2. Pesta dan bunga.

49 4 1
                                    

Nadin, berjalan melalui koridor kantor dengan tergesa - gesa , sejak pagi tadi, telinganya terasa panas karena mendengar bisik bisikan teman sekantornya. Ya nadin tahu, kalau mereka memang sedang membicarakannya, lebih tepatnya membicarakan dirinya dan devin pramudya, yang merupakan CEO dari perusahan tempatnya bekerja.

Sedikit nadin tahu, kalau devin pramudya merupakan anak dari pemilik perusahaan ini, pantas saja sikapnya itu sangat arogan membuat dirinya tidak mau untuk berurusan atau berbicara dengannya.

Akhirnya, ia sampai di ruang kerjanya. Sesekali nadin menghembus nafas dengan kasar karena hari ini adalah hari terberat baginya, menurutnya menjadi bahan gosipan sekantor itu sungguh tidak nyaman, bahkan sejak tadi kepalanya terasa pusing karena hampir dari setiap teman sekantornya menanyakan kebenaran tentang lamaran pernikahan itu.

"Bersiap lah jam 7 malam nanti, kau harus menemaniku malam nanti"

Terdengar suara barinton dari arah daun pintu ruangannya, Rasanya jantungnya ingin copot saking terkejut, mungkin ini karena ia terus menerus melamun sedari tadi sehingga ia tidak sadar bahwa ada seseorang yang berjalan mendekatinya. Nadin menatap pria tegap itu dengan setelan kemeja formal, lengan kemejanya di gulung, sehingga terlihat sangat gagah dan maskulin namun tegas.

"Bisa tidak mengetuk pintunya terlebih dahulu" ucap nadin dengan ketus, ia tidak lagi menatap sosok yang kini berdiri tidak jauh dari mejanya. Ia lebih memilih menyibukan diri dengan berkas berkas serta tumpukan surat yang harus ia baca dan pelajari.

"Saya sedang berbicara padamu, hargailah saya" ucap pria itu sambil bersiap untuk duduk di bangku tepat menghadap nadin.

"Dan saya juga tidak menyuruhmu untuk duduk di kursiku" jawab nadin dengan ketus (lagi).

Pria itu terkekeh, ia tahu kalau wanita di hadapannya ini hanya menjaga image dengannya.

"Well, saya tidak peduli, ini kantor_"

"Kantor ayahmu" sebelum pria itu menyelesaikan perkatannya, nadin sudah lebih dahulu untuk memotong ucapan yang sungguh arogan menurutnya.
Devin memilih duduk ketimbang harus melanjutkan perdebatan yang seharusnya tidak penting di debatkan.

"Ada apa devin?" Tanya nadin dengan nada tidak suka, Ia akan menampilkan ketidaksukaannya dia terhadap pria dingin dan arogan di hadapannya ini.

"Temani saya datang ke pesta victory group malam ini, mereka mengundangku"

"Lalu, apa urusannya denganku?datang saja sana,  saya tidak peduli"

"Kau calon istriku nadin..jadi kau harus menema_"

"Kau tidak berhak memaksa diriku tuan devin pramudya terhormat, lagian saya bukan calon istrimu"

"Well..." Devin berdiri, kedua tangannya di masukan ke dalam saku celananya dengan mimik wajah arogan.

"Saya tidak peduli, jam7 saya akan datang" kata devin sambil berjalan keluar dari ruangan dengan senyum kemenangan yang selalu tampil di wajahnya.

Sementara nadin, sejak tadi ia menahan emosinya, bahkan tangannya sudah mengepal, matanya menatap punggung pria pemaksa itu dengan tegas penuh dengan emosi. Ia sebal tentu saja, semenjak keberadaan pria pemaksa itu selalu membuat dirinya emosi, kalau terus terusan begini, bisa naik darah dia.

Nadin hanya menggelenglan kepalanya. Lalu melanjutkan segudang pekerjaannya. Rupanya ia akan lembur malam ini.

※※※

Pukul 18 : 30, Nadin masih berkutat dengan pekerjaan, sudah ia duga sebelumnya ia akan lembur hanya untuk menyelesaikan pekerjaan yang sudah numpuk, ia menyesap segelas kopi yang tersisa di cangkirnya, ini sudah cangkir ke 3 sejak ia mengerjakan pekerjaannya. Nadin bahkan sudah muak jika mengerjakan pekerjaannya lagi hari ini. Ya tapi mau gimana lagi pekerjaanya harus selesai malam ini, kalau tidak, ia tidak yakin bahwa ia akan tetap bisa bekerja disini.

the perfection of loveWhere stories live. Discover now