Tania mengerang pelan seraya membuka matanya perlahan. Suara tirai dibuka membuatnya menoleh dan seketika ia mengangkat tangannya untuk menghalau sinar matahari yang menyorot wajahnya.
"Ah, Mama, silau!" Pekiknya pelan.
Lia menggelengkan kepalanya pelan seraya berjalan mendekati ranjang, menarik selimut yang menutupi setengah tubuh Tania, tangannya terulur menarik tangan Tania hingga Tania terduduk.
"Bangun dan cepat mandi, Papa udah nunggu dibawah." Ucap Lia seraya memunguti guling dan boneka yang tergeletak dilantai.
"Emmm.. Tania masih ngantuk, Ma." Rengek Tania yang kembali terlentang seraya menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya.
Lia berdecak pelan seraya duduk disamping ranjang, mengamati tubuh mungil yang dibalut selimut itu sebentar. Tangannya terulur untuk menggelitiki pinggang Tania membuat gadis itu terpekik kaget hingga tawanya terdengar.
"Yak! Hahaha... Ma, geli ih, hahaha.. Mama stop, Tania gakuat, ampuuunnn... hahaha..."
Lia pun menghentikan aksinya. Ia terkekeh melihat Tania yang bernapas tak teratur.
"Mama jahat!" Ucap Tania seraya mengerucutkan bibirnya.
"Makanya, jangan bandel. Buruan mandi, entar ditinggal Papa loh."
"Iya, iya."
Setelah kepergian Lia, Tania mulai beranjak dari ranjangnya menuju kamar mandi. Tak ingin Papanya menunggu lama, Tania mempercepat membersihkan dirinya.
Kini ia berdiri didepan cermin, menatap pantulan dirinya sendiri disana. Memoles tipis wajahnya dengan bedak, tak lupa lip tint pada bibirnya.
"Perfect!" Gumamnya seraya mengedipkan sebelah matanya.
"Tas, sepatu, emmm... apa lagi ya?" Tania mengedarkan pandangan dan terhenti pada benda pipih yang ada di ranjang. "Handphone!" Pekiknya seraya mengambil benda itu lalu berjalan keluar kamar.
Sedikit tergesa-gesa Tania menyambar segelas susu di atas meja lalu diteguknya sampai habis tak tersisa.
"Enggak sarapan?" Tanya Lia yang sudah berdiri disamping putrinya itu.
"Enggak ah, Mah. Udah telat banget."
"Yaudah, nih bekalnya. Jangan lupa dimakan."
"Siiip! Tania berangkat ya, Ma, Assalamualaikum,"
"Wa'alaikumsalam."
Dari teras rumah, Tania mendengar mesin mobil dihidupkan. Dengan sedikit berlari ia mengitari mobil lalu membuka pintu samping kemudi.
"Pagi, Papa." Sapa Tania seraya memasang sabuk pengamannya.
"Pagi, sayang."
Herlan melajukan mobilnya, keluar dari pekarangan rumah membelah jalan raya. Pokus melihat jalanan di depan dengan sesekali melirik Tania yang tengah berselfi ria, membuatnya tersenyum gemas.
"Tania,"
"Iya, Pa?"
"Udah siap ketemu calon suami?"
Tania menatap Herlan sebentar lalu kembali memainkan handphonenya. "Siap gak siap, ya Tania harus siap."
Herlan tersenyum simpul, sebelah tangannya terangkat mengusap puncak kepala putrinya itu sayang. "Maafin Papa, ya Nak, maafin Papa yang udah maksa kamu, hanya saja..."
Herlan tak melanjutkan ucapannya. Ia menghela napas kasar membuat Tania menoleh.
Ada apa? Ingin sekali Tania bertanya, tapi ia tak berani. Yang bisa ia lakukan adalah memeluk sebelah tangan Herlan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGA
Romance"Dijodohin? Sama dia? Yang benar saja.... Bagaimana kalo dia melakukan kekerasan padaku setelah kami menikah. Membentakku, menamparku, memerintahku seenak jidatnya, atau mungkin membunuhku. Oh, tidak!! Jangan sampai itu terjadi!" -Tania Agatha Param...