05: Teman Pertama

66 5 0
                                    

⚠️Chapter ini bakal full Askar-Naila. Awas mual.

***

🎵Danilla - Ada Disana

***
Terima kasih sudah mengulurkan tangan,
Tapi boleh aku memohon satu hal?
Tolong, jangan pergi dengan segera,
Biarkan aku tau bagaimana rasanya punya teman.

—Temaram, chapter 05

***

Suara gemercik air terdengar jelas dari dalam kamar mandi. Naila membiarkan pancuran air hangat dari shower membasahi tubuhnya yang lemas karena tidak tidur semalaman. Ia memejamkan matanya dan membiarkan wajahnya terkena guyuran air, berharap segala pikiran-pikiran itu lenyap dan hilang dari dalam otaknya. Tapi nihil, semakin ia terpejam justru malah membikin ia semakin tersiksa.

Setelah selesai membersihkan tubuh, Naila masuk ke dalam kamarnya dengan lilitan handuk yang membaluti. Ia berdiri di depan cermin besar dan memandangi refleksi dirinya sendiri di sana. Beberapa detik hingga akhirnya Naila sadar akan suatu hal yang ada di bahu kirinya. Luka itu—luka membiru yang tercetak jelas di kulitnya. Luka yang dilukisan oleh ibunya sendiri beberapa minggu silam ketika ibunya pulang ke rumah. Berharap mendapat pelukan hangat, Naila justru disiksa seperti orang yang baru saja ketahuan mencuri. Meski sudah biasa mendapat perlakuan seperti itu dari ibunya, tetap saja hatinya terasa sesak. Karena luka itu tidak hanya membiru, tapi juga membekas sehingga ia sendiri tidak tahu bagaimana caranya untuk bisa sembuh.

Naila meremas bagian bahunya yang memar. Ia benci hidup seperti ini. Ia benci jika terus bernapas hanya untuk disakiti.

Kalau saja ayahnya tidak meninggal karena kecelakaan lima tahun lalu, mungkin hidupnya tetap baik-baik saja. Mungkin juga ia bisa tidur dengan nyenyak tiap malam tanpa harus merasa gelisah dan cemas. Kalau saja ayahnya tidak pergi meninggalkannya saat itu, mungkin ibunya tidak akan seperti sekarang.

Sosok ibu yang Naila kenal penuh dengan perhatian dan kasih sayang, kini telah bertransformasi menjadi manusia yang penuh dengan amarah—dan yang jelas, mungkin juga, ibunya tidak menjadi seorang wanita malam seperti yang ia tau sekarang.

Perempuan itu memang tak seharusnya terlalu khawatir. Bukankah sekarang ia sudah punya teman?

***

Hari ini adalah hari dimana lomba debat dilaksanakan. Sejak pagi, para peserta lomba termasuk Naila sudah berkumpul di lobi SMA Verstand. Kegiatan belajar mengajar sudah dimulai sejak lima belas menit yang lalu, jadi suasannya nampak sepi dan tidak banyak anak murid yang berlalu lalang.

Daritadi Naila sibuk memerhatikan jam yang ada di pergelangan tangannya. Sama dengan peserta lomba lain, ia juga merasa gugup meski sudah optimis mendapat gelar juara.

Naila merasakan getaran dari saku seragamnya. Ia mengecek ponselnya kemudian tersenyum singkat.

Laskar Tirtagara: semangat lombanya🐒 kalo menang gue traktir nonton deh.

Naila Renjana: kalo nggak menang?

Laskar Tirtagara: tetep nonton. Tapi lo yang bayar😅

Tidak ada balasan apa apa lagi setelah itu. Gadis itu bingung untuk melanjutkan percakapan mereka berdua. Ia tak pernah berada di situasi seperti ini sebelumnya sehingga ia tidak tahu apa lagi yang harus diperbuat. Ia payah soal laki-laki. Karena laki-laki yang tak seharusnya menyakiti dia, justru malah sebaliknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TEMARAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang