IMAMKU : Tercyduk

2.7K 96 2
                                    

Teruntuk rindu bertuan yang tidak mampu untuk tersampaikan

- Aisyah Almira Razak

---

Haruskah aku mengorbankan hati dan perasaanku juga?

Apakah ini yang dinamakan takdir seorang makhluk?

Bagaimana bisa aku merasa hidupku di tentukan oleh keluargaku sendiri?

Apakah ini yang dimaksud perubahan takdir? 

Jika jelas iya, mengapa takdir itu diubah bukan karena do'a ataupun usahaku? melainkan keluargaku? selain bisa menerima aku bisa apa? 

Bukan tidak ikhlas, tetapi tidak bisakah kalian mendengar aku menyuarakan perasaanku untuk kali ini saja? terlebih ini hidupku sendiri. mengapa seakan kalian yang menentukan bagaimana masa depanku? aku muak. 

Sungguh muak. 

Tidak cukup kah masa kecilku saja? mengapa justru hingga sekarang? dan bahkan urusan jodoh pula. 

Bagaimana bisa aku menyuarakan perasaanku, sedangkan kalian saja terlalu sibuk mengatur semuanya. 

Aisyah kini terduduk dihadapan meja belajar, dengan buku diary dan bolpoint yang sedari tadi menari diatasnya. Malam ini, setelah kejadian pengumuman lamaran itu perasaannya tidaklah tenang. selalu seperti ini, berakhir dengan pikirannya sendiri tanpa berani melontarkan pada orang tuannya. Hanya diarylah yang menjadi saksi apa yang dia rasakan setiap harinya. Bukannya mereka tidak ingin mendengar, hanya saja dia terlalu takut untuk menceritakan pilihannya, dia meyakini bahwa pilihan orang tuanya itu yang terbaik untuk masa depannya. 

Untuk kesekian kalinya, Aisyah menangis dalam keadaan diam. Air matanya membasahi tinta pulpen yang sedari tadi dia ukir. wajahnya tertunduk,  dia menyembunyikan wajahnya diantara lipatan lengan mungil dengan jari yang menggenggam bolpoin dengan erat. Telapak tangannya memutih, tangannya mulai basah oleh kekesalannya sendiri. 

Badannya bergetar, lengan baju tidurnya benar-benar basah oleh air matanya sekarang. Itulah yang bisa dia lakukan ketika sudah mencapai titik terlemah seorang Aisyah, menangis dalam diam. Posisi tubuhnya tidak berubah hingga suara dengkuran kecil mulai terdengar dan nafas yang mulai teratur serta genggaman tangannya mengendur seiring dengan hembusan nafas.

-o0o-

"Astaghfirullah" ujarnya setelah menyadari keadaannya sekarang.

Untunglah dia menyadari hal itu sebelum seseorang masuk kedalam kamarnya, Aisyah bangun dalam keadaan yang memprihatinkan. Pipinya kebas dan mata yang membengkak. ia sangat berterimakasih pada alaram yang membangunkannya tepat ketika azan subuh berkumandang. 

Teringat janji yang ia buat pada sahabatnya itu, pagi-pagi sekali Aisyah sudah rapi dengan gamis navynya. Tidak lupa masker wajah dan kaca mata yang sengaja dia kenakan hari ini. Berharap penghuni rumah tidak ada yang menyadari keadaan wajahnya. 

"Alhamdullilah, Aisyah tanpa umi bagunkan dihari libur begini bisa bangun sendiri. Terlebih lagi sudah harum dan rapi"ujar umi ketika melihatku menuruni tangga.

"Iya umi, soalnya Aisyah---" ucapku terputus.

"Diruang tamu sudah ada Fatih menunggu, katanya mau fitting baju pernikahan kalian" sambung umi.

IMAMKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang