Titik Terang

705 64 5
                                    

Flashback

Levi dan Eren adalah pasangan kekasih.




Bisa dibilang seperti itu.

Karena saat Eren menyampaikan perasaannya, sang korporal yang sedang berkutat dengan kertas yang menggunung itu hanya meliriknya sekilas lalu mengatakan "Terserah. " Oh, ayolah. Siapa yang tidak bingung dengan jawaban ambigu seperti itu? Sang Manusia Terkuat itu memang 'menerima' Eren, namun dia tidak bersikap seperti kekasih pada umumnya. Levi hanya membiarkan Eren memanggilnya dengan nama, selebihnya sikapnya sama seperti disaat mereka belum punya hubungan apa-apa. Eren hanya bisa pasrah, berusaha mengerti bahwa hubungan mereka—yang sesama jenis— mungkin tidak akan diterima, tapi hati kecilnya ingin diakui sebagai kekasih dari Levi Ackerman. Siapa yang tidak mau diakui bahwa dia adalah milik orang yang dicintai?

Pintu Levi diketuk lemah. Si raven yang sedang sibuk bergulat dengan dokumen-dokumen yang tak habis-habis itu langsung saja mengizinkan siapapun orang yang diluar itu masuk, terlihat Eren yang sepertinya mengalami mimpi buruk. "Hahh.. Ada apa ini bocah? " Tanyanya ketus, menatap dingin mata Eren yang penuh ketakutan itu. "Biarkan aku bersamamu sebentar saja, kumohon Levi san.. " Levi menatapnya marah, "Apa? Keluar kau. Sekarang. " Eren menatapnya dengan pandangan memohon. "Levi san.. satu malam saja.. " Levi menendangnya keluar pintu, "Pergi keluar, sekarang! " Pintu dibanting di depan wajahnya, si brunette itu segera berlari ke kamarnya sambil menangis, bukan hanya karena mimpi buruknya, tapi karena penolakan dari korporal yang notabene kekasihnya itu.

Eren berlatih dengan tidak fokus, saat ini dia sedang berlatih memotong titan kayu latihan mereka. Semalaman dia tidak tidur karena mimpi buruknya dan penolakan dari sang korporal menghantuinya, membuatnya terjaga sepanjang malam, membuatnya kembali memikirkan tentang pernyataan cintanya waktu itu. Apakah dia salah tangkap apa maksud dari perkataan Manusia Terkuat itu pada saat itu? "Eren!! Fokuslah ke depan!! " Ucap Petra, Eren yang berusaha kembali mendapatkan fokusnya, saat itu juga kepalanya menabrak pohon dan membuatnya pingsan dalam kondisi menggantung. Petra terpekik lalu segera memanggil yang lain membantunya mengobati Eren, Levi hanya menatap keributan itu sebentar lalu menutup tirainya.

Levi sudah berdiri di depan pintu kamar tempat Eren dirawat, dengan ragu dipegangnya kenop pintu namun dilepasnya lagi. Setelah beberapa lama berada didepan pintu, Petra memanggilnya untuk bertemu Komandan. Armin yang datang bersama Erwin langsung berlari menuju kamar Eren dan menunggunya bangun, disaat mereka berpapasan, Levi menatap Armin dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan lalu kembali fokus dengan Erwin.

Setelah beberapa jam, Eren akhirnya membuka matanya, "Eren! Kau tak apa-apa? " Tanya Armin khawatir, "Armin... " Panggilnya dengan suara serak, Armin memberinya minum lalu memeluknya erat. "Aku khawatir sekali! Kau pingsan hampir seharian, apa sudah baikan? " Eren hanya mengangguk, "Apa.. korporal Levi ada kesini tadi? " Tanya Eren, berharap orang yang disukainya itu masih punya secuil rasa peduli pada dirinya. Namun, Armin menaikkan alisnya bingung. "Tidak ada, aku tidak melihatnya masuk dari tadi. " Eren menelan kenyataan pahit itu bulat-bulat, lalu menghela napas berat.

"Kau.. apa firasatku benar? Kalau kau ada sesuatu dengan korporal? " Tanya Armin, Eren membeku, tapi akhirnya mengangguk pelan. Eren menceritakan semuanya, Armin hanya menyimak dan berusaha keras memikirkan sesuatu, sesuatu yang bisa menolong sahabatnya. "Dan aku tak tahu harus apa dengan ini semua, Armin. " Ucapnya mengakhiri ceritanya, menangis terisak di pundak sahabatnya. "Eren, aku tahu ini sulit. Tapi.. "

"Akhiri ini semua. Kau terluka, dan dia tak pernah peduli padamu, atau bahkan korporal tak punya perasaan padamu. Dia hanya melihatmu menarik pada awalnya, lalu bosan dan akan membuangmu kapan saja. Hadapilah kenyataan. "

Eren menatapnya tak percaya, sejak kapan Armin menjadi sangat tak berhati seperti ini? Tidak, dia pasti punya alasan. Tidak mungkin sahabat sejak kecilnya itu mau berbicara seperti itu tanpa alasan yang jelas.

"Aku tak mau kau lebih hancur dari ini. Ini hubungan yang tidak sehat. Maaf kalau aku terdengar kejam. Aku hanya tidak ingin kau seperti ini.." Ucap Armin dengan suara pelan sambil mengusap punggungnya menenangkan.

Eren membeku, tapi Armin benar. Dia tak merasakan perhatian yang seharusnya diberikan oleh seorang kekasih, hubungan mereka hanya sebatas atasan dan bawahan. Korporal dengan prajurit, atau lebih tepatnya anjing dengan pemiliknya. Seperti apa yang dikatakan Levi di persidangan. "Aku akan merahasiakan ini dari semuanya, tapi kumohon.. Akhiri ini semua. " Ucap Armin lalu beranjak pergi. Eren hanya bisa memikirkan ini semua, dia memang menyukai bahkan mencintai korporalnya. Tapi, korporalnya tampak tidak seperti itu, hatinya sulit ditebak. Tapi semua perlakuan kasar dan kata-kata menyakitkan hati itu, membuatnya menyimpulkan bahwa korporalnya sudah kehilangan rasa. Itupun jika Levi pernah menyukainya. Eren menghela napas berat dan akhirnya dengan berat hati menetapkan pilihan hatinya, menuruti perkataan Armin untuk mengakhiri segalanya.

Levi menemui pasukan spesialnya keesokan harinya, "Selamat pagi korporal! " Ucap semuanya serentak, namun hanya Eren yang menyapanya dengan wajah datar tanpa senyuman dan langsung pergi ke dapur. Levi hanya menatapnya bingung sesaat lalu segera duduk di kursinya. "Korporal, anda mau teh? " Tawar Petra, biasanya Eren yang menawarkan teh padanya, tapi Eren yang ada di dapur tampak acuh saja. "Petra san! Tehnya sudah siap!! " Ucap Eren, Petra segera mengambilnya dan memberikannya pada sang korporal. Levi menatap Eren bingung, sambil mengikuti gerakan Eren dengan tatapan tajamnya hingga ia kembali duduk di meja makan.

Eren bahkan tak berniat menatap balik, hanya fokus pada makanannya. "Oi. " Panggil Levi berusaha mendapatkan perhatian Eren, namun karena tidak menyebutkan nama, jadi semuanya menoleh padanya. Anehnya, Eren menatap Levi dengan raut wajah tak biasa. "Hari ini kita akan kembali ke markas. " Eren langsung menyambung sarapannya , tidak seperti yang lain yang bersorak karena bisa bertemu dengan yang lain. Setelah semua selesai makan, Eren mengangkat piring bekas makanan tadi dan mulai mencuci. Bahkan Eren tak berniat menatap Levi sedetik saja. 'Dia mengabaikanku! ' Batin Levi kesal dalam hati, tapi tetap memasang wajah datarnya.

Schmerzen (Ereri/Riren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang