3. jangan bandingin gue

9 2 0
                                    


Pagi sekali Anisa terbangun dari tidurnya melangkahkan kaki untuk berwudhu, sudah kebiasaan nya bagun pagi, dia melaksanakan sholat dengan khusuk setelahnya merapikan tempat tidurnya.

“Udah,saatnya mandi Anisa.”
Melangkahkan kaki dengan riang entah apa yang membuat gadis itu senang hari ini, lima belas menit waktu yang dia butuhkan untuk mandi saatnya dia bersiap-siap memakai seragam, memasukkan buku sesuai dengan jadwal pelajaran hari ini.
Anisa menuruni anak tangga dengan langkah pelan bak seorang putri raja, senyum yang terpatri di bibir tipisnya harus lenyap.

“Bi mama sama papa mana?”
Sang empu yang merasa dipanggil membalikkan badannya menatap sang pemilik suara khas yang sangat dia kenal.

Bi Mirna menatap ragu nona mudanya. “Tuan sama nyonya sudah pergi sepuluh menit yang lalu Nona.”

Kekecewaan nampak jelas terlihat dari raut wajah Anisa, lagi dan lagi orang tunya harus mementingkan pekerjaan dari pada dirinya, bahkan untuk sarapan bersama pun tidak bisa ia lakukan bersama orang tuanya.

“Oh yaudah aku berangkat dulu.”
Ia berjalan lesu, napsu makannya hilang secara tiba-tiba, bi Mirna yang sejak dulu sudah tahu jelas kehidupan keluarga tersebut hanya tersenyum miris dan menatap sendu nona mudanya yang berjalan lesu.

***

Hari ini Anisa berangkat menuju sekolah menggunakan motornya, dia masih merasa kesal dengan orang tuanya.

Matanya tak sengaja menatap suatu objek yang mungkin dia kenali, seorang cowok dengan seragam sekolah yang sama dengannya sedang berjalan kaki, dia memberhentikan motor maticnya tepat disamping cowok itu.

“ Lo Aldi kan?”
Cowok itu hanya mengangguk.
“Lo mau ke sekolah kan?”

Aldi lebih tepatnya Alex si nerd itu memutar bola matanya malas, ya iyalah dia mau ke sekolah kalau tidak untuk apa dia memakai seragam sekolah, namun dia hanya mengangguk.

“Yaudah yuk bareng”

Alex menatap ragu ke arah Anisa. Disaat semua orang ilfil dengan dandanannya dan menjauhinya tapi ia merasa gadis ini malah mencoba untuk mendekatinya, ia berfikir apakah gadis ini sudah tahu jika dia adalah Alex yang sebenarnya.

“Ayuk, daripada jalan kaki capek lagian sekolah juga masih jauh ,bisa-bisa nanti pas lo nyampe pintu gerbang udah ditutup.”

Pelan-pelan dia menaiki motor tersebut namun belum dia duduk, sudah di protes oleh gadis yang dia tak tahu namanya itu.

“Eh lo yang di depan deh, masa cewek yang boncengin cowok.”

Namun segera Alex menolak, bukannya dia tidak bisa tapi ada faktor lain yang membuatnya tak ingin menyentuh yang namanya motor, inilah kali pertama dia menaiki motor setelah sekian lama.

“Yaudah gue yang didepan, lagian heran lo nggak bisa bawa motor Alex aja katanya bisa bawa motor, lo kan seorang pengawal harusnya bisa dong kalo Cuma buat bawa motor aja.”

Dari dulu tak ada yang berani membanding-bandingkannya dihadapannya langsung, dan baru sekarang gadis dihadapannya itu membandingkannya dengan pengawalnya sendiri membuatnya naik pitam.

“Kalo lo emang nggak niat buat nebengin gue di motor lo bilang aja, gausah banding-bandingin gue sama siapapun itu!”
Sorot mata yang tajam itu mampu membuat Anisa merinding, bukan maksudnya membanding bandingkan.

Alex meinggalkan Anisa yang masih terdiam di tepi trotoar, masih pagi namun mood nya sudah hancur, rasanya ingin sekali membunuh orang untuk melampiaskan kekesalannya.

Anisa yang masih saja mematung tersadar saat melihat jam yang bertengger di tangannya menunjukkan 07:50, dia meringis membayangkan dia akan terlambat dan di jemur di tengah lapangan, segera ia menancapkan gas motornya dengan kecepatan di atas rata-rata, dia tidak memikirkan apa dia akan selamat atau tidak?, yang dia pikirkan apakah dia akan terlambat atau tidak?.

***

Lexa tak bisa fokus pada pelajaran, tatapannya selalu tertuju pada lapangan basket yang luas. Disana terdapat kakaknya yang sedang berlari mengelilingi lapangan tersebut, dia merasa menyesal telah membiarkan kakaknya itu berjalan kaki kesekolah. Coba saja kakaknya itu tidak keras kepala mungkin tidak akan seperti ini kejadiannya.

Tak berbeda dengan Lexa, Anisa juga merasa bersalah karena telah meninggalkan pemuda itu.

Dia terus menatap sang objek dengan tatapan bersalah. Dilihatnya keringat bercucuran di kening pemuda itu. Pemuda itu berjalan gontai ke tepi lapangan, sepertinya hukumannya sedah selesai.

Don't judge by coverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang