Jeonghan harusnya sudah terbiasa dengan Seungcheol yang pulang terlambat, karena itu adalah konsekuensi yang dia dapat dari keputusan yang telah dia buat.
Di awal memang Jeonghan tidak begitu merasa perbahannya, selain karena mereka selalu berkirim pesan, dia juga percaya pada Seungcheol. Tapi beberapa hari ini Jeonghan mulai merasa kehilangan Seungcheol, terutama waktu kebersamaan mereka. Misalnya saat Jeonghan membeli pembuat kopi otomatis kemarin.
Jeonghan dan Seungcheol sudah merencanakan sejak jauh-jauh hari untuk membeli alat itu. Saat Jeonghan sudah cukup terampil untuk mengolah biji kopi sendiri. Tapi rencana itu tidak berjalan lancar karena Seungcheol harus menemani Doyoon cek mingguan di rumah sakit.
"Kapan kamu beli alat itu?" Tanya Seungcheol saat melihat alat pembuat kopi di meja dapur pagi harinya.
"Kemarin." Jawab Jeonghan.
"Kenapa tidak bilang, kita sudah janji mau beli bersama."
"Kamu sudah ada janji dengan Doyoon."
"Tapi kita sudah merencanakan itu dari lama, Jeonghan."
"Tidak apa-apa."
"Kamu membuatku merasa bersalah." Seungcheol memegang jemari Jeonghan.
"Aku bilang tidak apa-apa, kamu tidak perlu merasa bersalah." Jeonghan tersenyum. "Aku akan memakai alat itu sekarang, kamu orang pertama yang akan mencoba kopinya." Jeonghan mencium pipi Seungcheol.
"Tunggu,"
"Kenapa?"
"Aku harus mengambil fotomu dengan kamera polaroidku." Jeonghan geleng kepala melihat Seungcheol yang lari secepat kilat.
*****
Kalau ditanya siapa orang paling bahagia saat ini, Jeonghan berani menjawab dialah orang itu.
"Kamu suka?"
"Sangat," mata Jeonghan berbinar melihat bagian dalam bangunan yang nantinya akan menjadi kafe miliknya, pemberian dari Seungcheol. "Seungcheol, aku mencintaimu."
"Syukurlah."
"Kapan kamu membelinya, kenapa aku tidak tahu."
"Ini kejutan untukmu, tapi maaf tempatnya tidak terlalu besar."
"Memang, tapi ini sempurna, Seungcheol. Kita bisa mengisinya dengan beberapa meja dan sofa L di sudut-sudut ruangan. Di sebelah sini, aku akan membuatkan pesanan untuk para pelangganku." Jeonghan berceloteh semangat, dia bahkan menepuk pantry yang masih kosong dengan senang.
"Kalau begitu buatkan aku secangkir kopi yang paling nikmat." Titah Seungcheol.
"Maaf Tuan, kami belum buka. Tapi aku bisa memberikan yang lain." Jeonghan mencondongkan tubuhnya ke arah Seungcheol.
"Apa itu?" Seungcheol menyeringai senang.
"Ini." Jeonghan menarik kerah baju Seungcheol, lalu mencium bibir penuh Seungcheol, dengan lidah.
Dering ponsel di saku Seungcheol memustus ciuman itu, Jeonghan tersenyum saat bibir Seungcheol cemberut. Sedetik kemudian wajah Seungcheol berubah serius saat berbicara dengan penelfon.
"Kenapa?" Tanya Jeonghan khawatir.
"Doyoon." Saat itu Jeonghan baru tersadar dan merasa dia mulai terusik dengan nama itu.
Jeonghan ingin berkata jangan pergi, tapi dia sadar tidak boleh egois. Dia hanya akan terlihat munafik kalau melarang kepergian Seungcheol sekarang.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST LOVE ✔
Fanfic"Cinta pertama itu indah Cinta pertama itu sulit dilupakan Cinta pertama itu takan pernah mati" . . Benarkah seperti itu? --------------SCOUPSNOONA-------------- Seungcheol merasa hidupnya sudah lengkap, kehidupan dan percintaannya berjalan dengan b...