Kurasa ini akan menjadi bagian menarik.
❤❤❤
Author :
Siang ini Davis, ayah angkat Irene. Sedang duduk santai dikantornya. Davis diangkat oleh Direktur Joo menjadi Ketua utama CIA. Dengan berbangga Davis menerimanya, karena ini juga akan menjadi berita bahagia untuk Irene karena Irene ingin ayahnya menjadi Ketua utama.
Davis menatap layar handphone nya yang menunjukan gadis kecil dengan dress birunya. Davis menatap mata biru milik gadis itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Irene kecil? Senyumnya terpampang tipis namun sangat hangat bila terus ditatap. Irene memang gadis introvert. Dia terus berdiam diri dirumah. Pernah waktu dia masih SMA, Irene tidak mempunyai teman karena Irene terus mengunci bibirnya. Namun, siapa sangka otak Irene tidak sebeku sikapnya. Irene menjadi rangking 1 dengan nilai sempurna dari keseluruhan siswa. Dan mendapat nilai tertinggi dari siswa sekolah-sekolah lain. Diumurnya yang masih 19 tahun Irene sudah masuk kuliah, dan beberapa bulan lagi Irene akan wisuda.
"Irene, kenapa kamu selalu menjadi incaran musuh dad? Iya, kamu cantik. Tapi, siapa tahan dengan sikap super bekumu itu," ucap Davis entah pada siapa.
Irene
Hari ini aku berada dikelas. Berkutat dengan berkas-berkas suci yang akan membawaku ke surga. Semampuku aku mengerjakan skripsi dengan ulet. Aku tak ingin ada kesalahan, karena aku ingin selalu benar. Walau aku tau manusia tak luput dari kesalahan, setidaknya jangan berbuat kesalahan. Iya kan?
"Iren, kau mau ke kantin?" ucap seseorang padaku dari belakang meja, itu temanku Maia. Maia dan aku cukup dekat karena tidak ada orang lagi yang ingin bermain denganku.
"Tidak," ucapku dengan pandangan masih pada layar laptop
"Apa kau mau menitip sesuatu?" Tanyanya lagi
"Tidak,"
"Baiklah," putusnya. Aku mendengar dengusan kesal dari Maia. Lalu, Maia pergi ke kantin. Sekarang hanya ada aku dikelas. Skripsiku harus selesai besok lusa, agar nanti aku menjadi mahasiswa pertama yang mengumpulkannya dalam jurusanku.
"Ren?" panggil seseorang dari arah pintu. Ish! Kenapa dia lagi? Aku hanya bergeming tak menganggap. Reaksiku membuat dia mendekat kearahku. Tapi, aku tak peduli.
"Irene! Kenapa kau jadi junior sangat dingin sekali. Aku ini senior jurusan mu lho!" ucapnya, namun aku tetap tak merespon. Jari-jariku masih menari bebas diatas keyboard. Dan mataku, selalu terarah teratur pada buku dan leptop.
"Irene Villiers, bisakah kita berbicara sebentar saja," kini ucapannya merendah. Entah kenapa aku suka dengan cara orang yang menghormatiku tanpa aku minta ataupun membalasnya. Aku menghentikan kegiatanku dan fokus pada parasit waktu ini.
"Baiklah, Mr. Tuan," ucapku,
"Aah, kenapa kau memanggil namaku seformal itu,"
"Katanya kau ini senior, bukankah itu cara perlakuan junior pada senior?" ucapku ketus. Aku yakin dia akan merasa kesal dengan ucapanku. Namun, alam berkata lain. Dia terlihat biasa saja. Dan ini adalah kali kedua dia mengajakku berbincang.
"Baiklah, baiklah... lupakan. Sekarang aku akan memfokuskan pembicaraan ke topik awal," ucapnya lalu ia menarik nafas dan menghembuskanya pelan-pelan. Nafas beraroma mint menerpa wajahku lembut.