Part 3

213 40 1
                                    

"Lo gimana sih? Pantesan aja nilai seni musik lo C," ucap Angkasa saat melihat Airin mencoba memetik gitar.

Kesal, Airin menghempaskan gitar ke atas karpet, "Ya lo yang gimana. Disuruh ngajarin gue yang bener malah nyuruh-nyuruh doang. Ya mana gue tahu kunci C yang mana, kunci A yang mana. Kunci inggris gue tahu."

"Lah lo, masa gue mau benerin jari lo aja, katanya gue pegang-pegang lo. Dih, gue juga ogah banget pegang tangan cewek kaku macem lo," ucap Angkasa tak kalah kesalnya mengingat saat tadi ia memegang tangan Airin untuk membenarkan cara memegang senar, yang malah mendapat pukulan darinya.

"Y-ya salahnya sekolahan cuma nyedian gitar satu doang," ucap Airin membuat Angkasa geleng-geleng kepala.

"Semua aja deh lo salahin. Gue udah bela-belain izin rapat OSIS buat ajarin lo juga."

"Udah cepetan, ini gimana cara genjrengnya," ucap Airin, "Yaudah, pegang jari gue. Tapi awas kalo sampe lo baper sama gue."

"Idihh," ucap Angkasa, "Ogah."

Ia maju mendekat ke hadapan Airin lalu membenarkan jari Airin, "Ini kunci A. Coba digenjreng. Diinget-inget bunyinya gimana."

Airin mencoba memetik gitar berulang kali, mencoba mengingat nada dari kunci ini.

"Saat lo main musik, lo harus masuk di dalamnya." Angkasa mengambil gitar dari tangan Airin, lalu memetiknya perlahan. "Bayangin kalau lo lagi main musik buat orang paling spesial di hidup lo. Dengan itu, musik lo kelihatan hidup."

Angkasa memainkan lagu Jamrud - Pelangi Di Matamu.

"Mungkin butuh kursus, merangkai kata, untuk bicara." Tiba-tiba Angkasa bernyanyi di tengah-tengah petikan gitarnya.

Airin memperhatikan Angkasa. Ini kali pertamanya ia mendengar Angkasa menyanyi dengan suara lembutnya. Bahkan saat penilaian pelajaran seni suara kemarin, Angkasa malah memilih menyanyikan lagu rock yang memekik telinga.

Angkasa diam sejenak namun terus memetik gitarnya. Ia tak membiarkan alunan gitarnya berhenti walau untuk sesaat.

"Jam dinding pun tertawa, karena ku hanya diam, dan membisu." Angkasa tersenyum lalu menutup mata. "Ingin kumaki diriku sendiri, yang tak berkutik di depanmu."

Setelah lirik itu, Angkasa berhenti bermain, membuat Airin mengalihkan perhatiannya dari wajah Angkasa.

"Yahh, ketauan liatin gue nih si ketua MPK," ucap Angkasa, membuat Airin menoleh.

"Gue baru kali ini denger suara lo yang kayak gitu," balas Airin. Ia termasuk orang yang tidak suka ribet, berkata jujur dan to the point.

"Maksud lo?"

"Baru kali ini gue denger lo nyanyi selembut itu," ucap Airin sambil memainkan jarinya di atas karpet.

Angkasa tersenyum tipis. "Selamat, lo orang pertama yang denger suara gue selain keluarga gue."

Airin tersenyum meremehkan. "WOW! Gue cewek ke berapa yang lo bilangin gitu?"

Angkasa berdesis. "Yah, gimanapun juga, cowok selalu salah di mata cewek."

"Udah, gue capek. Mau pulang. Udah selesai 'kan belajarnya?" tanya Airin sambil meraih tasnya.

"Belajar apaan coba? Satu kunci aja lo gak hapal," ucap Angkasa lalu meletakkan gitarnya. "Terserah lo deh, gue sih iya-iya aja."

"Yaudah, gue pulang duluan ya. Bye," ucap Airin lalu keluar dari ruang musik dan memakai sepatunya.

Sementara Angkasa masih di dalam ruang musik, berdiri menuju piano dan duduk di hadapannya. Ia mengelusnya sebentar, lalu jari-jari cantiknya mulai menari di atas tuts piano.

Kali ini ia memainkan Adam Levine - Lost Stars.

Airin masih di depan pintu, sedang memakai sepatunya. Ia melihat Angkasa yang sedang bermain piano sambil bersenandung. Airin membeku sebentar, menatap Angkasa dari celah pintu yang belum tertutup rapat.

"Please don't see just a boy caught up in dreams and fantasies." Angkasa menutup matanya saat mulai bernyanyi.

"Please see me, reaching out for someone I can't see." Setelah baris ini, tiba-tiba Angkasa berhenti bernyanyi dan memainkan tuts pianonya secara acak, terlihat seperti marah.

"Kapan lo bisa lihat gue? Kapan?" monolog Angkasa sambil terus menekan tuts piano dengan acak.

Airin yang melihat itu segera berbalik, lalu segera pergi menuju parkiran. Ia menarik napas panjang sambil menoleh, barangkali Angkasa menangkap basahnya sedang mengintip.

'Siapa yang dimaksud sama Angkasa ya? Setahu gue dia nggak lagi deket sama cewek.'

Setelah berhasil mengatur napasnya, Airin berjalan menuju sepeda pancalnya, lalu mengayuh sekuat tenaga pulang ke rumah.

••

"Airin!" ibu Airin memanggil Airin dari luar kamar, membuat Airin bernapas panjang.

"Apa Ma? Airin mager nihhh," balas Airin tak mengindahkan panggilan ibunya. Ia memilih untuk bermalas-malasan saja sore ini.

"Ada yang cariin kamu, cepet!" teriak ibu Airin lagi.

Airin berdecak lalu dengan langkah gontai, ia membuka pintu kamar dan menunjukkan wajah murungnya. "Siapa sih cariin Airin sore-sore gini? Ganggu ketenangan Airin aja deh, Ma."

"Udah, sana temuin aja," balas ibu Airin sambil mendorong putri sulungnya itu.

Airin melangkah malas menuruni tangga. Yah, ini adalah salah satu alasan Airin malas sekali untuk keluar kamar.

"Angkasa?" kaget Airin begitu melihat Angkasa duduk di sofanya, masih mengenakan seragam sekolah. "Lo ngapain?"

Angkasa menoleh, lalu melambaikan tangannya agar Airin berjalan lebih cepat.

"Ngapain?"

Angkasa meraih gitar di samping sofa, lalu menyerahkannya pada Airin. "Buat lo, gue pinjemin. Ini gitar kesayangan gue. Harus dijaga, jangan sampe rusak."

Airin melongo sambil menerima gitar yang baru saja Angkasa berikan.

"Buat apa? Gue ngg-"

"Buat latian. Kalau nggak bisa, lo cari aja di youtube banyak tutorial. Lo mulai senam jari aja dulu," ucap Angkasa memotong ucapan Airin.

Airin menggaruk rambutnya. "M-makasih."

"Yaudah, gue pulang dulu. Pamitin ke Mama lo ya," ucap Angkasa sambil bsngkit berdiri.

"Itu aja?"

Angkasa menoleh sambil menaikkan alis kirinya.

"Lo datang cuma buat pinjemin gitar lo ke gue?" tanya Airin.

Angkasa mengendikan bahu. "Gue bisa baik kadang-kadang." Lalu terkekeh. "Gue balik dulu."

Airin menatap punggung Angkasa dengan penuh tanda tanya. Bagaimana bisa musuhnya itu berlaku baik padanya?

●●
Hey! Long time no see!

Ketua MPK // SURENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang