Masalaluku tak jelas.
Aku bingung harus bagaimana? Aku tak ingat apa-apa.
Sampai akhinya aku diadopsi. Dan memiliki keluarga palsu.--------------------------------------------------------------
Irene:
Pemandangan panti asuhan tak jauh berbeda dari taun sebelum-sebelumnya. Hanya bertambah sedikit. Dulu, di taman itu hanya ada kursi, sekarang ada ayunan. Dan, sudah. Tak ada perubahan lagi. Setiap hari aku selalu bingung dengan kenyataan ini. Kalau aku ada didunia ini. Berarti aku tercipta dari salah satu kaum adam dan hawa, lalu saling mencinta. Tapi, kenapa aku disini? Panti asuhan? Itulah yang selalu aku pikirkan. Seharusnya aku bersama orang yang selalu disebut Ayah dan Ibu. Tapi, kenapa aku ditempat ini? Mana mereka? Ayah? Ibu?
"Irene? Kamu masih sibuk dengan bukumu?" suara itu menetralkan kesadaranku. Oh, Bu Delma. Ya, aku sejak tadi berada dimeja belajar kecil sambil melatih tulisanku. Ya... untuk ukuran anak sepertiku, tulisanku tidak terlalu jelek.
"I-iya bu? Kenapa? Aku sedang mengulanginya saja. Tidak terlalu sibuk," balasku lembut dan menutup buku.
"Ikut ibu yuk nak," ajaknya,
"Kemana? Aku tak ingin kemana-mana, aku hanya ingin belajar dengan buku dan-"
"Mana anaknya bu?" lalu terdengar suara pria dewasa. Suaranya lembut dan terdengar penuh kasih sayang.
"Ohh, mmm... ini tuan," ucap bu Delma sambil menunjuk sopan ke arahku. Lalu, aku melihat wajah pria itu. Sangat tenang. Matanya menatap lembut, namun dibalik itu semua, tersirat rasa balas dendam yang besar.
"Wwaaahh... cantik sekali, siapa namamu sayang?" tanyanya sambil mengajakku berdiri.
"Irene om, Irene Andrea," balasku sopan sambil menunduk. Inilah, tradisi panti asuhan kami. Selalu sopan, menunduk dan tersenyum. Tapi, aku selalu melanggar kalau soal tersenyum. Itu sangat membosankan. Melelahkan.
"Irene? Nama yang cantik seperti pemiliknya," ucapnya lembut
"Hay Irene. Kenalkan, aku Davis Villiers. Maukah kau bergabung denganku? Dirumahku?" ajaknya. Kali ini, dia tersenyum tepat depan wajahku.
"Umurku baru 8 jalan tuan. Dan aku tak ingin kemana-mana untuk saat ini," ucapku santai. Aku tau, kalau aku bersikap seperti ini bu Delma akan marah. Haah! Terserah, aku tak peduli. Lagipula, aku tak suka si pria beraroma aneh ini.
"Rasanya kau perlu pemandangan baru, dirumahku ada sebuah permainan yang pasti kau akan ketagihan," ucapnya lalu meraih tanganku.
Permainan? Sepertinya pria ini...
"Baiklah, aku ikut," tuntasku. Ditambah dengan seringai arti dari pria itu. Aku hanya acuh tak peduli, dia pria aneh pasti ada maunya kalau tersenyum seperti itu.
Lalu aku disuruh membereskan baju dan pergi kearah mobil mewah yang terparkir didepan panti.
"Bu Delma, saya bawa Irene. Saya adopsi dia," itulah pembicaraan yang keluar dari mulut pria itu. Lalu setelah itu tak terdengar karena aku melewat tak peduli dan menunggu depan mobil pria yang nanti akan ku sebut ayah.
Pria itu keluar dengan senyum merekah. Lalu dia berlari kecil dan menyejajarkan posisinya denganku.
"Irene, aku tau kau bukan hanya anak panti asuhan biasa. Ada bakat lain dari dalam dirimu," ucapnya lalu membawa tasku kedalam bagasinya. Bakat? Bakat menjadi batu, iya. Batinku.
"Ayo, masuk!" ajaknya. Akupun masuk kedalam mobil mewah ini. Mobil sport kurasa. Karena dari segi bodynya juga berototot. Ehh..
Pria ini, menatap lurus jalan. Aku lihat, sepertinya aku ke kota.
"Om, kit-"
"Apa? Om? Panggilah diriku ini ayah, papah, daddy, dad. Kenapa om?" Mendengar komentar itu membuatku malas bicara dengannya. Tapi, ada rasa penasaran yang aku ingin tanyakan.
"Dad! Apa aku akan ke London?" tanyaku. Lalu, pria ini melirik kearahku sekejap lalu fokus kembali ke depan.
"Yay! Kau senang?" balasnya antusias.
"Tidak juga," acuhku
"Hemm.. kau ini. Bersikaplah seperti anak-anak seusiamu. Jangan tunjukan bahwa kau ini berbeda dengan mereka," ucapanya kali ini seperti tidak dibuat-buat. Dia seperti mengetahui sikapku. Sedangkan aku? Yang kutahu dari diriku adalah aku malas berteman.
Aku rasa rumah keluarga baruku jauh sekali. Hemm, kantuk mulai menyerang, aku tak tahan. Sampai akhirnya semuanya gelap.
Yaa, akhirnya aku memiliki keluarga. Walaupun itu palsu.