2

19 7 0
                                    

Dor!!

Suara tembakan yang terdengar menggelegar bagi Flow, membuatnya tersentak dan mendelik ke arah May. Mulut Flow terbuka, tampak jelas raut kekesalan dari wajahnya. Sementara May hanya mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum miring.

"May!"

"Iya, Flow."

Flow menoleh, "Huh." Flow menghela napas ketika menyadari hasil dari pekerjaannya yang belum selesai dan membuatnya hampir kehilangan nyawa. Ini bukan kali pertama ia diselamatkan oleh May.

"Maafkan aku, May."

"Tidak masalah. Sebaiknya kau selesaikan pekerjaanmu. Sepertinya aku punya pendengar tambahan di sini."

Flow menaruh belati yang tengah ia amati di atas meja kerjanya. Ia bangkit menghampiri pria yang menjadi bahan mainannya. Ditariknya tubuh pria tersebut ke arah jendela kaca di sudut ruangan yang terdapat tiang besi. Setelahnya, ia memborgol kedua tangan si priab ke belakang. Tidak hanya itu, ia pun mengikat kaki serta lehernya dengan sebuah tali.

Dengan sekali tarikan di setiap langkahnya, Flow membuat pria itu tersentak dan memekik ketika rongga-rongga untuk ia bernapas tercekik.

Senyum pertanda kepuasan tersungging di bibir Flow. Flow semakin bangga dengan kemenangannya setelah mendaratkan sebuah tendangan di bagian lengan kanan pria itu. Cairan kental berwarna merah pun kembali menetes dari bekas luka tembak yang ia terima.

"Dia sudah siap, May. Kau bisa kembali melanjutkan ceritamu."

"Tidak, dia belum siap, Flow. Kau harus belajar banyak dariku."

"Jiah!" Flow berdecih seraya mendelik ke arah May. "Belajar apa maksudmu? Setengah kemampuanmu itu kau dapat karena aku yang melatihmu May."

"Benarkah?" May berjalan ke arah lemari kaca yang berisi berbagai senjata di dalamnya, pandangannya terfokus pada satu pedang yang berukuran tidak terlalu panjang, kurang lebih satu meter. Pedang itu adalah senjata favoritnya ketika berlatih dengan Georgi, kini akan ia gunakan kembali untuk mengajari berberapa trik kepada Flow agar hatinya merasa puas.

Ayunan pedang tersebut terlihat indah, potongan kain dari pakaian yang dikenakan pria tersebut mulai berjatuhan, goresan demi goresan disertai cairan merah yang mulai terlihat memakksa keluar dari kulit berwarna kecoklatan itu semakin jelas.

"Aaa!!" teriakan pria itu pun terdengar ketika ujung pedang hampir menembus jantungnya.

"Kau dengar itu, Flow?" May menghentikan aksinya dan kembali pada niat awalnya untuk menceritakan semua masa lalu dan rahasia dari belati antik miliknya.

Flow tersenyum. "Aku mengerti May, kau bisa melanjutkan ceritamu."

"Baiklah, aku akan kembali bercerita. Namun, aku tak mau ada yang mencela atau menggangguku hingga berhenti di tengah cerita."

"Tenang saja, akan kuurus semuanya. Kau hanya tinggal duduk manis dan mendongeng untuk pria bodoh ini," tutur Flow seraya menyumpal mulut pria itu.

"Kerja bagus, Flow."

Flow hanya tersenyum membalas pujian dari May. Setelahnya, ia kembali duduk di kursi dan mulai meneliti setiap inci dari belati antik milik May. Gerakan jari jemarinya selaras dengan musik mistis dari alunan nada piano yang dimaikan oleh may. Itu membuatya merinding dan semakin mencekam dengan intonasi May yang cukup mengagumkan.

May, sudah seperti seorang dalang atau aktris professional yang tegah memainkan sebuah drama. Dia begitu pandai memerankan beberapa tokoh yang tengah di ceritakannya.

Namun, tiba-tiba ia menghentikan permainannya, ia bangkit dan berjalan ke arah jendela kaca lalu membukanya.

Embusan angin segar menerpa wajahnya, ia kembali membuka suara dan mulai menceritakan salah satu kenangan yang sempat menghilang dari ingatannya.

***

Hallo,
Maaf ya kurang gereget. Ini versi baru dari Call me May.

Alurnya maju mundur ya.

See you.
Bye.

Call Me MayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang