Prolog

28 8 11
                                    

Hanya suara dari alat Elektrokardiogram yang memecah keheningan didalam ruangan itu. Ruangan bernuansa  putih dengan bau obat-obat yang begitu menyengat.

Disana. Didalam sana ada Altan yang terbaring lemah dengan sejumlah Alat medis yang menempel ditubuhnya. Penopang kehidupannya. Wajah cowok itu terlihat memucat dan agak kurusan. Disamping brankar itu, ada seorang gadis yang tengah menunduk lesu.

Naya menggenggam erat jemari Altan yang begitu dingin, sangat kontras dengan tangannya yang hangat. Gadis itu tampak kacau dengan kantung mata yang terlihat jelas. Ya semenjak kejadian 'itu' dia jadi susah tidur.

Hanya hening yang menyelimuti. Penghuni didalam enggan bersuara tapi enggan juga untuk diam. Berbicara untuk Naya rasanya berat, lidahnya kelu. Namun diam juga menyiksa, apalagi mendengar bunyi EKG yang bagai detik lonceng kematian itu.

"Maaf," lirihnya. Air mata mengenang dipelupuk mata Naya, namun tak dibiarkan jatuh olehnya.

Gadis itu menarik kursinya mendekat kearah tubuh sedingin es itu. Naya menatap Altan lekat, menyisir rambut cowok itu perlahan "Gue cinta sama lo, Al." bisik Naya tepat di telinga Altan, berharap jika cowok itu mendengarnya dan membuka mata dan memeluk dirinya sekarang.

Oh tuhan dia rindu Altan!

Naya menghembuskan napas pelan, melihat Altan selemah ini membuat hatinya perih, sakit, dan sesak seakan ditindih ribuan batu besar. Dia membenamkan wajah dilengan kokoh Altan, memejamkan mata sembari menghirup wangi tubuh cowok itu yang selalu menenangkannya. Ya setidaknya rindunya saat ini.

hening kembali menyelimuti, sampai suara dari alat EKG yang berbunyi nyaring mengejutkan Naya. Dia mendongak dan membulatkan mata kala melihat garis pada alat EKG yang tak beraturan dan tubuh Altan yang mulai mengejang.

Naya ketakutan. Dia takut Altan akan meninggalkannya. Tidak! Itu tidak boleh terjadi! Naya mencengkram bahu Altan dan menguncangkan tubuh itu.

"ALTAN! BANGUN AL! BANGUN! PLISS!"

"JANGAN NINGALIN GUE! BANGUN PENGECUT!"

Naya berteriak kencang persis seperti orang kesetanan. Air matanya tumpah juga. Raka yang berada diluar langsung masuk kedalam. Dia syok tapi secepat mungkin menekan tombol pemanggil dokter.

Cowok berpostur tinggi itu melangkah mendekati Naya yang teramat kacau. Dia sama terluka jika melihat adiknya seperti ini.

"Bangun Al!"

Raka mendekap tubuh mungil adiknya itu dan membenamkan wajah Naya didada bidangnya, "Tenang Nay! Tenang."

Tak berapa lama seorang dokter dan beberapa perawat datang dan langsung melakukan penanganan pada Altan. Sementara itu Raka dan Naya diminta untuk menunggu diluar.

"Mas, mba, silakan tunggu diluar biar kami yang menangani pasien." ujar seorang perawat yang dijawab anggukan oleh Raka.

"Lepasin Kak! Naya mau liat Altan!" Naya memberontak, mencoba melepaskan diri dari dekapan Raka.

Raka mencengkram bahu Naya erat lalu menatap tepat manik mata adiknya itu yang kini dipenuhi air mata "Tenang Nay, Altan nggak bakal ninggalin lo!"

Naya bergeming dengan setetes air mata yang kembali meluncur bebas "Kak....t-tolongin Altan," lirihnya.

"Altan n-nggak boleh ninggalin Naya kak!"

Dengan segera Raka memeluk Naya erat, memberi kekuatan untuknya "Pasti Nay! Pasti!" ujar Raka pelan.

Pandangan Naya mulai buram tertutup air mata "ALTAN! LO NGGAK BOLEH NINGGALIN GUE!" teriak Naya sebelum semuanya berubah gelap.

🌿🌿🌿

(Tbc)

Maaf kalau ceritanya agak gaje, Typo dimana-mana.

Terima kasih sudah mau membaca

Aprn_Mchtr

ALTANAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang