•03. Kemauan•

61 5 0
                                    

Flashback.

"Pokok nya kamu harus lanjut sekolah kamu!" tegas seorang pria paruh baya, tampak tertuju pada anak nya yang sedang berada di dalam mobil mewah nya.

"Alvel gak mau! Alvel cuman mau jadi model, atau gak penyanyi! Alvel kalau sekolah makin bodoh!" balas anak lelaki nya itu, yang bernama Alvel. Dengan pakaian seragam sekolah nya.

Alvelino, nama lelaki tersebut. Ia baru saja pindah dari Paris ke Indonesia. Ia di seret pulang oleh ayah nya sendiri. Akibat diri nya yang tak pernah mau sekolah dan lebih mementingkan karier nya sebagai model dan merambah sebagai pengcover lagu.

Ia di pindah kan ke Indonesia supaya, ayah dan Ibu nya bisa mengontrol nya lebih dekat. Ia di Paris hanya tinggal bersama Tante nya. Ia pun semakin liar karena Tante nya yang sangat sibuk itu.

"Apa mau jadi model? Ingat Alvel, keluarga kita mempunyai keturunan yang sangat sukses, cerdas, dan telah terkenal akan kepandaian nya. Dan kamu, harus melanjut kan keturunan tersebut hingga ke anak mu kelak. Apa tidak terlihat lucu,hanya kamu yang putus sekolah karena modeling tersebut? Buat apa kamu menjadi model jika tidak berotak jenius?" jelas papa Alvel.

Alvel yang sedari tadi memalingkan wajah nya ke arah jendela kini balik menatap ayah nya itu. "Ya gak papa dong. Lain dari yang lain, lain dari keluarga, sepupu kita yang lain. Biar Alvel jadi model yang emang gak pintar tapi duit nya banyak. Itu nama nya antimainstream!" balas Alvel yang sama sekali tak mau kalah oleh ayah nya itu.

Untung saja, mobil tersebut ayah Alvel yang mengendarai nya.

"Percuma jika mempunyai uang banyak, tetapi tidak cerdas sama sekali!" bantah ayah nya lagi. Kedua nya tetap saja dengan pendirian nya.

"Kan udah Alvel bilang tadi, itu namanya anti mainstream. Jarang orang plagitain!" jawab Alvel dengan bangga nya.

Cittttt....

Suara rem mobil ayah Alvel. Kini mereka telah sampai di salah satu SMA favorit di Jakarta– SMA Pramuda 21. "Ayok kamu turun," ajak ayah Alvel paksa dan menarik tangan Alvel.

Alvel menatap ayah nya ini tajam, "Gimana mau turun kalau papa masih di dalam mobil, trs pegang tangan Alvel kek gini?" yang benar saja, ayah nya masih dengan posisi menyetir nya, dan tangan satu nya menggenggam pergelangan tangan Alvel.

"Eh, iya yah." celetuk Ayah Alvel yang diiringi cengiran kecil nya. Ia pun keluar dari mobil nya.

"Bisa bego juga ya," gumam Alvel, yang langsung menyusuli ayah nya keluar mobil. Heh Alvel! Kualat.

Ayah nya menatap halaman sekolah Alvel yang baru. Ia pun membalikkan badan nya berniat untuk menyuruh Alfa berdiri di samping nya. Agar langsung mendaftarkan diri nya di ruang tata usaha, karena ia siswa baru disini.

"Alvel, ayo-"

"– kamu ngapain berdiri disitu?" tanya ayah Alvel yang tadi sempat terputus, akibat melihat anak nya itu yang duduk jauh di seberang jalan sekolah nya. Ayah Alvel tampak memanggil Alvel dengan tangan nya yang di kibas-kibas kan.

Tepat di sebuah kedai kecil, tempat dimana siswa -siswa, nongkrong ketika sepulang sekolah.

Tampak Alvel menyerngit kan dahi nya. "Panas tau! Kalau skin Alvel jadi black gimana?!" teriak Alvel dari seberang sana. Ia pun kembali berjalan menuju tempat ayah nya. Ayah nya hanya bisa menggeleng-geleng 'kan , kepala nya melihat tingkah laku anak nya tersebut.

Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang