•~2~•

405 71 11
                                    


~Sunset - Davichi

———

Aku ingin seberuntung senja, yang ditakdirkan untuk langit sebagai kiasan penambah indah.

~•~

Mata indah itu kembali menatap lurus tanah basah didepannya, tempat dimana tubuh kakaknya terbaring untuk selamanya.

Sudah lebih dari 5 hari sejak kejadian naas yang merenggut senyum manis sang Hyuuga, kejadian naas yang merenggut seseorang yang begitu berharga untuknya.

Meninggalkannya sendiri yang baru saja akan merangkak keluar dari cangkang yang sang kakak jaga selama ini. Meninggalkan gadis cantik itu sendiri, tanpa berniat mengajaknya untuk bersama menemui kedua orang tua mereka.

Ia kembali meremas pelan tanah basah didepannya, menggenggam beberapa bunga yang menghiasi tumpukan tanah itu. Lagi, tangisan sang gadis Hyuuga menyeruak, berusaha mengeluarkan sesak yang bersarang didada miliknya.

Langit mendung terlihat setia menemani tangisan Hinata, tangan satunya kembali mencoba membekap pelan suara tangis yang keluar dari bibir ranum miliknya.

Ia menunduk dan bertumpuh pada lututnya yang ikut bergetar karena tangisnya.

Beberapa jam yang lalu proses pemakaman sang kakak telah dilangsungkan, dan ia masih setia disana. Sendiri, karena memang saat ini dirinya telah sendiri sejak kejadian naas itu. Membuatnya benar-benar merasa ketakutan tanpa seorang kakak yang selama ini ada bersamanya.

Tanpa Hinata sadari, tak jauh dari tempat pemakaman itu Naruto memerhatikan. Menatap diam kearah objek yang membuat air matanya sedari tadi mengalir deras dari kedua matanya yang berlapis kacamata hitam.

Bukan hanya gadis itu yang terpukul, dirinya bahkan tak sanggup untuk sesaat bernapas kala berita itu terdengar di telinga miliknya.

Wanita tercintanya, kini telah meninggalkan pria itu bersama dengan kenangan dan rasa sesak di dada yang seakan meremasnya perlahan dan semakin kuat. Membuatnya sesak setiap detik dimana udara itu memasuki hidung dan mengisi paru-parunya.

Ia seakan gila membayangkan bahwa wanita yang beberapa hari lalu masih bersamanya, memeluknya, menciumnya, tertawa bahagia bersamanya yang seakan tak ada beban yang wanita itu rasakan.

Seakan wanita itu tahu bahwa ia tertawa dan melemparkan kebahagian sesaat sebelum dirinya akan pergi untuk selamanya. Naruto kembali mengusap lelehan air mata di rahang tegas miliknya, menghembuskan napas pelan seraya melangkah pelan menjauh dari tempat ia berdiri saat ini.

Lagi, Hinata menghapus jejak-jejak air mata yang menganak sungai di kedua sisi pipinya. Tangannya perlahan mengelus batu nisan yang menuliskan nama seseorang yang sangat berharga baginya. Sebelum dengan langkah gontai ia berjalan pelan menjauh dari tempat pemakaman itu.

"Hinata.." Gadis itu mendongakkan kepalanya, menatap bertanya dengan matanya yang sembab pada seseorang yang memanggilnya barusan. Tatapannya sendu, bengkak dengan hidung yang memerah hebat.

Kembali tetesan cairan bening itu mengalir membasahi pipinya kala mata indah itu menangkap siluet tubuh pemuda yang beberapa hari ini berusaha menghiburnya.

Sasuke berjalan pelan menghampiri tubuh lunglai Hinata, sejak tadi ia telah menunggu gadis itu digerbang depan pemakaman. Tak ingin meninggalkan sang gadis Hyuuga sendiri dalam kondisi seperti ini, walau Hinata telah memaksanya untuk meninggalkan gadis itu sendiri.

HEARTACHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang