kakinya kencang sekali.

"Jiraia pernah menggunakan jasa kami dua tahun lalu. Tapi, dia tidak membayar kami dengan alasan kerja kami buruk," kata seorang pria. "Tenang saja, Nona. Kami..."

Tsuki mendengar ada suara orang jatuh ke tanah.

"Oi!" seorang pria berteriak. Tsuki mendengar suara orang dipukul. Lagi-lagi, ada suara orang jatuh ke tanah.

"K-kau..." pria itu belum selesai bicara, dan Tsuki mendengar suara pukulan cukup keras. Orang itu jatuh ke tanah.

Tsuki tak bicara. Dia mencoba mengatur napasnya. Dia bisa merasakan seseorang mendekat. Kedua tangannya yang diikat ke belakang mencoba meraih kunai di saku celananya, namun dia gagal.

Tsuki bisa merasakan ada seseorang yang berjongkok di hadapannya. Dia bisa merasakan napasnya. Namun, matanya ditutup kain, dia tidak bisa melihat siapa orang itu.

Seseorang menarik kain yang disumpal ke mulut Tsuki. Tsuki tidak bicara. Dia merasakan napas orang yang 'menyelamatkannya' cukup dekat dengan wajahnya.

***

Gintoki muda berjongkok di depan Tsuki. Wajahnya cukup dekat dengan wajah Tsuki. Gintoki bisa merasakan napas Tsuki tersengal. Tsuki ketakutan.

Gintoki terdiam sejenak. Dia memandangi Tsuki.

Perasaan apa ini?

Tsuki tidak bicara. Dia diam di tempat.

Tangan Gintoki nyaris menyentuh dahi Tsuki. Namun, dia berhenti. Tangan Gintoki mengepal. Dia menarik napasnya dalam-dalam.

Kenapa aku merasa... Aku sudah sangat mengenalnya?

Gintoki menurunkan tangannya. Dia masih memperhatikan Tsuki.

Kenapa aku begitu peduli pada perempuan ini? Kenapa aku tak ingin dia terluka?

Tsuki mendesah. Gintoki tersadar dari lamunannya. Ikatan di kaki dan tangannya cukup keras.

Gintoki memperhatikan ikatan di kaki dan tangan Tsuki. Pandangannya kembali mengarah ke wajah Tsuki.

Kenapa aku merasa... Aku telah mencarinya selama bertahun-tahun?

***

Tsuki menarik napasnya dalam-dalam. Dia hendak bicara.

"Sst," seseorang menarik kain dari mulut Tsuki dan menutup mulutnya. Tsuki hampir saja berteriak. "Di mana rumahmu?"

"Buka ikatan di tangan dan kakiku!" kata Tsuki dengan mulut dibekap.

"Di mana rumahmu?" tanya orang itu lagi.

"Lepaskan aku!" teriak Tsuki. Tsuki menggigit jari tangan orang yang menutup mulutnya.

Orang itu menarik tangannya. Tapi, Tsuki yakin wajah mereka masih berdekatan.

"Aku tak memintamu untuk mempercayaiku," kata orang itu. "Di mana rumahmu?"

"Apa maumu?" tanya Tsuki.

Pria itu terdiam sejenak. "Aku ingin kau pulang dengan selamat."

***

Tsuki menatap Gintoki. Wajahnya tak percaya dengan ingatannya sendiri.

Gintoki menatap rokoknya yang tersemat di antara telunjuk dan jari tengahnya. Tidak, dia menatap telunjuknya.

"Kau mengigitku," kata Gintoki pelan. "Padahal aku ingin kau pulang dengan selamat."

Tsuki menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin orang itu kamu, Gintoki."

"Kenapa tidak mungkin?" tanya Gintoki. Kedua matanya masih menatap telunjuknya.

Tsuki terdiam sejenak. "Sedekat itukah aku denganmu saat itu?"

Gintoki tersenyum tipis. "Ya. Sedekat itu kau dengan pria yang sekarang menjadi suamimu."

In DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang