PEKA

3.1K 87 2
                                    

Terkadang aku terus berpikir, apakah kita akan pernah merasakan sebuah kebersamaan, atau justru ini semua akan berakhir dengan kata perpisahan. Aku sendiri juga tidak tau, apakah hanya aku yang mengharapkan kebersamaan itu, atau sebenarnya kamu juga?

.

Lagi lagi gadis itu melamun. Pikirannya selalu mengarah pada berbagai macam peristiwa, yang selalu mampu mengobrak ngabrik isi hatinya. Entah antara harus senang, ataupun harus lebih sadar akan dirinya sendiri, namun yang jelas saat ini ia tidak sapat mendeskripsikan perasaannya sendiri.

Terlalu banyak momen yang mungkin sebuah keberuntungan untuknya, yang terekam jelas dalam memorinya. Bayang bayang peristiwa yang membuat orang yang mendengarnya itu meleleh membuat konsentrasinya seolah hanya terpaku pada satu hal, kenangan.

Masih teringat di benaknya pertama kali saat pria yang merupakan kakak kelasnya itu mengajaknya bicara. Sebuah perbincangan singkat yang sukses membuat gadis itu terjatuh pada pesona pria yang berusia dua tahun di atasnya itu.

Tiba tiba otaknya mereka ulang peristiwa dimana saat gadis bernama lengkap Geandra Asella itu baru saja pulang dari sekolahnya dengan mengendarai sendiri motor manualnya. Bukannya tak tau keberadaan seorang pria yang menarik perhatiannya sejak awal itu, namun gadis yang biasa dipanggil Andra itu hanya tidak menyangka jika semua itu akan menjadi sebuah peristiwa pemanis kehidupan remajanya di sekolah.

Saat itu ia telah terlebih dahulu meninggalkan kawasan sekolah yang nampak sepi. Namun siapa sangka jika pria bernama Alexander Demian itu mendadak mensejajarkan motor sport hitamnya dengan motor manual Andra.

"Nggak usah ngebut ngebut, biasa aja" ucap Andra dengan nada 'medhok'nya yang kental itu. Hidup hampir enam belas tahun di pulau jawa membuat gadis itu memiliki aksen yang begitu khas. Berbeda dengan pria yang kerap disapa Demian itu yang memiliki aksen Jakarta yang tak pernah hilang dari setiap pengucapannya meskipun empat tahun sudah ia habiskan waktunya di tanah Jawa.

"Enggak kok" sahutnya sembari menunjukkan speedo meter yang terpampang di bagian tengah stang motor. Andra pun menoleh dan melihat angka dimana jarum speedo meter itu mengarah, namun karena memang dasarnya ia tak terlalu mengerti mengenai dunia motor sport, ia pun kembali melirik speedo meternya sendiri dan terpampang jarum menunjukkan angka empat puluh kilometer per jam itu.

Sepanjang perjalanan pun hanya dihabiskan dengan sebuah perbincangan ringan. Hanya mengenai tempat tinggal mereka yang kebetulan berada di daerah yang sama. Tak jarang keheningan juga mengisi perjalanan dari sekolah mereka menuju rumah masing masing yang memakan waktu hanya sekitar sepuluh menit itu.

Saat jalan yang mereka ambil telah berbeda, Demian membunyikan klakson motornya dan melambaikan tangannya yang membuat Andra menoleh dan ikut melambaikan tangannya. Sejak saat itu, sepanjang jalan dari sekolah menuju rumah Andra tercetak sebuah memori yang pernah ada di antara mereka. Memori yang telah berlalu, namun tak akan pernah hilang dari kenangan.

Ketika sepanjang jalan sekolah menuju rumah terdapat sebuah kenangan, bukan berarti jalan dari rumah menuju sekolah yang biasa Andra lalui tidak tergores sebuah kenangan indah disana.

Bahkan Andra masih mengingat dengan persis senyum Demian yang menjadi penyemangatnya hari itu.

Saat itu Andra lagi lagi menggunakan motor manualnya yang membawanya kemanapun ia pergi. Berbeda dengan Demian yang pagi itu berada dalam goncengan temannya dengan motor manual yang biasa Demian gunakan sebelum pria itu mendapatkan motor sport miliknya sekarang ini.

Andra sedikit terkejut ketika sebuah motor melalui hadapannya saat ia melalui sebuah pertigaan yang mengarah ke arah lain dari rumahnya berada. Bukan karena ia tak fokus dengan jalanan di hadapannya, namun ia terkejut akan siapa sosok yang berada di atas motor lagi.

Jantungnya berpacu semakin cepat saat Demian yang duduk di boncengan itu menoleh dan memberikan senyum pada Andra. Andra sendiri pun memberikan senyuman miliknya sebagai sahutan. Namun sayangnya tak sepanjang jalan ia habiskan dengan motor yang berjejer dengan motor yang ditumpangi oleh Demian. Meskipun hanya seperempat jalan, namun itu semua rasanya telah sukses memberikan sebuah energi untuk sehari penuh aktivitas kala itu.

Semua kenangan itu mendadak terhenti saat seseorang tiba tiba mengajaknya bicara. Satu tahun sejak pertemuannya dengan orang yang kini telah berada di hadapannya itu membuatnya sudah cukup hafal akan siapa sang pemilik suara tanpa perlu melihat lagi siapa orang tersebut.

Ya! Alexander Demian. Bahkan rasanya jantungnya hampir copot, dan dirinya sendiri terheran heran karena tak biasanya Demian mendatanginya seperti ini.

"Baju yang ketinggalan kemarin gimana? Sudah kamu kasihin ke orangnya?" Tanya Demian yang membuat otak Andra kembali mengingat kenangan lain yang tercetak di otaknya. Namun gadis itu sadar jika saat ini bukanlah saat gang tepat untuk kembali melamun dan mengingat ngingat kenangan antara dirinya dengan Demian. Karena nyatanya, saat ini pria itu telah berada persis di hadapannya.

"Kan aku sudah bilang, aku taruh di pos satpam. Nggak kakak sampein ke anaknya?" Sahut Andra yang kala itu tengah terduduk di kursi yang terletak di tepian lapangan basket.

"Oh iya, aku lupa bales chatmu" sahut Demian yang membuat Andra bingung harus menyahutinya bagaimana sehingga sebuah kalimat spontam keluar dari mulutnya"

"Terserah udah, terserah" ucap Andra yang beberapa detik kemudian ia sadari jika dari nadanya berbicara, ia seperti perempuan yang tengah marah ketika pavarnya tak membalas pesannya. Namun kali ini Andr tak mau ambil pusing, toh nyatanya gadis itu memang kesal karena Demian tak membalas pesannya.

Bukannya cemburu atau bagaimana, namun baginya di sini ia hanyalah membantu Demian, dan kenapa jadi Demian yang mengabaikan pesannya?

Tak lama setelah itu, Demian pun melengos pergi dari hadapan Andra dan kembali memainkan bola orange bundar yang pernah membentuk sebuah kepingan memori di otak Andra.

Andra pun kembali bermonolong mengenai peristiwa dua hari lalu saat Demian menitipkan sebuah baju milik anak angkatan Andra yang tertinggal. Awalnya Andra menolak, namun karema paksaan Demian, gadis itu pun menerimanya dan mengiyakan permintaan tolong Demian.

Namun tak lama setelahnya, Amdra kembali berpikir jika sebenarnya ruang kelasnya terletak sangat jauh dari ruang kelas sang pemilik baju tersebut. Bahkan ruang kelas Demian lah yang seharusnya jauh lebih dekat dengan ruang kelas sang pemilik baju.

Setelah terjadi negosisasi antara keduanya, akhirnya Andra mengalah dan menerima solusi Demian agar dirinya meletakkan baju tersebut di pos satpam dekat pagar pintu masuk sekolah berada.

Dan entah Demian menyadatinya atau tidak, peristiwa itu lah yang sukses memporak porandakan pertahanan yang telah Andra buat itu. Sebuah pertahanan yang Andra bentuk karena dirinya merasa jika Demian tidak akan pernah mengetahui perasaan Andra pada pria yang berstatus sebagai kakak kelasnya itu.

PekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang