Prolog

95 20 7
                                    

Las Vegas, 12 Mei 2095
Pukul 3.45 a.m waktu Amerika setempat.

Aku merapatkan jaket yang kali ini menghias tubuhku. Dingin, sekiranya hal tersebut mampu mewakili perasaanku yang masih berada di gedung pertemuan ini. Entah apa yang terjadi pada pusat kendali, karena aku diharuskan hadir sepagi ini, dan aku bahkan belum meminum segelas susu hangat sekalipun semenjak kehadiranku. Aku benci diperintah, tapi itu memang takdir yang sudah mengguratku semenjak prototipe itu menyatu dengan otakku.

Seseorang dengan setelan jas mirip orang Eropa itu membungkukkan badan padaku, sekedar hormat untuk basa-basi, atau memang hormat tulus yang memang diberikan kepadaku.

"Pimpinan ingin menemui Anda kali ini, Nona." Dia membuka kaca mata hitamnya, lalu mempersilahkan diriku untuk berjalan di depannya.

Aku mengangguk, mulai menggerakkan kedua kakiku yang sekiranya sudah agak kaku karena kedinginan di tempat ini. Laki-laki tadi kemudian mengekoriku di belakang, diikuti beberapa personil yang mungkin menjadi pengamanan tempat ini. Aku menatap beberapa layar yang sengaja dipasang di sudut  ruangan, dan akhirnya aku melihat orang yang selama ini menjadi "Pimpinanku" itu tengah duduk bersila di lantai.

"Ms. Wesster," sapanya dengan intonasi suara sedang dan bariton khasnya. Aku menegakkan badanku yang langsung menghadap ke arahnya.

"Aku sendiri." Aku membalasnya dengan senyuman sebaik mungkin.

"Bisa saya bawakan jaket Anda, Nona?" Laki-laki yang menggunakan setelan khas orang Eropa tadi menawarkan bantuan padaku.

Aku menggeleng cepat. "Tidak usah, terima kasih. Aku kedinginan tanpa jaket ini."

"Apakau kau kurang nyaman dengan pelayanan yang ada disini, Ms. Wesster?" Pimpinan akhirnya membalikkan badannya, dan kutemui tubuh jangkung dengan tatapan mata sehitam gagak itu.

"Tidak, tapi sebenarnya aku hanya sedikit kedinginan." Aku berusaha jujur, karena aku memang tak pernah bisa berbohong kepadanya. Dia bisa mengetahui detak jantungku karena dia pemilikku, maksudku, pemilikku ketika prototipe itu menyatu dengan diriku.

"Baiklah, Karell." Wajahnya mendadak menjadi serius. "Kau pasti tahu mengapa aku memintamu kesini pagi-pagi sekali."

Aku mengerutkan dahi, sungguh aku memang tidak tahu apa-apa. Aku hanya mendapat surel yang tiba-tiba sudah terpajang di layar televisiku untuk datang ke Las Vegas, padahal aku sedang belajar untuk ulangan besok pagi.

"Alex hilang."

"Apa?!" Mendadak, seluruh rasa dingin yang sedari tadi menjalari tubuhku musnah. "Bagaimana bisa?"

Alex, robot dengan emosi manusia yang sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri hilang. Apakah tidak ada kabar buruk lagi selain kehilangan orang yang disayangi? Pimpinan menatapku sendu, lalu memelukku dalam. Aku balas memeluknya, Alex bukan hanya robot pengontrol segalanya, dia adalah salah satu ciptaan Pimpinan yang sudah di anggap sebagai anggota keluarga dalam keluarga besar Wesster.

"Apa kau punya masalah dengan Alex? Emosinya sangat rentan jika menyangkut dirimu." Pimpinan mengusap lembut puncak kepalaku. Laki-laki berusia dua puluh lima tahun itu sudah kuanggap menjadi kakak kandungku sendiri, menilik dia selalu melindungiku.

Aku terpana, sadar akan sesuatu. "Ya, satu minggu lalu, sebelum aku kembali ke Indonesia, Alex mengungkapkan perasaannya kepadaku."

Pimpinan tampak kaget setelah mendengar alasanku, namun dia cepat menetralisir keadaan yang terjadi di antara kami. "Oh, aku menyesal memberi dia emosi seperti manusia. Aku minta maaf padamu, Karell. Kau jadi menanggung beban yang tidak pantas untukmu."

"Apa yang kakak katakan! Kakak tidak salah, akulah yang menolak Alex karena alasan dia adalah robot ciptaan Kakak yang tidak pantas untuk mencintai seseorang. Aku yang salah!" Air mataku mulai membasahi pipiku, aku sudah tidak peduli lagi dengan bahasa sopan dan hormat kepada Pimpinan. Seisi ruangan mulai menatapku karena tidak memanggil Pimpinan dengan sebutan yang semestinya. Ah, masa bodoh, aku tidak peduli lagi.

Pimpinan mengusap air mataku. "Tidak apa. Kita akan mencari Alex bersama-sama. Aku tahu kau mengetahui sesuatu tentang Alex."

"Ya, dia reinkarnasi modern dari kakak Bima Adhi Wijaya, yaitu Marcus Genta Wijaya yang tewas saat insiden penembakkan pesawat sepuluh tahun lalu, dan Kakak membuat Alex berdasarkan emosinya dan otaknya karena Marcus adalah sahabat sekaligus kakak kelasmu yang banyak mengajarkanmu."

Pimpinan mengangguk. "Dia kunci diriku sukses. Bisa kau cari dia? Aku akan mengerahkan semua personilku untuk membantumu."

"Tidak perlu." Aku menggelengkan kepala. "Yang kubutuhkan sekarang hanyalah transportasi untuk kembali ke Indonesia."

***

Hello, we are back! Maaf kalau masih ada typo ya:)

REBIRTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang