The Unstoppable Sniper - First Victim (Bagian Pertama)

1.4K 16 6
                                    

Musim hujan menunjukkan puncaknya, gemuruh petir sesekali menerangi daratan. Tetesan air hujan begitu deras, menyebabkan bunyi bunyi aneh di atap halte dan atap trotoar. Seorang gadis dengan rambut yang mencapai punggungnya termenung di tengah ketenangan halte bus. Ia sesekali melihat layar hp-nya, seperti menunggu sesuatu yang tidak pasti. Seorang cowok berjalan melaluinya, perhatiannya teralihkan oleh cowok tadi.Menurut perkiraannya, cowok ini lima belas cm lebih tinggi darinya. Meow!Ia terkejut hp yang ia genggam tiba tiba saja berdering. Hampir saja Hp-nya terjatuh.

Apa kamu sudah menunggu lama, Tara?Aku sepertinya akan pulang lebih lama. Ada beberapa hal yang harus aku urus. Kamu bisa pulang duluan.Maafkan Aku,Tar hehe.” Tara menghela nafas, isi e-mail yang ia dapat sedikit mengecewakannya.

“Tak apa. Selamat berjuang!Wakasos:p” Sending. Tanpa menunggu laporan pengiriman e-mailnya,Ia menghela nafas sambil mematikan layar hpnya.Ia memasukkan hpnya kedalam tas selempang miliknya yang ia pangku.Tara teringat cowok yang melewatinya tadi, cowok tadi mempunyai lambang sekolah yang sama dengannya. Tetapi, Tara merasa tak pernah melihatnya disekolah. Tara menengok ke kanan kiri, ia mencoba mencari cowok yang ia lihat tadi.Tetapi Tara malah di buat terkejut oleh apa yang ia lihat barusan, seorang wanita tertidur pulas disebelahnya. Ia terkekeh menyadari bahwa ia baru sadar ada seseorang yang tertidur disampingnya, padahal ia datang lebih lama.

Seorang anak SD datang dari sisi kiri Tara, berlari menuju halte bus dengan tergesa-gesa. Perhatian Tara teralih oleh gadis kecil tersebut. Gadis kecil itu melambaikan tangannya sambil berlari,ia juga terlihat berteriak memanggil nama seseorang, tetapi Tara tak bisa mendengarnya karena derasnya hujan. Tara terlihat bingung, apakah lambaian tangan itu adalah untuknya? Akan terasa aneh jika ia tak membalas , tetapi akan menjadi semakin buruk bila ia tak mebalasnya.Tara memeriksa sekelilingnya. Yang jelas, lambaian tangan gadis kecil itu mengarah ke tempat dimana Tara duduk sekarang. Setelah yakin tak ada orang lain yang merespon lambaian tangan gadis kecil itu, ia memberanikan diri untuk membalas lambaian tersebut, diikuti dengan senyum kecilnya.

“Onii-chan!!” Teriakan gadis kecil itu mulai terdengar jelas.

“(Padahal aku juga nggak tahu siapa anak manis itu…)”Pikir Tara menyadari betapa sempit pemikirannya dan peka dirinya.Menyadari kedua hal terebut. Tara malah mengepal jemari tangan kanannya.

“Yosh, ini adalah kelebihan ku”Begitulah pikirnya. Maksudnya adalah sifat peka yang ia miliki.Tetapi kalau bukan untuknya, lalu siapa? Tara cukup yakin bahwa orang-orang disekelilingnya tak ada yang cocok di panggil seperti itu. Gadis kecil tadi menyapa seseorang di balik tiang penyangga atap.

“(Ia menyapa tiang…?)” Tara memasang wajah miris beserta ragu melihat hal tersebut, bahkan tiang pun mempunyai seseorang adik yang manis yang akan menyapanya di tengah hujan seperti saat ini. Seseorang yang dari tadi bersandar di tiang penyangga itu membalas lambaian tangan gadis tersebut.  Dari sudut pandang dimana tempat Tara duduk, jelas saja ia tak bisa melihat seseorang yang berada di balik tiang penyangga.

                “Apa yang kupikirkan…”Tara menepak dahinya karena pernyataan tidak masuk akal bagi manusia normal yang terlintas dibenaknya barusan. Tara memperhatikan gadis kecil tadi kembali, ia seperti tak punya kegiatan lain selain ini. Tapi karena bus yang ia tunggu tak kunjung datang, jadi ya begitu.Gadis kecil itu berbicara dengan cowok yang melewati Tara tadi. Percakapan mereka tak terdengar begitu jelas dari tempat Tara duduk. Menurut Tara, mereka tak tampak seperti kakak beradik karena wajah keduanya  sama sekali tidak mirip. Tanpa sadar ia malah mencoba menguping percakapan mereka.  Brak! Sebuah tas kecil terjatuh dari tempat duduk yang berada di halte.

                “Hey, Apa yang kamu lakukan gadis muda?” Ucap seorang wanita yang dari tadi tertidur disebelah Tara, ia terbangun karena Tara yang tak sengaja menyenggol bahunya.

Point of ViewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang