Setelah mampir ke kantin untuk membeli tisu juga hansaplast, Varhaf pergi menuju toilet. Dia menyelipkan tisunya dilubang hidung, untuk menghentikan aliran darah. Juga menempelkan hansaplast dibagian rahang pipi nya yang tampak ungu.
- Lo, gue di toilet.
Rupanya toilet sedang kosong. Hanya ada Varhaf yang sibuk dengan kacanya. Hingga tiba seorang Celo.
"Udah apa lo, fighting nya?" Ucapnya namun masih sibuk dengan gadget.
Varhaf membalik bersama tisu yang tidak lepas dari lubang hidung layaknya mayat.
"EH ANJING GOBLOK SIA SAHA!" kaki Celo tampak gemetar.
"AING MAUNG LAGI SKINCARE-AN!"
Varhaf mendekati teman dihadapannya. Dengan kepala yang menunduk, juga mata yang menatap tajam keatas. Namun tampaknya failed. Semakin dirinya mendekat, semakin juga wajahnya tampak.
"ANJIR ABDOR!"
Varhaf nyengir. "Kenapa sih lo. Dikira gue setan, apa?"
"Itu idung lo tolol."
"Biasa— kalo habis main ya begini."
"Anemia lo, lama-lama."
"Gimana, si Jeje aman?"
"Yang gue liat sih dia gak keluar kelas."
"Bagus."
Setelah dua jam pelajaran absent hingga jam istirahat tiba, sehabis dari toilet— Varhaf langsung menuju kantin. Tidak akan salah lagi, sudah pasti dirinya akan berpapasan dengan sang lawan main didalam gudang tadi. Mereka saling bertatap mata. Layaknya paparazi yang menemukan targetnya.
"Lah, jadi codet lo? Ck." Untung saja datang si perempuan yang membuat keduanya beradu fisik. Dia berjalan lawan arah dari Varhaf, sembari membawa cilor.
Namun, Varhaf tidak menyahutnya. Dia memilih untuk mencuri makanan lezat yang sudah Zevana pilih dari seluruh makanan yang berada dikantin.
"Ih apaansih lo main ngambil aja."
"Ih, tadi lo gak masuk dua jam ya?" Celetuk Stela basa-basi.
"Sakit apa lo, sampe sok-sok-an izin ke UKS?"
Namun, perbincangan mereka terpotong dengan ucapan seorang raja kantin. "Kalo ngerumpi gak usah ditengah jalan!"
"Yauda ini duduk, iya." Sahut Dota sambil menggiring kawanannya kearah meja yang kosong.
Setelah semuanya rapih duduk dan tidak lagi menghalangi jalan, Zevana tidak lupa dengan pertanyaannya. Dia menekan hansaplast yang Varhaf tempelkan dirahang pipi.
"Anjir sakit tolol." Varhaf menepis lengan Zevana.
"Lo diem di UKS tapi kok bisa nyampe ungu gitu ya. Ditonjok nyamuk apa lo?"
"Si Abdor tuh tadi kejedot." Sahut Celo dengan cepat.
"Eh makannya kalo jalan tuh pake mata."
•••
Saat sebelum semua pulang, sang Ketua Murid membagikan sebuah kertas edaran.
"Itu guru bisu apa gimana sih, Lo." Celetuk Varhaf saat kesal melihat Bu Lea yang hanya diam dimeja tanpa memberikan penjelasan atas edaran yang dia kasih pada Ketua Murid.
"Ngirit suara kali, ya."
Seisi kelas memasang raut wajah penasaran. Tangannya sibuk dengan kertas HVS yang bagian atasnya tertulis PIRAMID SENIOR HIGHSCHOOL juga logo bagian kanan-kirinya. Setelah dibuka, semua pun sibuk membaca. Hingga ada 75% siswa selesai membaca.
"BU!"
"INI BENERAN, BU!"
"YEAY WHOHO!!"
Guru didepan itu pun beranjak dari sang kursi. Namun disertai dengan wajah yang melas.
"Jujur, sebenarnya ibu kurang tertarik dengan studi tour ini. Karena ibu bosan, setiap tahun pasti tujuannya sama. Tidak ada yang berubah. Bali lagi— Bali lagi.." keluhnya.
"Lah Bu, gak usah ikut aja. Selesai." Teriak Celo.
Bukan soal Bali yang Varhaf bingungkan. Namun, soal guru yang dia hadapi sekarang.
"Sedikit suara, tapi banyak ribetnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
perdido [DALAM TAHAP REVISI]
Teen Fictionhilang, tak mati. ada, tak hidup. -hatinya