#3

667 93 3
                                    

Suasana kamar sedikit canggung setelah apa yang hampir saja terjadi beberapa saat yang lalu. Lidya yang sedang membaca buku sebisa mungkin fokus dengan apa yang ia lakukan. Meski sebenarnya jantungnya masih berdegup begitu kencang karena kejadian tadi.

Sesekali Lidya melirik Melody yang sedang berkutat dengan laptopnya. Ia mencuri-curi kesempatan untuk memandang sahabatnya itu.

Tak jauh dengan apa yang Lidya alami. Melody juga tidak bisa fokus. Ia masih kepikiran dengan kejadian yang sama sekali tidak pernah ia duga. Jika bukan karena suara bel, Melody tidak tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya dan juga Lidya.

"Lid," ucap Melody memecah keheningan.

"Eh? Iya?" Ucap Lidya sedikit gugup. Apa Melody melihatnya saat mencuri pandang ke arahnya?

"Kamu mau minum? Aku sekalian mau ke dapur."

"B-boleh."

Duh... Kenapa gue jadi gagap gini sih.

Mendengar jawaban Lidya, Melody pun keluar kamar untuk segera ke dapur. Tepat setelah Melody menutup pintu, ia tiba-tiba bersender ke tembok.

"Duh... Kok jadi deg-degan gini sih," ucap Melody sambil memegangi dadanya.

"Aku kenapa sih?" Tanyanya pada diri sendiri.

"Sadar Mel sadar. Jangan mikir yang aneh-aneh." Melody memukul-mukul kepalanya.

Beberapa saat kemudian Melody sudah berdiri di depan kamar dengan membawa segelas air untuk Lidya. Anehnya, ia tidak langsung masuk ke dalam. Ia mematung di depan sana sembari mengatur napasnya.

"Fuh...fuh...fuh... Tenang Mel. Tenang," ucapnya untuk yang kesekian kali.

Melody menarik napas dalam dan mengeluarkannya. Ia kembali mencoba menenangkan dirinya.

Ceklek

Pintu pun terbuka.

"Ini." Melody menyerahkan gelas yang ada di tangannya.

Lidya pun mengambilnya. Tangan keduanya tak sengaja bersentuhan. Getaran itu datang lagi. Membuat mereka lagi-lagi terdiam karenanya.

"Makasih." Lidya akhirnya bersuara dan memutus kontak mata mereka.

"Kok tiba-tiba panas gini ya? Kamu ngerasain nggak sih, Mel?" Tanya Lidya sambil mengipas-ngipas wajahnya.

"Ah? I-iya, apa AC-nya mati kali ya?" Melody melirik AC yang berada di sudut ruangan. Tidak ada yang salah. AC hidup dengan temperatur yang pas.

"Kayanya enggak mati, Lid."

"Iya ya, aku keluar bentar deh mau nyari angin." Lidya bergegas keluar dari kamar. Ia tidak ingin terjebak lebih lama dan membuat jantungnya jedag-jedug tak karuan.

"Fyuh... Akhirnya. Kalo gini terus gue bisa kena penyakit jantung ini," ucap Lidya mengelus dadanya.

"Mel... Mel... Teganya kamu bikin aku kesengsem kaya gini." Lidya malah tersenyum-senyum sendiri memikirkan apa yang ia rasakan.

***

Waktu tidur akhirnya tiba. Melody dan Lidya sudah berada di balik selimut bersiap untuk tidur. Lampu kamar pun sudah dipadamkan. Namun keduanya tak kunjung menutup mata mereka. Bagaimana bisa tidur jika jantung mereka lagi-lagi berdegup tak karuan.

Keduanya kompak telentang dengan tangan yang berada di atas perut. Ingin mengganti posisi, tapi tidak ingin saling membelakangi. Ingin saling berhadapan, tapi terlalu grogi untuk memulai. Alhasil, mereka hanya diam seperti itu berusaha kuat untuk menutup mata mereka.

Unspoken Words [Short Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang