05. Numpang Tidur

28.1K 4.7K 158
                                    

Mau update susah. Ini wattpad yang eror atau aku yang eror ya?

Besok Senin lagi 😴😴

Btw, ini update kedua buat hari ini lho. Ada yang seneng nggak?



Sudah tiga bulan berlalu Mas Rhanu belum menghubungiku. Maklum sih, daftar antrean naskah yang mau terbit memang bejibun makanya harus sabar. Bahkan ada pula naskah yang baru terbit setelah mengendap selama lebih dari satu tahun di meja redaksi. Jadi tiga bulan belum ada kabar itu menurutku wajar saja. Kalau pengin cepat ya dicetak sendiri saja.

Sesekali aku masih mampir di Wakwak, media online tempatku menyalurkan ekspresi. Menyapa para pembaca setia, ngirim pesan buat mereka kalau aku belum bisa aktif sepenuhnya soalnya lagi fokus skripsi. Beberapa ada yang memahami, beberapa lainnya ada yang protes kenapa updatenya lama. Kubiarkan saja, toh mereka juga butuh ruang buat berekspresi. Cuma ekspresi kebangetannya itu kadang bikin emosi.

Gara-gara Raza, aku mulai rajin bimbingan lagi sama Pak Hesa. Menuntaskan tugas akhir yang niatnya mau aku serahkan sama jasa calo skripsi untuk penyelesaiannya. Rianti sudah wisuda. Sekarang dia hijrah ke ibukota karena dapat tawaran pekerjaan dari seorang alumni yang kerja di sana. Nggak ada Rianti jadinya ke mana-mana aku barengnya sama Raza. Butuh pengorbanan mati-matian untuk melanjutkan tahapan sampai akhirnya aku dapat Acc bab tiga dari Pak Hesa. Habis bimbingan aku ngadem di kost Raza. Soalnya dekat kampus jadi enak buat persinggahan.

"Bangun, Gi. Sudah sore. Mau sampai kapan kamu tidur di sini."

Suara Raza untuk ke sekian kalinya berdengung di telingaku. Aku cuma melek sebentar lantas kembali bergelung memeluk guling Raza yang sarungnya jarang diganti, tapi aku nyaman saja soalnya sudah terlanjur ngantuk. Ttujuanku ke sini memang mau numpang tidur. Biasanya kalau nggak ngantuk aku sering gantiin seprei dan bersihin kamarnya, maklum kamar laki-laki cenderung berantakan. Padahal Raza punya banyak waktu buat memelihara kebersihan. Cuma level malasnya itu nggak ketulungan.

Nggak ada Rianti kini aku tidur siangnya pindah lokasi di kostan Raza. Aturan di kost Raza nggak terlalu ketat makanya banyak teman-teman kostnya yang bawa teman perempuan ke kamar. Tapi bukan berarti aku seenaknya juga nyelonong ke tempat Raza tanpa permisi. Aku masih punya etika dan batasan untuk menghargai privasi orang lain.

Setiap kali aku mampir, Raza selalu membuka pintu kamar dan jendelanya lebar-lebar. Biar semua orang tahu kalau kegiatan kami beneran bermanfaat yaitu ngerjain skripsi, kadang diskusi, makan sampai akhirnya aku ketiduran. Kurasa di sini aman soalnya Raza pernah cerita kalau Pak RT dan perwakilan kepolisian setempat sudah dua kali ngadain inspeksi mendadak di kostnya.

"Bentar, Za. Emang sekarang jam berapa, sih?" tanyaku sembari menggeliat.

"Jam empat. Kamu sudah tidur dua jam, Gi. Buruan bangun." Raza merebut guling dalam pelukanku.

"Masih ngantuk, Za. Lima menit lagi, deh," sahutku sambil berusaha merebut gulingnya. "Kamu kok nggak tidur sekalian?"

Raza menjauhkan gulingnya dari jangkauanku. Dia menarik rambutku sangat kencang. Salah satu strateginya biar mataku membuka dan hal itu sukses bikin rasa kantukku terusir.

"Gimana bisa tidur, tuh hapemu dari tadi bunyi terus. Berisik banget. Cepetan bangun, Gi. Kamu mau nginep di sini?"

Aku menegakkan badan. Mengambil ponsel yang kuletakkan di atas meja. Fantastis banget. Enam panggilan tak terjawab dari Mas Rhanu dan dua panggilan tak terjawab dari Mami. Tumben Mami nelpon aku. Aku nggak berniat menghubungi mereka balik. Sepertinya aku harus segera pulang. Biasanya kalau Mami nelpon mendadak gitu pasti ada sesuatu yang mengerikan kalau aku nggak bergegas pulang.

Ditaksir Mas Editor [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang