BAB 3

57 10 11
                                    

Weird Boy

KELASKU benar-benar tidak ada yang menarik sama sekali. Apalagi aku harus sekelas dengan laki-laki menyebalkan itu. Dan bahkan duduk tepat dua meja di depannya, membuatku tidak bisa konsentrasi penuh dengan pelajaran yang sedang berlangsung.

Saat tiba di pertengahan pelajaran, aku yang hendak menjawab soal itu mendadak diambil alih oleh Sang Perfeksionis menyebalkan. Bima dengan wajahnya yang selalu datar itu menerobos ucapanku dan membuat dia dihadiahi pujian dari satu kelas. Aku tahu persamaan yang ditulis di papan tulis, dan aku sudah bisa menjawabnya bahkan sebelum Pak Naryo selesai menuliskan soalnya.

"Bima keren, ya." Teman satu bangkuku tampak tersenyum sendiri.

Aku menatap malas. "Nggak juga. Gue lebih hebat dari dia."

"Oh ya? Eh, gue belum memperkenalkan nama gue ke lo. Dari tadi lo diem mulu, sih." Dia akhirnya menatapku. "Gue Andeline Rosana. Panggil aja Eline."

"Baik, Eline. Lo pasti udah tahu siapa gue, kan?"

Eline mengangguk mantap. "Of course. Siapa yang nggak tahu kalau cewek yang jadi gosip saentro sekolah duduk di sebelah gue. Update an di sosmed cepet banget, bahkan ada yang udah punya foto lo. Cewek blasteran keturunan Wesster yang ada di Las Vegas, sekolah di Jakarta? Wow, langsung jadi hits topik."

Aku menatap layar transparan yang dinamai Touchphone itu dengan saksama. Banyak sekali fotoku yang terpampang di sana sejak aku menjejakan kaki ke sekolah ini. Bahkan ada yang menjulukiku 'Princess Wesster' dan banyak pujian yang menurutku terlalu berlebihan.

Kemudian, entah apa yang terjadi, Bima tiba-tiba sudah berada di depanku dan Eline. Wajahnya menatapku lekat-lekat dengan ekspresi yang sulit dibaca. Aku balik menatapnya, hendak bertanya sampai dia mengangkat tangannya agar aku tetap diam. Aku menurutinya, tetap diam sambil terus menatapnya balik.

"Lo udah makan?"

Aku tercengang mendengar pertanyaan yang terlontar dari Bima. Apa-apaan ini, mengapa dia yang tampak egois, menyebalkan, dan perfeksionis itu mendadak menanyakan hal konyol seperti itu? Aku menggelengkan kepala, memang tadi pagi aku hanya sarapan roti tawar selai kacang buatan Wizard yang rasanya kacau sekali.

"Makan dulu, yuk." Bima tersenyum padaku, dan aku hanya bisa mengernyitkan dahi atas ajakannya yang aneh. "Kenapa lihatin terus? Katanya belum makan."

Sejurus kemudian, Bima menarik tanganku agar berdiri. Bisa kulihat ekspresi Eline, dan mungkin satu kelas menatap ke arahku dengan bingung. Bima dengan santai membawaku ke luar kelas. Di sepanjang perjalanan, kami tak berbicara sepatah kata pun. Mungkin, Bima sudah kembali pada sifatnya. Hingga tiba di kantin, Bima benar-benar memesan makanan dan memintaku duduk di sebelahnya.

"Lo udah gila, ya?" tanyaku hati-hati agar tidak membuat sifat menyebalkan Bima kembali menyambar ucapanku.

Bima mengernyitkan dahinya. "Kenapa? Gue emang laper, dan katanya lo belum makan, kan?"

"Udah akur, dong! Waktu senggang begini buat makan kalian berdua." Aku menoleh kepada suara itu yang tak lain adalah Andra. Wajahnya tampak mengejek, tapi aku tahu dia tak se-menyebalkannya dengan Bima.

Garen menyusul di belakang sambil tersenyum miring. "Makan yang banyak, Bim. Biar lo gendutan."

"Kalian ini ada chemistry, ya? Kemana-mana pasti bareng." Aku mengerjapkan mataku, dan ucapanku mendapat gelak tawa dari Bima.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

REBIRTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang