4.

78 6 0
                                    

Aiba's POV

"Aiba-san, ayo pulang saja denganku. Aku sudah tidak kuat melihatmu seperti ini. Pulanglah denganku. Aku akan menjagamu."

Aku terdiam seribu bahasa ketika mendengar Ninomiya-kun berkata seperti itu padaku. Air mataku berhenti sejenak.

Kenapa dia tau kalau aku baru saja kehilangan tempat tinggal? pikirku.

Ia terus menangis di pundakku. Kurasakan pundakku saat ini sudah basah karena air matanya. Ia juga memelukku sangat erat. Kubiarkan dulu ia seperti itu sementara. Dia pasti sedang mabuk atau apalah.

Setelah isakan tangisnya mulai sedikit mereda, barulah aku melepas pelukannya. Menghadapnya, dan kedua tanganku memegang pipinya.

"Kau mabuk? Mau kuantar pulang?" tanyaku.

Dia malah memasang raut wajah marah padam kearahku. Aku yang kebingungan.

"KAU BODOH?!" teriaknya. Aku terkejut.

"Kau masih bisa-bisanya bertindak bodoh pada saat-saat seperti ini?!" dia menurunkan sedikit volume suaranya.

Aku kesusahan untuk menggambarkan suasana saat ini. Ia berteriak seperti itu dan diiringi deburan ombak laut di bawah jembatan tempat kami berdiri.

"Apa yang kau maksud?" tanyaku.

Dia melepas kedua tanganku dari pipinya. Lalu mengusap kepalanya dengan kedua tangannya layaknya orang sedang menahan emosi.

"Sudahlah." ucapnya. "Pulang saja denganku."

Hening.

"HAH?!" kali ini aku yang berteriak.

"Kau benar-benar tidak mabuk? Kau mengajakku pulang bersamamu?!"

"Aku tidak mabuk! Berhentilah berkata seperti kau bersikeras menolak tawaranku!"

Aku menolak tawaranmu? Lebih tepatnya aku belum bisa percaya 100% akan ajakanmu. pikirku.

"Jangan bercanda deh. Aku tau aku sedang kehilangan rumah sekarang, tapi kisah hidupku tak akan greget lagi kalau aku bisa dengan langsung dapat rumah tanpa perjuangan, apalagi di rumah seorang idol sepertimu." ucapku.

Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Ia mengangkat koperku dan tangan kirinya menarikku menuju mobilnya tanpa permisi.

"Leluconmu jelek! Tidak usah basa-basi, aku punya satu gudang yang sampai sekarang tak tau mau ku apakan. Pakai saja itu sesuka hatimu, Aiba-san."

aku menarik paksa tanganku dari genggamannya sebelum kami berdua sampai di depan mobil yang ia parkir tak jauh dari tempat yang tadi.

Dia berbalik kearahku. Aku memegangi tanganku yang tadi ditariknya.

"Tidak mau." ucapku. Ia membelalakkan matanya.

"Ha?"

Aku memajukan bibirku tanda cemberut sambil mengusap-usap tangan kananku.

Aku langsung menarik koperku dari tangannya.

"A-apa--" dia tak sempat menyelesaikan kalimatnya.

"Jangan! Aku tidak mau! Itu berbahaya!"

"Apa?!"

"Ne...Ninomiya-kun, apa kau mau aku mengambilkanmu sebuah pemukul baseball lalu memukul kepalamu disini? Bisa-bisa karirmu jatuh kalau kau harus menampung orang sepertiku."

"Apa hubungannya aku menampungmu dengan karirku?"

"Oh Tuhan, buka matamu! Apa aku harus membukakan matamu juga?! Kau punya fans! Aku bisa-bisa digrebek habis-habisan kalau ketahuan tinggal seatap denganmu. Baik-baik kalau tidak ketahuan agensimu, nyawaku-- tidak, nyawa kita bisa melayang dalam sekejap jika kita ketahuan. Aku tidak mau kau mengalaminya, jaga karirmu, lupakan aku. Yang tadi itu hanya kebetulan saja kita dipertemukan, mungkin di acara lain waktu kita tak bisa bertemu lagi."

You're my rainbow (NIJI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang