04

12 2 0
                                    

.

.

.

~~~

Aku mengerjap beberapa kali.

"Eeeehh!!"

Dan seperti baru dijatuhkan dari gedung tingkat sepuluh, aku menatapnya seolah ingin membunuhnya.

Aku melirik ke sekeliling. Dan tentu saja, semua mata telah menoleh aneh ke arahku.

Aku menggeram diam.  lantas menarik lengannya paksa, merapatkan tubuhku di sebelahnya sembari berbisik dengan amat pelan."Kau bercanda kan?" desisku.

Dia sedetik diam lalu meneleng lalu menggeleng, sambil melepaskan tanganku yang masih mencengkeram lengannya.

Dan kemudian dia pergi.

Aku hanya bisa menatapnya tak percaya.

Bagaimana ini?!

Bila aku bilang aku tidak panik, itu bohong besar.

Nyatanya. Rasanya jantungku berdenyut menjijikkan.
Kepalaku mulai pening. Imajinasiku menjelajah membahana.

Percayalah, aku tak mau menghabiskan malam dengan pria ini. Kenapa? karena aku tak bisa bayangkan.

Apa yang bakal terjadi saat kita bersama dalam satu ruangan?

Dan parahnya lagi aku lebih takut karena aku. Aku tak percaya pada diriku sendiri.

Aku ini penggila film romansa. Bagaimana bila semua film drama romansa yang kutonton sepanjang waktu itu mulai menguasaiku saat aku bersamanya? Demi apapun, aku hanya gadis abege biasa. Terlepas dari pernyataan absurd pria itu.

Aku melangkah panjang, berhenti di depannya. Dia mengerem langkahnya mendadak. Menatapku aneh.

"Kalau begitu.. pindah ke tempat lain saja." pintaku tegas.

Pria kurang ajar itu malah melewatiku, berlalu begitu saja.

"Hei, kau dengar ya, aku nggak mau. Aku menolak gede-gedean. Hei... !" lagi-lagi suaraku berhasil menyita perhatian mata. Aku membuang muka, dan cepat-cepat berlari mengejarnya, melarikan diri dari pandangan mereka.

~~~

"Oi, ayolah. Apa susahnya sih pindah ke tempat lain?" kataku untuk sekian kalinya, saat tiba di pintu kamar yang kelihatannya inilah satu-satunya kamar kosong itu.

Ini gila. Apa semua orang jakarta tidurnya di hotel. Ah, mungkin karena rumahnya kebanjiran. Kan jakarta itu suka banjir. Atau karena istrinya ada diman—

"Stop." ujar pria itu tiba-tiba, membuyarkan lamunanku. "Diam di tempat." lanjutnya menatapku serius.

Aku menyipitkan mata.

"I mean it." tegasnya.

Kemudian dia menuju meja dan meletakkan kotak yang digampit lengannya ke atas meja. lalu berjalan, menyibak sedikit tirai jendela, dan melongok ke baliknya, mengintip keluar.

Dia...

... benar-benar orang aneh, pikirku.

"Hei, aku bicara denganmu tuan!" teriakku, mulai jengkel dengan sikapnya yang sedari tadi mengabaikankku.

"Apa susahnya jadi anak baik dan menerima rejeki seadanya." balasnya tanpa menoleh. Masih sibuk memandangi entah apa di luar sana.

"Tapi kan perempuan dan laki-laki yang belum menikah itu nggak boleh satu kamar." timpalku. "ntar kalau ada razia gimana? Kualat gimana?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 02, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang