I don't Understand

604 58 15
                                    

Sepanjang perjalanan, Eren menatap punggung tegap kekasihnya-sebentar lagi mantan- itu dengan tatapan pedih. 'Aku tidak mengerti dirimu, Levi san.. Aku sama sekali tidak bisa mengerti sikapmu. ' Batinnya. Sesampainya mereka di markas, Levi dan timnya langsung disambut oleh para prajurit. Mereka diberi waktu beristirahat satu hari, karena jarak dari markas lama menuju markas yang sekarang juga cukup jauh. Sepanjang hari itu, Eren tak berniat untuk berada di dekat timnya, atau lebih tepatnya dekat dengan Levi. Eren memilih berada di dekat Armin dan Mikasa sepanjang hari.

Levi mengepalkan tinjunya, memandang tak senang saat Armin memeluk Eren erat dengan penuh kerinduan. Lalu mereka berbincang sambil sesekali tertawa dengan pundak terangkul. Levi yang tak tahan langsung saja memanggil Eren. Saat itu juga, ekspresi Eren berubah drastis, lengkungan di bibirnya berubah datar. Kehangatan dan cahaya dari dirinya padam seketika itu juga. "Ya, Levi san? " Tanyanya memberi salut, Levi berdecak lalu berbisik. "Temui aku di ruanganku saat sudah jam tidur. " Eren hanya menggumam malas lalu berlari kecil menuju tempat Armin dan Mikasa, tanpa melirik lagi ke arahnya. Membuat Levi bad mood seharian.

Time skip~

Matahari sudah digantikan oleh bulan dan bintang, tanda waktu yang mereka lalui hari ini akan segera berakhir. Setelah makan malam disantap, dan semua orang sudah kembali ke kamarnya masing-masing, pria bermarga Ackerman itu memilih mandi sebentar lalu menunggu Eren datang. Dia menunggu dan menunggu. Tentu kalian juga tahu bahwa pria tampan dengan tinggi di bawah rata-rata ini memiliki sumbu kesabaran yang sama dengan tingginya itu, atau harus kubilang pendeknya itu?

Ketukan pintu akhirnya terdengar, Levi dengan tak sabar membuka pintu dan menarik paksa orang yang di depan pintu tanpa melihat. Memang benar, Erenlah yang baru saja mengetuk pintu. Dia meringis sambil memegang bokongnya yang jatuh begitu saja ke lantai. "Apa maksudmu membuatku menunggu, hah? 1 jam? Apa kau tak bisa melihat waktu, hah! Kau tidak menghargaiku sebagai atasanmu lagi, hah? Bocah Jaeger? " Eren menatap mata Levi yang memandangnya marah dengan tatapan kosongnya. "Aku ingin apapun yang ada diantara kita berakhir. " Ucap Eren dingin, 1 jam yang dilalui Eren dikamar adalah untuk menangis sepuasnya, meratapi hubungan mereka yang sebentar lagi kandas. Karena Eren sudah muak diperlakukan hanya sebagai bawahan saja, dia hanya ingin diberi perhatian. Perhatian yang seharusnya diberikan padanya sebagai kekasih, namun tampaknya dia terlalu berharap banyak.

"Kau, bocah titan menyebalkan. Siapa yang memberimu hak untuk mengakhiri sesuatu? " Ucap Levi menarik baju Eren kasar, Eren malah tertawa miris, "Titan, ya? " Levi tersentak, cengkramannya melonggar. Eren menatapnya dengan wajah kecewanya, memberitahu melalui tatapan mata sakitnya dianggap sebelah mata, sakitnya dianggap berbeda, sakitnya dia saat pria yang dicintainya juga tidak menganggapnya manusia.

"Semua sama saja. Padahal kupikir, Levi san itu berbeda. Kupikir Levi san satu-satunya orang yang bisa mengerti aku. Kupikir, Levi san tidak akan pernah memandangku sebagai monster. Ternyata.. tidak ada yang berbeda sama sekali, tak ada, tak ada satupun orang yang mengerti aku. " Levi terdiam, tak tahu harus berbuat apa. "Kalau anda sudah selesai, saya permisi dulu. " Ucapnya dengan nada penuh kesedihan sambil menepis tangan Levi kasar lalu berlari ke kamarnya. "Monster tak berguna.. Untuk apa kau hidup? Kau hanya menyusahkan orang lain. Mati.. Mati saja.. " Ucapnya kembali menangis, tubuhnya bergetar hebat, tangannya memukuli dirinya sendiri. Sedangkan Levi duduk di tepi tempat tidurnya dan memikirkan tentang kejadian yang baru saja terjadi.

Esoknya, Levi mendatangi kamar Eren lebih awal untuk memberitahu sesuatu. Tapi ternyata Eren sudah bangun dan sudah berpakaian rapi, Eren segera memberi salut. "Pagi, korporal. " Ucapnya dingin, menusuk. "Ada yang anda perlukan dari saya, korporal? " Tanya Eren lagi, Levi tersentak setelah beberapa saat membeku menatap Eren. "Tentang kemarin- " "Ah, untuk apa membahas yang kemarin lagi? Aku sudah bilang semuanya tamat. Terserah korporal saja menganggapnya bagaimana. " Levi tertegun mendengar penekanan pada panggilan yang diberikan oleh Eren padanya. Benar juga, mereka sudah tamat. Berakhir, bubar, putus, habis, selesai. Tidak ada gunanya untuk tetap memanggil nama pada mantan kekasih. Apapun yang ingin Levi katakan kini tertahan di tenggorokannya, masih berusaha menerima kenyataan bahwa mereka benar-benar berakhir.

**

Ekspedisi akan dilaksanakan 2 hari lagi, para prajurit dilatih dengan pelatihan yang lebih keras untuk mengantisipasi apa yang bisa terjadi di medan perang. Levi menatap latihan prajurit, bukan, dia menatap latihan Eren bersama Reiner. Eren kelihatannya akan berhasil mengalahkan Reiner. Namun Levi terus gelisah, dia merasakan firasat buruk, seperti sesuatu akan terjadi. Dan firasat buruknya dimulai setelah hubungan mereka berakhir. Dia ingin, ingin sekali memperingatkan Eren, namun dia tak bisa mengatakan apapun saat mereka hanya berdua. Seperti ada batu yang mengganjal suara untuk keluar di lehernya. "Kontet! Jangan melamun!! Apa kau mendengarkanku dari tadi?? " Ucap Hanji yang sedari tadi berceloteh tentang entah apa lalu memukul punggung sahabatnya itu keras, Levi berdecak kesal. "Diam kau, kacamata sialan. Aku sedang berpikir! "

"Ada apa? Apa ini tentang bocah titan imutku itu? " Tanya Hanji, dia adalah orang yang paling tahu isi hati Levi, dan juga tempat curhatan Levi, terutama setelah dia menjalin hubungan dengan Eren dulu. Akhirnya Levi membicarakan tentang kejadian beberapa minggu lalu, dan firasat buruknya pada gadis berkacamata itu. "APAA?? ER- UMPHH!! " Levi menyumpal mulut Hanji dengan roti diatas meja. "Serius? Dia minta putus? " Tanya Hanji tak percaya, "Jadi menurutmu apa?! " Tanya Levi frustasi, Hanji menatap sahabatnya itu baik-baik. "Kau benar-benar menyukainya, ya? " Levi menatapnya dengan pandangan 'Apa kau benar-benar jadi sinting? ' Tapi akhirnya menjawab, "Untuk apa aku menerimanya kalau memang aku tak menyukainya, bodoh! " Hanji tersenyum tipis.

"Kau yang bodoh. Jawaban ambigu macam apa yang kau berikan padanya itu?! Tentu saja dia jadi bingung harus memperlakukanmu sebagai apa! Lalu, lalu! Sudah kubilang tunjukkan bahwa kau menyayanginya, dan kau dengan bodohnya tidak menurutiku! Lihat apa jadinya! " Ucap Hanji geleng-geleng kepala, Levi mengerang lalu menenggelamkan wajahnya ke meja. "Aku hanya- " "Hanya apa? Kau hanya terlalu pengecut untuk membiarkan semua orang tahu? Atau kau hanya orang bodoh karena menolak orang yang kau sukai? " Potong Hanji, Levi tak jadi membela dirinya dan mengacak rambutnya kesal.

"Saranku, sampaikan apapun yang ingin kau sampaikan sekarang, sebelum semuanya menjadi lebih parah. " Levi terdiam lalu larut dalam pikirannya sendiri.

A/N

Halo!!

Aku gk pernah bikin Author's Note karena aku yakin banyak yang gk akan baca T_T

Jadi, aku cuma mau bilang..

Ada yang mau ngasih usul untuk cerita ini , gk? Aku udah buat jalan ceritanya, tapi kayaknya terlalu buru-buru gitu. Jadi aku minta bantuan kalian supaya usulin apa yang bakalan terjadi sama mereka, tolong banget ya.

Boleh minta votenya gk? Kalau gk.. ya gk apa apa, aku cuma pengen tahu kalian suka atau gk ceritanya.

Arigatou!

Schmerzen (Ereri/Riren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang