dua

10.2K 881 99
                                    

"Udah kumpul semua 'kan, Ma?" Tanya Tomy memasuki aula panti.

Cowok yang sudah mengganti pakaiannya itu melihat kesekitar. Kurang lebih dua puluh anak berusia empat sampai sepuluh tahun sudah duduk rapi menghadap sebuah panggung kecil. Mereka semua terlihat antusias dengan topi dan balon ulangtahun yang baru saja dibagikan.

Bukannya menjawab pertanyaan sang putra, Juni malah mencubit perut anak sulungnya. "Kamu lama banget sih? Mereka udah nungguin dari jam tiga tadi."

Yang dicubit hanya bisa nyengir kuda sembari mengusap-usap perutnya. "Maaf Ma, Tomy abis ke makam Tania dulu." Jelasnya.

Kemudian raut wanita berusia empat puluh tahunan itu berubah ketika mendengar nama cucunya. Cucu? Terdengar konyol memang. Tapi, begitulah kenyataanya. Juni tersenyum masam. Andai saja dulu ia tidak mendukung keinginan anaknya. Andai saja dulu Juni bisa lebih bijak lagi. Dan andai saja dulu ia tidak melakukan tindak operasi dini. Mungkin sekarang Juni sudah menjadi seorang nenek. Ia akan bahagia bersama cucunya. Ya, andai saja...

Menyadari perubahan wajah sang Mama, Tomy langsung meraih tubuh wanita renta itu. Membawanya dalam dekap hangat. Tidak mau berlarut-larut, Juni menghapus air mata yang entah sejak kapan membasahi pipinya. Ia juga melepaskan pelukan sang putra. "Oh iya mamanya Tania mana?" Tanyanya sengaja mengalihkan pembicaraan.

"Tania senior berhalangan hadir Ma. Katanya lagi di luar kota." Jawab Tomy apa adanya.

Juni mengelus rambut Tomy pelan. "Selesai acara ini Mama mau bicara serius sama kamu, jadi tolong jangan menghindar."

Tomy mengangguk seadanya. Benar apa kata Juni mau sampai kapan dirinya terus menghindar? Mungkin ini adalah waktunya. Lagipula, Tomy juga sudah lelah terus menghindar bertatap muka dari sang Mama. Jadi untuk kali ini biarkan ia menuruti apa kata Juni.

"Bu pengisi acaranya juga sudah datang. Apa kita mulai sekarang?" Salah satu pengurus panti mengintrupsi Juni dan Tomy.

"Iya, iya, kita mulai saja. Kebetulan anak-anak juga sudah berkumpul semua kan?" Ucap Juni memastikan.

Ghea-nama si pengurus panti yang mempunyai umur masih muda- mengigiti bibir bagian bawah. Ia bingung harus menjawab apa. Karena sebenarnya di kamar masih ada satu anak yang tidak mau bergabung untuk menghadiri acara sore ini. Mengetahui kegelisahan Ghea, Juni menautkan kedua alisnya lalu bertanya. "Semua udah kumpul di sini kan?"

Dengan ragu Ghea menjawab. "Sebenarnya masih ada satu anak lagi Bu. Baru masuk sini kemarin lusa."

"Kenapa nggak diajak ke sini?" Sahut Tomy.

"Sepertinya dia masih trauma, Pak. Kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan dan keluarga besarnya menitipkan dia di sini kemarin lusa secara paksa. Kami sudah berusaha mengajaknya bicara, tapi dia tetap diam saja." Jelas Ghea panjang lebar.

Juni dan Tomy mengangguk bersama. "Sekarang dia di mana?" Tanya Tomy.

"Ada di kamar, Pak."

"Ma, acaranya mulai duluan saja. Aku mau nemuin anak ini." Kata Tomy kepada Juni.

Setelah berpamitan dan mendapat ijin, Tomy meninggalkan aula panti. Ditemani Ghea, ia berjalan menyusuri koridor panti. Tak jauh dari aula, Tomy sudah sampai di kamar anak itu berada. Ghea pamit undur diri dan Tomy masuk ke dalam kamar bercat putih.

AntaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang