00

35 4 97
                                    

Hari ini, tidak ada yang lebih membahagiakan selain bertemu dengan lelaki tampan yang baru lusa kemarin mendeklarasikan cinta pada dirinya dan menawarkan sebuah hubungan spesial yang sebenarnya telah lama dinanti-nantikan.


Dengan terus tersenyum sepanjang perjalanan, Aerin melangkah riang menuju apartemen kekasih barunya.


Ketika sudah sampai didepan pintu, ia berhenti sejenak, menghela nafas panjang dan menghembuskannya sekedar untuk membuang sedikit rasa gugup.

Tanpa perlu membunyikan bell yang ada, Aerin memencet beberapa angka sebagai password apartemen tersebut.

Kekasihnya sudah memberitahu password apartemennya malam kemarin.






"Dimana dia?" terheran tidak melihat tanda-tanda kehidupan diruang tengah apartemen mewah itu.

"Ah, mungkin ada dikamarnya." tungkainya akan melangkah mencari pintu kamar kekasihnya sebelum terdengar suara samar dari ruangan lain yang tak jauh dari tempatnya berdiri.







"Apalagi yang kau sembunyikan dariku?!"



"Sayang, dengarkan aku dulu.."




Tunggu, kalimat kedua yang diucapkan itu berasal dari suara kekasihnya. Lalu dengan siapa kekasihnya berbicara. Dan, apa-apaan itu panggilan sayang?




"Kau salah paham. Dengarkan aku dulu makanya."



"Apa yang harus aku dengar?! Cukup ya, aku sudah muak denganmu. Semoga kau selalu bahagia, dan berhentilah memainkan perasaan wanita!"


Aerin mengerutkan alisnya–bingung. Apa maksud dari perdebatan mereka?



Mendengar langkah kaki yang tergesa, membuat dirinya segera berbalik mencari persembunyian yang sekiranya aman.





"Sayang, tunggu dulu. Hei, dengarkan aku sekali lagi saja, kumohon."



Aerin mengintip disela-sela kursi dibawah meja yang dijadikan tempat persembunyian konyolnya.




'Siapa gadis itu? Apa hubungannya dengan kekasihku?' gumamnya dalam hati.



Aerin beralih menatap kekasihnya yang mengusap mukanya kasar. Kemudian mengambil benda elektronik berbentuk persegi dari kantong jeansnya.

Tut..

Tong tong tang ting uu aa..

Aerin membulatkan matanya terkejut. Ponsel didalam slingbagnya kini berdering heboh.







Mark Lee—kekasih Aerin, mengernyit heran, ada bunyi yang sepertinya berasal dari bawah kolong meja ruang tamunya. Ia sedikit berjongkok dan melongok untuk memastikan.






"Sedang apa disitu?"

Aerin meneguk ludahnya kasar. Sial! Nadanya terdengar menyeramkan sekali.

.

.

"Sudah ibu peringatkan, belajarlah lebih giat Minseo! Kau ini kerjaannya hanya selfie dan bermain ponsel saja."





"Aku sudah berusaha bu, hargailah. Lagipula memang soal-soal itu saja yang terlalu sulit." Minseo merengut kesal pada ibunya yang selalu mengomeli nilai hasil ulangannya.

Ibunya— Jung Michelle— menghela nafas lelah. Mencoba memaklumi otak bebal anaknya.

"Nak, ibu tidak ingin memalukan nama baik keluarga. Ibu sudah berencana akan menikahkanmu dengan salah satu rekan  kerja ayahmu."



Kedua netra hitam gadis itu spontan membola. "Ibu pikir kita hidup dijaman apa? Aku tidak mau dijodohkan!" Minseo menggeleng keras. Yang benar saja, dijodohkan dengan rekan kerja ayahnya? Berarti umurnya tidak jauh berbeda dengan ayahnya kan?

"Ibu tidak suka dibantah. Sore nanti, ada tutor yang akan mengajarkanmu mendalami materi pelajaran. Agar otakmu tidak terlalu kental! Malu nanti dengan calon suamimu."


"Aish ibu! Kalau begitu tak usah nikahkan aku dengannya, aku bisa cari pasangan yang mungkin bisa menerimaku apa adanya, bu."




Ibunya menggeleng konfirmatif, "Tidak. Maafkan ibu, ibu hanya ingin yang terbaik untukmu nak, kamu satu-satunya anak dikeluarga ini. Menurutlah, ibu sudah cukup sabar membiarkanmu bermain bebas hingga menyia-nyiakan banyak waktu belajarmu. Tapi untuk sekarang, ibu sudah tidak bisa membiarkanmu berkeliaran bebas seperti dulu lagi."


"Ibu.. Ah, ibu tidak seru~ Aku kan masih muda bu, kenapa dikekang begini sih, huwee.." Berakhir Minseo yang merengek sembari berakting menangis, berharap ibunya yang berjalan menuju kamarnya dilantai dua mendengarkan rengekannya.

.

.

Hyunjin melangkah gontai sembari menendang kerikil-kerikil kecil disekitar kakinya. Hingga ada kaleng minuman pun ia tendang, untuk melampiaskan betapa kesalnya dia.





Tapi naas, kaleng tersebut mendarat dengan tidak sopannya dipelipis gadis cantik yang sedang duduk dipinggir danau.




"Awh! Siapa yang menendang kaleng sialan ini." sungutnya dan memutar badan, mencari siapa pelaku dari penendangan kaleng tadi.


"Hei! Kau yang menendangku kaleng sialan ini ya!" Gadis cantik itu bangkit setelah menepuk-nepuk rok cream selututnya dibagian bokong.



Pelaku penendangan tadi tetap melangkah gontai mengabaikan makian dari seorang gadis itu.



"Selain menyebalkan kau juga tuli hah?!"








"Diamlah cerewet." gumamnya.



Kasian sekali pemuda ini, seperti kehilangan semangat hidupnya. Tapi apa tadi? Cerewet? Sialan!







"Kaleng sialan tadi sakit tau! Kena pelipisku, kau harus tanggung jawab!" Mood Jena— gadis cantik yang sedari tadi memaki— sebenarnya sedang sangat buruk. Ditambah pemuda ini yang tidak sengaja melukai pelipis mulusnya beberapa menit yang lalu.



Lelaki bernama Hyunjin itu melirik malas gadis didepannya, "Baiklah. Ikut aku." ucapnya sembari menarik pelan tangan Jena dan melangkah cepat yang sepertinya menuju sebuah mobil yang terparkir tidak jauh dari pandangannya.

.

.

NOTE: TOKOH CEWEK DI FF INI ADALAH OC!
,
Do'akan semoga story ini berjalan lancar :v dikomen yoo. No protes-protes😂😝
JenaLeeeeeeeeejenmi-mrkbbhhyyy

Can We?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang