Bahkan yang dianggap malaikat pun, masih bisa bikin kesalahan. Setiap manusia itu gak ada yang sempurna tau!
-Athea Diandra Prakusya
Senin, 7 Mei 2018. Seperti biasa, ibu Thifa datang terlambat meski bel udah berdering 45 menit yang lalu. Tanpa perasaan bersalah, ia datang, duduk dengan cantik, dan mulai mengabsen anak muridnya.
"Artha Baghsyafra" nama pertama disebut dan Artha hanya mengankat tangannya. Selanjutnya nama gua, "Athea Diandra"
Lagi-lagi dia gak bawa nama belakang gua.
"Hadir ibu cantik" jawab gua kelepasan. Gua langsung membekap mulut gua sendiri dan ibu Thifa menatap gua dengan sinis.
Dan Cessa menggeser kursinya 10 cm.
"Kenapa juga harus natap sinis disaat ada yang memuji" dan suara di belakang bangku gua malah memperkeruh keadaan. "Aneh" satu kata terakhirnya benar-benar membuat suasana di kelas ini mendadak mencekam.
"Bicara apa kamu, Artha?" ibu Thifa berdiri, ganti menatap Artha.
Seluruh kelas tau Artha sangat tidak suka pelajaran bahasa Indonesia beserta gurunya dari pertama awal masuk kelas 10.
Yang ditanya hanya menatap tajam dan membuat ibu Thifa mendengus kasar. Gua membatin dalam hati semoga ibu Thifa marah dan akhirnya keluar kelas, lantas pelajaran pertama pada hari Senin ditiadakan.
Gua akan sangat berterimakasih pada Artha jika hal luar biasa itu akan terjadi.
Meski kemungkinan itu kecil banget. Dan tidak akan pernah terjadi.
"Silahkan keluar Artha Baghsyafra"
Malah dia yang nyuruh Artha keluar.
"Ngambek dong plis" doa Cessa dengan berbisik. Gua mengamini dalam hati.
"Saya dikeluarkan dari kelas dikarenakan berpendapat. Miris demokrasi. Guru bahasa Indonesia kok gak paham Indonesia"
Lalu Artha keluar dengan sangat tenang. Meninggalkan wajah ibu Thifa yang merah padam karena ucapan sarkasme dari mulut sang ketua OSIS.
"pantes jadi ketos, omongannya nusuk" Cessa berbisik yang disambut anggukan dari gua.
Di sekolah ini, satu-satunya keburukan Artha hanya bertindak tidak baik kepada ibu Thifa, guru bahasa Indonesia (dan satu-satunya manusia yang berani silat lidah sama ibu Thifa). Nilainya gak pernah buruk, malah terbilang sempurna. Kemampuannya dalam ber-retorika sangat T.O.P BE-GE-TE, seakan-akan lidah dan mulutnya itu sepaket diciptain buat merangkai kalimat-kalimat jahat yang berbobot, maka tidak aneh sang pangeran es itu menjabat menjadi ketua OSIS. Ibu Thifa pun bukan termasuk guru yang 'tebang pilih' terhadap siswa. Meski terpancar jelas ada ketidaksukaan yang mendalam terhadap Artha.
Apa karena Artha terlalu hebat?
Hanya Tuhan, Artha, dan ibu Thifa yang tau.
-oᴥo-
"Dia kenapa sih? Selek mulu sama tu guru" cibir Cessa saat pada akhirnya ibu Thifa memilih meninggalkan kelas.
"Ya gua gak tau lah Ces, kan gua bukan cenayang" gua membalas acuh, memilih menghadap kursi belakang yang segera diikuti Cessa.
"Lo berdua, mungkin tau?"
"Kan gua bukan cenanyang Ya, ya gak tau lah" Aldo membalas pertanyaan gua dengan kata-kata yang baru aja gua kasih kepada Cessa. Gua mendelik sebal, siap-siap memukul dia pake penghapus karet. "Loh emang bener gua bukan cenayang bego!"
Cessa nyengir, merasa menang ada yang membela.
Dalam hati gua mempertanyakan kepada Tuhan mengapa teman-teman gua diciptakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
RE-UPLOAD [UNTOUCHABLE]
Roman pour AdolescentsHe's not the only guy in the universe. But he's the only one that matters.