Hari ke dua di kota Yogyakarta.
Jadwal Rain dihari kedua yaitu ke Candi Borobudur namun Rain memutuskan untuk tidak ikut dengan alasan kurang sehat.
Tama mengajak Rain pergi ke Malioboro dengan bersepeda. Rain sangat senang jalan-jalan dengan Tama. Bercerita banyak hal, Tama juga memperkenalkan dan menjelaskan sejarah berdirinya pasar Malioboro dengan asal. Tawa Rain mulai bermunculan menghadiahkan detakan jantung yang tidak beraturan untuk Tama. Di sisi jalan pasar Malioboro Tama mengajak Rain makan sate, tentu Rain tidak menolaknya karena dari semalam perut Rain belum diisi dengan apapun.
"Rain, kamu tau ga sejarah sate ini?" Tama mengangkatkan setusuk sate yang dipegangnya pada Rain.
"Ngga"
"Jadi gini. Dulu itu, ada pangeran ganteng yang suka makan daging bakar tusuk kaya gini, pangeran itu juga suka banget ngomong 'bangsat' kalo lagi kaget. Pas pangeran itu makan, ada yang ngagetin diaa. Terus pangeran itu teriak 'sattttt!... Eeeeeeee'! gituuu. Haha"
Rain menatap Tama sambil tersenyum. Perasaan hatinya amat bahagia.
"Ketawa jangan? Haha"
"Ya.. Ketawaa dong"
"Hahaha"Tuhan menghadiahkan sesuatu yang membuat Rain begitu menikmatinya. Meskipun baru dua hari berteman dengan Tama, Rain merasa semesta mulai berbaik hati pada Rain.
"Rain.."
"Apa?"
"Aku tadi beli ini"
Tama memperlihatkan gantungan kunci berbentuk hello kitty berwarna merah jambu pada Rain.
"Oh. Bagus kok. Hehe"
"Kamu mau?"
"Eh, ko?"
"Aku tadi liat ini dan ngerasa kamu bakalan suka jadi aku beli"
Sebenarnya Tama sengaja membelikan gantungan kunci itu untuk Rain. Supaya jika Tama tidak ada di sampingnya, gantungan kunci ini akan menemani Rain kemanapun Rain pergi.
"Huu dasar"
"Mau ga?"
"Iya mau. Makasih ya"Selama perjalanan pulang mereka tidak membiarkan semesta melabuinya dengan perkataan perpisahan yang hanya akan membuat Rain sedih. Senyum yang samar-samar tergambar dari sudut bibir keduanya. Tidak ada perkataan yang bisa menggambarkan rasa senang Rain ketika bersama Tama. Rain senang karena Rain punya teman, Rain tidak lagi merasa kesepian berada di dekat Tama.
Di depan hotel, Hasan berdiri memandang kedatangan Rain yang sedang bersama Tama. Ketua kelas Rain itu sedang bingung, dengan tugas yang Tuti perintahkan padanya. Hasan tidak pernah merasa setakut ini sebelumnya, selama di kelas Hasan tidak pernah ikut-ikutan mengejek Rain. Hasan hanya bisa diam menghadapi teman-teman kelasnya yang begitu tega pada Rain. Hasan takut pada Tuti, Tuti adalah anak pengusaha di tempat ayah Hasan bekerja, Hasan tidak mau kalau sampai gara-gara perbuatannya ayahnya sampai dipecat oleh ayah Tuti.
"Hasan ko di sini? Kenapa?" Tanya Rain.
Hasan menatap Tama, mengintruksikan agar Tama menyingkir dan menjauh sehingga Hasan bisa menjalankan perintah dari Tuti.
"Oh ok, aku duluan ya Rain"
"Iya"
Tama meninggalkan Rain. Tama merasa ada sesuatu yang mengganjal ketika bertemu dengan Hasan.
"Ada apa?" Tanya Rain penasaran. Tidak biasanya Hasan menemui Rain.
"Hm, jadi gini malam ini kelas kita bakalan ngadain acara di luar" kata Hasan.
"Acara di luar? Bukannya malam ini waktunya kita istirahat ya? Besok kan kita pulang"
"Justru itu, karena besok kita pulang. Kita ngga mau nyia-nyiain kesempatan di sini, kita mau bikin acara supaya kelas kita kompak dan kekeluargaannya semakin erat" Jelasnya.
"Oh. Gitu"
"Iya, kamu ikut kan? Kamu juga kan bagian dari kita"
Kalimat yang jarang sekali terdengar oleh telinga Rain.
"Acara apa emang?"
"Acaranya di Malioboro" Jelas Hasan.
"Acara apa itu? Kupikir di hotel"
"Kalo di hotel pasti gaboleh Rain, kita bakalan senang-senang di sana Rain. Kamu ikut kan?"
"Hm, ngga tau. Aku takut San"
"Takut?"
"Iya, aku takut teman-teman ngga nerima aku di sana" keluh Rain. Hasan merasa bersalah pada Rain. Kalau saja ayahnya berada di posisi lebih tinggi dari ayahnya Tuti, Hasan pasti akan memberitahukan maksud buruk Tuti pada Rain.
"Ngga bakal Rain, justru kudengar Teman-teman akan meminta maaf sama kamu di sana"
"Hm, benarkah?" Bukan. Rain bukan mengaharapkan teman-temannya meminta maaf pada Rain. Rain hanya mengharapkan keadaan seperti semula, dimana Rain menjadi si periang dengan teman-teman mengelilinginya. Rain rindu sekali mengobrol dan bercerita banyak hal, Rain rindu suasana kelas yang menerimanya. Rain ingin bergabung.
"Iya"
"Oh, yasudah aku ikut. Pukul berapa?" Tanya Rain bersemangat.
"21.00 ya"
"Ok"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain-du
Teen FictionRain terlahir dari rahim seorang pelacur. Kesehariannya di sekolah hanya menjadi bahan ejekan teman-teman kelasnya. Suatu hari sekolahnya mengadakan study tour, Rain tersesat di tengah luasnya kota Yogyakarta sampai kemudian semesta mempertemukan Ra...