Sinar pagi hari masuk melalu celah celah tirai didalam kamar seorang pemuda manis yang sedang tertidur dengan pulas. Cahaya matahari yang masuk melalui tirai itu pun membuat sang empunya kamar terusik dan banggun dari tidurnya.
"Eoh.. Pukul berapa sekarang." Mata mungil pemuda itupun mengerjap ngerjap menyesuaikan matanya dengan keadaan sekitar. Tangan kanannya bergerak acak mencari benda persegi panjang canggih itu.
"Astaga. Pukul setengah tujuh pagi, kemana ibu, kenapa tak membangunkanku." Pemuda itupun bergegas turun dari kasurnya dan membuka kasar tirai dikamarnya. Lalu ia mengarahkan tangannya untuk mengambil remot penghangat ruangan dan mematikan penghangat itu.
Pemuda itu langsung bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah selesai mandi ia bergesa menggunakan seragam sekolahnya dengan tergesa gesa. Kedua tangannya disibukka dengan mengancing seragamnya dan kedua matanya yang bergerak acak mencari letak dasi sekolahnya.
Pemuda itupun menyerah mencari dasinya dan langsung berlari keluar kamar dengan berteriak memanggil sang ibu.
"Bu.. Ibuu.."
"Aigoo. Jangan berlari Jiminie nanti kau tersandung dan jatuh dari tangga itu bagaimana" Pemuda yang dipanggi Jimin itu lantas mengembangkan bibirnya membentuk lengkungan yang indah. Membuat semua orang yang melihatnga mau tak mau ikut tersenyum.
"Ibu, dimana ibu meletakkan dasiku? Aku mencarinya tapi tak menemukannya bu. Bisakah ibu mecarikannya untukku? Aku sudah terlambat bu." Jimin pun meminta bantuan kepada sang ibu untuk mencarikan dasinya yang tak dapat ditemukan itu.
"Arraseo. Duduk dan makanlah, ibu akan menyiapkannya untukmu."
"Bu cukup carikan dasiku saja tak perlu menyiapkan bukuku dan yang lainnya." Ibu Jimin pun tersenyum mendengar perkataan sang anak dan mengelus pucuk kepala Jimin dengan lembut.
"Tak apa, lagi pula ini hari pertama masuk sekolah. Ibu juga akan memanggil ayah dulu."
Ayah Jimin pun datang dengan tas dan jas yang bergelantungan di lengan kekar sang ayah.
"Pagi ayah." Sapa Jimin dengan senyum yang sangat cerah membuat ayahnya ikut tersenyum.
"Pagi Jiminie. Apa tidurmu nyenyak?" Sang ayah yang duduk di samping Jimin bertanya dengan halus dan tangannya yang mengelus surai Jimin. Jiminpun mengangguk menanggapi pertanyaan sang ayah.
"Cepat habiskan makananmu. Kita berangkat bersama."
"Baiklah ayah."
Tak lama kemudia ibunda Jimin pun datang membawa dasi ditangan kirinya, sepatu ditangan kananya dan tas Jimin yang berada di pundaknya.
"Sudah sayang? Sini ibu pasangkan dasi." Jimin pun mendekat kearah sang ibu yang tengah duduk di sofa ruang keluarga.
Saat ibu Jimin selesai memasang dasi pada Jimin, ibu Jimin ingin mengambil kaus kaki Jimin untuk dikenakan dan langsung dihentikan oleh Jimin dan menatap Ibunya.
"Tak perlu segitunya bu. Aku bisa menggunakannya sendiri. Ibukan pernah bilang untuk tidak merepotkan orang lain. Lebih baik ibu menghampiri ayah saja, sepertinya ayah cemburu melihat ibu menempel padaku terus." Jimin membisikkan kalimat terakhirnya di telinga sang Ibu membuat ibunya terkekeh dengan ucapan anak nya itu.
"Baiklah Jiminie ayo berangkat."
"Ne ayah. Ibu aku berangkat, hati hati dirumah." Ucap Jimin seraya mengecup pipi kanan dan kiri sang ibu. "Untuk dahi dan bibir, itu hak paten ayah." Gurau Jimin menatap ayahnya dan berjalan lebih dulu meninggalkan sang ayah.
"Aku berangkat Baekkie, hati hati dirumah." Ucap ayahnya seraya mengecup dahi dan bibir sang istri.
"Kau juga hati hati dijalan Chanie."
-TMW-
KAMU SEDANG MEMBACA
That's My Way [KOOKMIN]
FanfictionAku akan membahagiakanmu, bagaimanapun caranya. -Jeon