Namjoon memandang bangunan megah dihadapannya. Kurang dari satu bulan ia membuat keputusan, tak akan terlibat lagi dengan pemuda yang dulu ia anggap sebagai kawan.Namjoon ingat dengan jelas tiap kata yang ia lontarkan untuknya. Ia tak sudi berada dekat dengannya. Tak ingin lagi bergumul bersama.
Namun malam ini, dibawah rintik hujan ia menjilat ludahnya sendiri. Namjoon pun tak mengerti. Hatinya berontak untuk datang menemui, tapi kaki itu lah yang berjalan mengkhianati.
Namjoon mematung di depan lobi apartemen mewah yang dulu kerap ia singgahi, hanya untuk mantan kawan karibnya, hanya untuk memastikan jika pemuda itu baik-baik saja.
Ia menggeleng pelan, menghela napas dan hendak berbalik pergi. Sampai satu sambaran petir di langit gelap gulita mengejutkannya.
Namjoon kaget setengah mati. Ia pandangi langit gelap di atas sana.
Kakinya melangkah maju. Ia perlu turun untuk mengambil mobilnya di lantai dasar. Hingga langkah ke tiga, ia berhenti tiba-tiba.
Ia diam dalam keheningan...
Perasaan ini lagi. sesuatu seolah menariknya untuk datang ke tempat ini. Tapi apa...
Mendecak samar, Namjoon berbalik. Menekan ego, memilih untuk menyusuri lobi apartemen. Ia bergegas saat pintu lift dihadapannya nyaris tertutup. Dengan langkah panjang itu ia tiba tepat waktu.
Lift membawanya sampai di lantai tertinggi. Tempat dengan harga paling mahal dalam bangunan ini. Sol sepatunya menggema. Lorong yang ia lewati begitu sunyi.
Namjoon menarik napas panjang. Mengetuk pelan pintu kamar yang amat ia hapal.
Lama ia menunggu. Tak ada jawaban dari sang pemilik ruangan. Ia kembali mengetuk pintu. Lagi-lagi hanya kesunyian yang ia dapati. Menghela napas, Namjoon hendak berbalik pergi--
CLEK...
--Tapi pintu yang terbuka tiba-tiba menghentikan langkahnya.
Namjoon mengrenyit heran.
"Tae?" Panggilnya ragu.
Kembali tak ada jawaban setelah itu. Pintu yang didorongnya berderit terbuka. Tubuhnya melenggang begitu saja.
Saat ia tiba di dalam, Namjoon menahan napas meski sesaat. Kegelapan menyelimuti pandangan. Samar, ia bisa melihat seberapa berantakan isi apartemen ini. Pecahan kaca berhamburan. Bingkai lukisan berserakan. Sofa dan meja yang terbalik di tengah ruangan.
Ini tidak benar... tak ada satu pun yang benar.
Namjoon tergesa membawa langkahnya pada kamar utama. Pintu itu menjeblak terbuka. Ia menajamkan pandangan dalam kegelapan. Kamar ini pun sangat berantakan.
Napas Namjoon naik-turun. Ia tiba-tiba ketakutan.
Kilat tajam di angkasa tertangkap matanya. Jendela lebar membuat ia dapat melihat langit luas di luar sana.Di depan matanya, kelambu putih itu melambai tertiup badai.
Namjoon membulatkan mata.
"KIM TAEHYUUUNGG!!!"
Dan berteriak keras hingga menimbulkan gema.
Jadiii... enaknya digimanain ya side story ini? Ada yang masih ingat jalan ceritanya? Btw aku ketik di Hp, duh ampun... ini pertama kali aku ngetik di hp. Jangan tanya laptop dimana, sudah dikebumikan #sigh
Tanpa edit. Tau ntar kayak gimana hasilnya. Kasih komen ya biar aku tahu enaknya digimanain *deepbow
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE LAST CRY
ФанфикBahkan dalam tekanan seburuk itu, Jungkook tak juga menangis. Dia... tidak menangis. /TaeKook/ VKook/ END