Prolog

40 13 4
                                    

Langkah tegas dari kaki jenjang yang bertelanjang itu terus mengayun, sampai pada akhirnya, berhenti tepat di ujung pisau.

Ceceran darah segar menjadi warna yang menarik pada lantai putih kamarnya.

Seringaian tampak dari wajah cantik tanpa riasan sedikit pun di sana. Iris mata biru dan bibir berwarna merah muda yang alami sudah cukup untuk membuat siapa pun yang melihatnya terpana akan kecantikan dari gadis berumur dua puluh tahun tersebut.

Tak hanya para pria muda, bahkan pria tua dan wanita pun ikut merasakan aura yang dimilikinya. Ia bak ratu yang selalu dipuja karena kecantikannya yang memesona. Namun, siapa sangka, dibalik parasnya yang teramat menggoda kaum adam. Tersimpan sejuta rahasia akan sikapnya yang penuh tanda tanya dan tidak bisa ditebak akhir dari keputusannya dalam menentukan sebuah pilihan.

Hidup atau mati?

Suka dan duka adalah satu paket baginya. Kehidupan yang dimilikinya tak lepas dari nyawa  orang lain di sekitarnya yang telah tiada. Termasuk saat ini, di masa lalu serta masa depannya.

"Kau sudah selesai, May?" tanya seorang gadis tengah duduk di kursi  yang menghadap ke arah jendela kaca.

"Tentu saja sudah. Kau sendiri? mengapa membuat lantai kamarku kotor dengan darah si tua bangka ini?"

"Tenang dulu, May. Aku segera menyelesaikan pekerjaanku. Namun, setelah kau menjelaskan apa yang terjadi saat itu? Mengapa kamu melakukannya?"

"Akan kuceritakan semuanya padamu, Flow."

Gadis bernama Flow itu pun memutar kursi yang didudukinya hingga menghadap ke arah May yang masih berdiri tegap dengan balutan handuk di tubuhnya.

"Jelaskan padaku setelah kau mengenakan pakaian saja."

"Baiklah."

May berbalik dan berjalan ke arah meja, ia meraih belati dengan ukiran unik menghiasi. Ia pun kembali melangkah dan dengan sekejap belati itu telah berpindah tangan.

"Tangkapan yang bagus Flow." Sudut bibirnya terangkat, jelas menunjukkan rasa kepuasan atas keterkejutan lawan bicaranya itu.

Flow mendelik. "Apa yang harus aku lakukan dengan benda ini?"

"Bongkar dan ungkap semua rahasia yang ada di dalamnya. Setelah itu, akan kuceritakan alasanku menembakmu kala itu. Bahkan jauh sebelum kejadian itu terjadi, semuanya akan kau ketahui sekarang."

Kedua alis Flow hampir menyatu karena keningnya berkerut secara tiba-tiba. "Sungguh? kau akan menceritakan semuanya?"

"Ya, tentu saja. Sebaiknya kau simak baik-baik semua yang akan aku ceritakan. karena kisah ini berhubungan dengan belati di tanganmu itu."

Flow bersandar pada sandaran kursi yang ia duduki, lalu memejamkan mata sekejap dan menyilangkan kedua tangan di dada.

"Mulailah bercerita sembari berpakaian, Rain!" Flow diam sejenak, "Rain Daydesy One." ucapnya lagi.

Jleb

Pisau berlumuran darah kini tertancap tepat di sebelah kiri dari wajah Flow yang menampakkan ketegangan luar biasa. Sejenak ia menghela napas lega karena pisau yang sebelumnya ia gunakan untuk menyayat bagian tubuh orang lain itu tidak menyentuh wajah mulusnya. Namun, ketenangannya tak berlangsung lama. Di detik berikutnya, ia tersentak karena dengan satu kedipan mata saja May telah berpindah tempat dan berada di hadapannya.

Napasnya tercekat di tenggorokan karena pisau itu berada beberapa senti saja dengan kulit tipis yang masih menyatu dengan tulang serta daging di lehernya.

"Flow!" Suara May terdengar bak Malaikat maut di telinga Flow saat ia manggilnya.

"Iya," jawabnya dengan sedikit gemetar.

"Dengarkan aku baik-baik! Kau tak perlu berkata apapun selama aku menceritakan kisah ini. Ingat, jangan pernah memanggilku dengan nama, Rain Daydesy One!"

Flow menelan salivanya berat. Belum sempat ia berucap, bibirnya kembali terkatup. Flow bungkam setelah May kembali berkata, "Suka-duka itu satu paket, kehidupan dan kematian hal yang wajar di sekeliling kita. Namun, hanya ada satu nyawa yang akan tetap hidup jika berhadapan denganku. Seperti saat ini.  Nyawamu, atau nyawaku?"

May beranjak seraya menjauh dari Flow beberapa langkah. Namun berselang beberapa detik tubuhnya kembali berbalik dan berucap, "Seberapa tahunya dirimu tentangku, ketika bertemu denganku, dimanapaun itu, jangan panggil aku dengan nama Rain Daydesy One. Ingat Flow, Call me May!"

***

Call Me MayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang