Satu minggu telah berlalu semenjak Ryan bekerja sebagai penyihir professional, bersama kedua rekannya, Cicilia, dan Renaldi. Mereka bertiga bekerja di kantor cabang tidak terkenal dengan nomor 115.
Cicilia, seorang perempuan berumur 18 tahun yang baru saja lulus dari Sekolah Sihir Melati, mempunyai aura elegan dari setiap gerak-geriknya. Rambut panjang yang selalu menari-nari ketika terhembus oleh angin sudah cukup untuk menambah pesona perempuan yang mempunyai wajah cantik jelita tersebut.
Renaldi Kevin. Lelaki berumur 21 tahun yang lebih berpengalaman daripada kedua rekannya, selalu menyambut dunia dengan senyuman lebar, sikap optimisnya melebihi siapapun dari yang Ryan kenal. Dibalik badannya yang dapat terbilang kekar ini, terdapat hati yang sangat lembut. Dia selalu menjaga junior-juniornya dengan sepenuh hati.
Meski sangat sedikit, jumlah permintaan yang masuk pada Ruang Buletin cabang kantor 115 bertambah setiap harinya. Awal mereka bekerja, tidak ada permintaan satu pun yang datang. Namun, satu persatu permintaan mulai bermunculan. Dari hal sepele seperti memperbaiki barang, menata halaman, hingga hal yang cukup rumit seperti mencari orang hilang.
Tentu saja, semua permintaan itu dilakukan oleh mereka bertiga tanpa ada keluhan yang keluar dari bibir salah satu anggota dari kantor cabang kecil itu. Umumnya, kantor cabang beranggotakan enam hingga Sembilan orang, dengan satu atau dua instruktur yang menemani mereka. Tetapi kantor cabang 115 tidak memiliki kedua hal itu, mereka beroperasi sendiri dengan hanya digerakkan oleh tiga orang.
Pagi ini, seperti pagi-pagi yang lainnya, merupakan pembuka hari yang menyegarkan. Disambut oleh sinar hangat sang mentari serta semilir angin yang menyejukkan tubuh. Seorang Ryan Febrian sedang berdiri dengan wajah yang masih sangat mengantuk di indekosnya. Sembari menguap, dia mengambil secangkir air putih dan meneguknya.
Suasana di indekos yang ditempati Ryan tidak begitu lega, namun juga tidak sempit. Diisikan dengan sebuah kasur, meja belajar, lemari, serta kamar mandi dalam—latar yang tepat untuk anak seusianya.
Ryan mendongak ke atas, melihat jam yang masih menunjukkan jarum pendek di angka 7. Ingin sekali dia kembali tidur sebelum pergi ke kantor, tetapi rasa lapar menahannya untuk melakukan hal tersebut. Ia meraih dompet berwarna hitam dan merogok isinya, masih cukup untuk membeli beberapa makanan sebelum ia kehabisan uang, walau bukan habis total, ia hanya malas pergi ke ATM untuk mengambil uang karena jaraknya yang cukup jauh apabila ditempuh dengan berjalan kaki.
Memutuskan untuk bersiap-siap lebih awal, Ryan memasuki kamar mandi. Setelah rutinitas pagi harinya terselesaikan; mandi, ia membuka lemari plastik kecil berwarna merah dan mengambil sebuah baju panjang dan celana jeans berwarna biru dongker untuk dikenakan. Tak lupa dia merangkul Noir dan segera beranjak meninggalkan indekos.
***
Temperatur di luar sangat berbeda dengan di dalam ruangan, mungkin karena indekos Ryan memiliki AC, meski baru jam 8 pagi, terik mentari sudah terasa seperti membakar kulit. Sangat panas.
Untungnya, Ryan sempat menyalurkan energi esensi ke baju yang dikenakannya agar tidak terlalu membuatnya kepanasan. Tapi tetap saja, yang namanya sihir pasti tidak ada yang sempurna, dan Ryan pun jauh dari sempurna. Terik mentari tetap dapat membuatnya kepanasan, walau sedikit.
Di dalam tasnya, banyak sekali minuman isotonik. Seorang Ryan Febrian selalu berjaga-jaga agar ia tidak dehidrasi, karena yang biasa dilakukannya adalah berjalan di tengah panasnya terik mentari.
Seraya bersenandung kecil, Ryan menyisir pandang ke bangunan-bangunan yang berbentuk seperti perumahan—desainnya hampir sama satu sama lain.
Di kota yang mempunyai 10 distrik ini, Ryan termasuk salah satu orang yang beruntung karena tempat kerjanya tidak terlalu jauh dari indekos. Indekos Ryan terletak di penghujung distrik 5, sementara kantornya terletak di distrik 1. Hanya perlu berjalan lurus ke arah utars dan kau akan tiba di tempat tujuan tanpa kendala.

KAMU SEDANG MEMBACA
Penyihir 115
FantasyRyan Febrian, seorang lelaki yang baru saja lulus dari sekolah sihir ternama, kini telah menjadi seorang penyihir profesional. Bersama dengan kedua rekannya; Cicilia dan Renaldi Kevin, mereka bekerja di kantor cabang ke-115. Lantas, pekerjaan macam...