Tentang Aurel

133 16 0
                                    

Surabaya, Maret 2017

Rindukah kau? Pada seporsi sate padang yang kita makan di perbatasan dua universitas negeri terbaik kota itu saat sunday morning? Yang kita beli dengan alasan "Enak nih pasti. Yang jualan ngomongnya kaya orang padang asli." Lalu aku mengangguk "Sama seperti sate madura yang enak di dekat kosmu karena yang jual orang madura asli?" Lalu kita tertawa dan suara tawamu yang menyenangkan itu tak pernah hilang dari kepala.

Ingatkah kau? Saat kita menghabiskan waktu akhir pekan di Candi Hindu terbesar di Indonesia dan menjadi candi terindah di Asia Tenggara. Yang dengan usulmu saat itu motorku di parkirkan di salah salah satu Mall di Jalan Laksda Adisucipto lalu kita berjalan sebentar untuk bisa sampai ke halte bus.

"Kenapa harus naik bus?" Tanyaku saat itu.

"Biar bisa lebih menikmati. Lagian kamu kasian kalau harus naik motor."

Lagi-lagi aku hanya mengangguk dan menikmati sepanjang perjalanan menjauh dari Kota dengan kamu yang berdiri disampingku, karena keadaan bus saat itu tengah ramai dan kita tak menemukan kursi kosong saat masuk.

Kota Jogja, menjadi saksi betapa kamu ternyata selalu menjadi bagian dari hidupku yang dulu selalu menjadi kawan dan tempat kembali paling nyaman.

****

Tahukah kau? Pulang ke kota kita hanyalah membuatku nestapa, mengingat masa yang pernah kita habiskan bersama. Melewati jalan Gatot Subroto tempat dimana kita menghabiskan waktu di sekolah dasar, lalu jalan di Pelita Barat yang mengingatkan bahwa kita sering makan siomay di depan Toko Meddy Jaya selepas pulang sekolah saat masih sekolah menengah pertama, dan juga sepanjang jalan A. Yani yang akan terus mengingatkanku bahwa masa putih abu-abu itu kini sudah berlalu untuk waktu yang lama.

Bahagiakah kau? Dengan sesorang yang kini kau sebut sebagai seorang suami dan ayah dari anak pertamamu yang ku tahu bernama Amora yang diambil dari nama dewa asmara dalam mitologi Yunani lalu Aufa yang katanya adalah gabungan dari namamu dan lelaki itu, Aurelia dan Fandi. Amora Aufa Santoso, nama yang indah untuk anak dari seorang wanita cerdas, baik dan sangat cantik yang dulu juga pernah menjadi bagian dari kisah hidupku.

Kabarku baik-baik saja. Kau tak perlu khawatir dengan semua hobi yang ku gemari. Kini aku sudah pandai menabung dan mengelolanya dengan sangat baik, uang yang dulu sering ku gunakan untuk hobi yang katamu "Tidak jelas" itu pun ku alihkan untuk modal bisnis-bisnis lain yang cukup menguntungkan. Sudah terlambat ya untuk aku berubah? Kenapa tidak dari dulu saja, saat kau masih mau denganku, saat kita masih baik-baik saja. Lalu kata salah seorang temanku, itulah yang namanya jalan takdir yang tidak saling bertemu. Satu sama lain dari kita memang tidak diciptakan untuk satu sama lain. Hingga munculah kalimat penyesalan dengan awalan seandainya.

Hidup yang ku jalani dengan perasaan penuh penyesalan dan terus mencoba terlihat baik-baik saja adalah sesuatu yang semakin hari semakin merusak hati. Aku tahu betul ini semua, tentang apa yang telah terjadi bahwa memang akulah yang memiliki andil besar membuat semua kekacauan ini. Namun, haruskah aku di hukum dengan perasaan yang terus menerus membelenggu dan menjerat aku lebih erat lagi.

Lantas, pernahkah sedikit saja kau masih memikirkanku? Barang mengingat sedikit tentang apa saja yang pernah menjadi cerita indah antara kita; aku-kamu. Kadang aku rindu untuk mendengar suaramu yang sering bawel mengingtkanku untuk terus menjaga kesehatan, atau kau mengomel karena aku memodifikasi motorku dan menghabiskan uang sampai jutaan rupiah karena menurutmu banyak hal lain yang lebih berfaedah, belum lagi saat aku membeli sepeda baru agar bisa masuk Club bersepeda yang sedang trend di kota ini, atau hobiku melakukan perjalanan dengan alasan mencari suasana berbeda. Jika sudah seperti ini yang bisa ku lakukan hanyalah berdiam diri dan mengutuki mengapa aku bisa sebodoh ini.

"Apa? Ke Semarang? Bukannya minggu lalu kamu baru aja dari Malang?" Tanyamu disambungan telfon saat ku utarakan keinginanku pergi ke kota itu.

"Kan itu Malang Aurel, aku mau ke Semarang. Jalan-jalan ke kota tua. Aku perlu refreshing, cari suasana yang beda."

"Yaudah terserah kamu lah Bagas."

"Jangan terserah dong kamu tahu banget aku nggak suka sama kata terserah."

"Kenapa ke Semarang? Kenapa gak pulang aja sekalian biar bisa ketemu aku?"
Lalu percakapan berakhir dengan kalimat "Kamu yang paling tahu apa yang baik buat diri kamu. Pesanku Cuma satu kamu jaga diri baik-baik karena nggak akan ada yang ngerti diri kamu selain diri kamu sendiri." Setelahnya kamu tutup dengan salam dan mengatakan bahwa kau menyayangiku.

Setelah lulus aku dan kamu mengambil jalan masing-masing. Kau, seperti cita-cita dan keinginan semesta akhirnya mengikuti tes Pegawai Negeri dan dinyatakan diterima di tahun pertama setelah kau lulus kuliah. Sedangkan aku, menetap di kota Surabaya karena memang jauh sebelum aku lulus aku dan beberapa orang kawan yang berkuliah di kota ini merintis sebuah kedai kopi yang sekarang cukup digandrungi. Lalu merambat kebisnis yang lain seperti clothing dan baru-baru ini di daerah Surabaya selatan aku merintis usaha baru dengan konsep tempat makan dengan nasi sepuasnya dan sambal sepuasnya kau tahulah target yang disasar pasti mahasiswa dan ya usaha itu sesuai dugaan diminati karena dengan harga yang ramah dikantong pun dengan porsi yang luar biasa.

Tak ada yang bisa ku banggakan lagi kan selain semua bisnis itu? Karena kamu memilih untuk mengambil pilihan yang dimana itu bukan aku. Hidup, seperti yang dulu pernah kita bicarakan memang tidak pernah adil. Sama seperti salah seorang pebisnis hebat asal Surabaya yang memiliki bisnis bukan hanya di Indonesia namun sampai mancanegara kisah percintaanya tidak berbanding lurus dengan usahanya yang sangat mengagumkan karena sangat inovatif dan menjadi pionir dalam usaha yang digelutinya. Karena itu aku sadar betul bahwa karir dan cinta ku saat ini belum menemukan titik yang baik. Tapi, siapa tahu jika nanti ku temukan seseorang yang dapat menjaga keseimbangan jiwaku. Meski, kau tahu kan? Jika cinta ini masih milikmu. Aku mencintai istrimu, Fandi!

Pada malam sepi yang ku habiskan seorang diri, banyak air mata yang terus menerus mengalir dengan alasan kebodohan di masa lalu. Menyesakkan dada. Tapi, aku lega karena kau mendapatkan seseorang yang pantas untuk bersanding dengan dirimu yang memang luar biasa pun juga diriku yang pantas merasakan penyesalan bahkan setelah setahun berlalu.

Terhitung sejak tanggal 14 Februari 2016, aku hanya mampu memandangmu dari jauh dan berdoa untuk semua kebaikan dalam hidupmu. Aku mencintaimu dan tak sejahat itu untuk mengatakan "Akan ku tunggu jandamu." Aku tidak ingin kau tersakiti dan berduka hanya karena doa bodohku, semoga semesta selalu melimpahimu dengan segenap cinta. Meski bahagiamu tak lagi menjadikan diriku sebagai alasannya.

Sejak saat lelaki itu mengucap ikrar suci untukmu, entah sudah berapa wanita yang dikenalkan beberapa sahabat untuk bisa menggantikan posisimu. Ada beberapa yang tawanya mengingatkan dengan tawamu, ada juga yang cara bicaranya hampir menyamaimu, pun juga ada yang memiliki kebiasaan sepertimu yang jika makan nasi goreng dengan telur setengah matang tanpa garam, atau menyantap bubur ayam harus diaduk dengan kecap yang banyak, atau yang satu ini yaitu benci dengan bubur kacang hijau. Diantara mereka ada yang pernah menjalin hubungan denganku hingga bulan kedua setelah perkenalan, selanjutnya perbedaan prinsip menjadikan kami harus berpisah. Tapi, sungguh ketahuilah bahwa dia hanya perwujudan lain dari dirimu yang telah lama ku rindukan.

Aku akan selalu mencintaimu namun disaat yang sama aku juga tidak ingin terus menerus membandingkan betapa hebat dan memesonanya dirimu karena semakin ku lakukan itu semakin jauh aku dari kenyataan bahwa ada yang sama sepertimu. Karena, semua dicipta dengan segala keunikannya masing-masing, entah kapan akan ku temukan wanita yang bisa sepertimu atau memang takkan pernah ku temukan yang sepertimu karena 7,6 Miliar penduduk bumi ini tidak ada yang sama satu dengan yang lainnya.

Jadi, sekarang semoga aku si lelaki paling menyedihkan yang membiarkanmu lepas dari genggaman ini mampu temukan seseorang yang tak perlu sama dengamu. Karena, yang ku butuhkan saat ini hanyalah bertemu seseorang yang dapat membuatku terdistraksi dengan semua angan tentangmu.

Menemukan AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang