BAB 2 - Bukan Soal Janji
***
Kehadiran Ashila membawa hidup baru bagi Lyla. Ia seperti melihat dirinya sewaktu kecil. Apakah dulu Lyla selucu itu?
"Orang tua kamu mana?" tanya Lyla pada Ashila. Sementara Rasta sudah kesal, kenapa sih Lyla lebih memilih Ashila, Rasta kan sudah ingin pulang lebih cepat. Kalau seperti ini kan dia tidak bisa pulang dengan cepat.
Hanya menunggu Ashila dijemput.
"Kak Lyla, ayo pulang! Rasta bosan di sini." Rasta sudah menarik-narik tangan Lyla.
"Aduuuh, Rasta. Sabar dong, Sayang. Kan kita mau nunggu sampe Ashila dijemput. Kasihan loh kalau dia nunggu sendirian di sini," ujar Lyla. Gadis itu menunduk dan mengusap pipi Rasta. Memberikan kehangatan dan penjelasan bahwa mereka harus menunggu Ashila sampai dijemput.
Perasaannya, mengatakan bahwa Lyla harus menemani Ashila. Mana mungkin Lyla akan meninggalkan gadis kecil itu sendirian.
"Tapi, kan, ini masih rame, Kak! Biasanya juga aman-aman aja kok kalau Ashila nunggu sendirian," kata Rasta. Ia masih keras kepala.
"Rasta...," ujar Lyla memperingatkan Rasta.
Rasta tampak menggerutu. Sejujurnya Rasta tidak suka jika ada yang menarik perhatian Lyla dari dirinya. Seperti punya saingan baru.
"Tante Lyla kalau mau pulang duluan gapapa, kok. Ashila udah biasa nunggu sendirian. Biasanya mama telat jemput Ashila, malah kadang Pak Maman yang jemput Ashila karena mama sibuk sama eyang," ujarnya.
Lyla seperti melihat dirinya waktu kecil. Apakah perasaan Ashila kesepian seperti dirinya dulu?
"Wah, jadi kamu jarang ketemu sama orang tua kamu, ya?"
"Enggak, dong, Tan. Kadang-kadang aja. Mama sama papa selalu ngeluangin waktu buat Ashila. Biasanya Ashila ditemani sama Om-Om nya Ashila. Jadi, Ashila gak pernah kesepian," ujarnya. gadis itu menyerocos dengan lincahnya, menyembunyikan kesedihannya.
"Oh, gitu. Rame banget ya berarti?" tanya Lyla.
"Iya, Tan. Rame banget. Nanti aku kenalin sama mama, papa dan om-om aku, deh. Tante Lyla mau?" ajak Ashila. Polos sekali.
Lyla tertawa melihat kepolosan Ashila. Sangat lincah, lucu. suatu saat nanti, Lyla ingin punya anak seperti Ashila.
"Enak aja! Nggak boleh. Emang kamu siapa berani ngenalin Kak Lyla sama keluarga kamu? Awas aja, ya!" Rasta sudah bergerak maju duluan sebelum Lyla menjawab ajakkan Ashila.
Duh, seperti Lyla melupakan Rasta yang masih bersamanya. Lyla tahu betul jika Rasta tidak suka Lyla berkenalan dengan orang asing. Walaupun usianya masih kecil, Rasta selalu menjaga Lyla. Jadi, jarang sekali ada pria yang mendekati Lyla.
Lagipula, Lyla memang tidak ingin menjalin hubungan khusus dengan pria mana pun.
"Itu mobil Ashila datang! Yuk, Tan. Ikut Ashila," ajak Ashila. Gadis kecil itu sudah menarik tangan Lyla agar ikut dengannya. Sementara Rasta semakin kesal dengan tingkah Ashila yang sok dekat dengan Lyla. Baru saja ketemu sehari, bagaimana jika mereka bertemu setiap hari? Bisa saja Lyla semakin sayang pada Ashila dibanding dirinya.
"Iiiih, Ashila nyebelin. Lagian Kak Lyla kenapa sih mau ditarik gitu sama Ashila?!!" Rasta menggerutu kesal. Rasta pun mengejar Ashila dan Lyla.
Di sana terlihat wajah sendu Ashila, kenapa lagi dengan Ashila?
"Kak Lyla," panggil Rasta.
"Tante Lyla, maaf, ya. Kayaknya hari ini mama Ashila nggak jemput, deh." Terucap kata penyeselan dalam diri Ashila. Padahal tadi Ashila ingin sekali mengenalkan mamanya pada Lyla.
Ashila ingin menunjukkan, kalau dia punya tante baru. Tante yang diimpikannya. Ashila bosan jika harus bermain dengan omnya, tanpa adanya tante. Jadi, mulai sekarang, Ashila tidak akan memaksa omnya untuk menikah agar Ashila memiliki tante, karena sekarang Ashila sudah punya tante.
"Iya, Ashila. Nggak pa-pa, kok. Mungkin lain kali aja kita ketemunya. Hehehe," ujar Lyla.
"Sekarang kamu masuk gih ke mobil, nanti telat pulang ke rumah."
Ashila menuruti perkataan Lyla. "Ashila pulang dulu, ya, Tan. Sampai ketemu besok. Hari ini Ashila bakalan cerita sama mama kalau Ashila punya tante baru," cerocosnya lagi.
"Iya, Ashila hati-hati, ya," jawabnya.
"Kak Lyla, ayo pulang!" rengek Rasta. Sedari tadi Rasta seperti obat nyamuk saja. Lyla mengabaikan Rasta dan lebih peduli pada Ashila. Itulah hal yang dikesalkan oleh Rasta.
"Iya, Rasta Sayang. Jangan cemberut gitu dong," balas Lyla. Ia tahu jika Rasta sebal karena Ashila. Tapi mau bagaimana lagi, Lyla juga menyukai Ashila. Gadis kecil yang polos, cantik, lucu dan cerewet.
"Kak Lyla begitu! Bilang sayang sama Rasta tapi dari tadi nyuekkin Rasta terus." Rasta masih terlihat sebal.
"Ya udah, ayok kita pulang." Lyla menggandeng tangan Rasta.
🍓🍓🍓
Di dalam panti asuhan, tidak sengaja Lyla melihat kalung yang sama dengan dimiliki Shindy.
Sejujurnya, Lyla merindukan keluarganya, merindukam Shindy, merindukan Arya dan ... merindukan Angga.
Lyla berusaha menikmati setiap detik hidupnya tanpa mereka. Tapi bagaimana bisa Lyla melupakan semuanya dengan mudah? Hanya dalam kurung waktu empat tahun?
Karena setelah Lyla mencintai Angga, Lyla tidak sanggup untuk mencintai siapapun lagi.
Ini bukan soal janji, bukan soal perkataan yang harus ditepati. Ini tentang siapa yang bisa bertahan? Siapa yang bisa pergi? Tentang siapa yang akan meninggalkan dan ditinggalkan? Sejujurnya, Lyla telah kalah pada rasa penyesalannya.
Cintanya akan tetap sama seperti dulu. Hanya saja ... rasanya tidak mungkin menjadikannya nyata. Walaupun janji terucap, dan berada dalam dekap, semua yang terjadi sudah tidak bisa diubah lagi.
Memperbaiki semua, dan menuju perubahan, meminta kesempatan untuk tetap bertahan dalam luka yang dalam.
Lyla masih menggenggam erat kalung itu. Hanya benda itu yang dimilikinya sebagai penghubung antara dirinya dan Shindy. Lewat kalung itu juga, Lyla menyampaikan rasa rindunya yang terkalahkan pada Shindy.
Ingin sekali Lyla bertemu dengan Shindy, mendengar kabar keluarganya. Bagaimana keadaan Shindy setelah empat tahun menikah bersama Andre? Apakah mereka sudah mempunyai anak? Lyla ingin sekali mempunyai keponakkan dari sahabat dan kakaknya itu.
Tapi, Lyla sudah berjanji tidak akan menemui mereka lagi, Lyla tidak akan kembali lagi. Mungkin saja mereka sudah bahagia tanpa Lyla.
Bukan karena Lyla tidak mencintai mereka, tapi justru karena Lyla sangat mencintai mereka. Merelakan mereka bahagia walau bukan Lyla sumber kebahagiaannya.
Satu tujuan Lyla, ia juga akan mencoba bahagia tanpa mereka. Cukup kehadiran Umi, Rasta, Bintang, Nadia dan Kumala yang di sampingnya. Lyla sudah bahagia.
Lyla sudah menemukan kehidupan barunya, mencoba ikhlas dan merelakan semua kenangannya.
Walaupun berat, tapi ini adalah jalan hidup yang dipilih Lyla. Walaupun sakit, tapi dia butuh.
Setiap malam, Lyla selalu ingin melihat keluarganya. Lyla juga pergi membawa foto keluarga mereka. Agar setiap malam Lyla bisa memandang foto itu. Jika dibilang Lyla tidak rindu pada keluarganya, itu semua bohong!
Mata Lyla tiba-tiba melihat setangkai bunga Lily yang kering. Bunga Lily yang pernah diberikan oleh Angga. Lyla sengaja mengawetkan bunga itu dan disimpan di dalam album foto bersama foto kenangannya. Semua kenangannya terekam sangat jelas.
TBC
Alhamdulillaah, di bulan Ramadhan ini bisa update. Doakan selalu bisa konsisten update cerita Lyla sampai tamat :')