Chapter One

103 16 2
                                    

Tennesine, 29 Juli.
  
   "Oke," aku berdeham. "Apa yang harus kulakukan?" Tanyaku pada Rachel, kakakku. Dia lebih tua dua tahun dariku.
 
   Dia memutar bola mata birunya. Dia melipat kedua tangannya. "Ruang bawah tanah, tolong. Kau bisa membersihkannya bukan? Tidak ada yang membersihkannya sejak Isaac kuliah di Munich. Aku dan Lucy akan membersihkan loteng." Ujarnya sambil menye-rahkan seember alat bersih-bersih.
  
  Aku meraihnya dari tangannya. "Alright. Aku akan membersihkan-nya. Jangan khawatir."

   "Aku tahu aku bisa mempercayai-mu." Kata Rachel. Dia tersenyum. "Segala sesuatunya lebih sulit sejak Isaac di Munich. Aku tidak percaya ini." Katanya sambil mengikat rambut pirangnya. "Semakin cepat. Semakin baik." Katanya.

   Aku menganggukkan kepalaku. Setuju. "Benar. Semakin cepat juga kita bisa beristirahat."

   "Oke." Dia menepukkan tangan-nya tiga kali. "A.S.A.P!" Ujarnya.

   Dia berjalan ke arah tangga loteng dan aku ke ruang bawah tanah. Aku keluar ke arah taman dan masuk ke tangga basement.

   Aku teringat kata-kata Rachel. Memang segala sesuatunya lebih sulit kalau Isaac tidak ada di rumah. Karena kami yatim piatu. Orang tua kami sudah meninggal karena kecelakaan mobil. Kami berempat menolak untuk dipindahkan ke panti asuhan. Meski dipaksa. Kami tidak akan pernah mau. Sebagai gantinya, aku, Rachel dan Isaac harus bekerja paruh waktu. Kami hidup pas-pasan tapi kami sangat menikmatinya. Jujur, aku sangat bahagia. Adik bungsu kami, Lucy yang masih berusia enam tahun juga kelihatannya bahagia meski tak memiliki orang tua lagi.

   Setiap musim panas biasanya Isaac yang membersihkan ruang bawah tanah. Kami jarang sekali masuk ke sana. Bahkan Lucy yang sudah sejak lahir tinggal di sini tak pernah melihatnya. Dia hanya tahu itu ada. Aku dan Rach juga. Sepuluh tahun yang lalu, terakhir kali kami masuk ke sana. Saat kedua orang tua kami masih ada.

   Orang tua... sebenarnya kami tidak tahu siapa ayah kandung kami. Sejak kecil kami hanya tinggal bersama ayah tiri kami, Dan Knox. Ibu kami, Anne Knox juga tak mau menjawab saat kami bertanya siapa ayah kandung kami. Setiap kami bertanya dia kelihatan kesal sekali.

   Kecelakaan? Bukan. Aku percaya itu hanya akal-akalan polisi. Sebe-narnya orang tua kami hilang sebu-lan yang lalu. Kasusnya ditutup dan hanya dianggap sebagai angin lalu saja.

   Aku menuruni tangga basement. Sangat pengap dan berdebu. Kura-sa aku akan bakalan lama di sini. Aku memegang pegangan tangga. Aku tak ingin jatuh. Di sini benar-benar gelap. Aku telah berada di dasar. Aku meraba dinding bata dan mencari saklar lampunya.

  Lampu kuning redup menyala di tengah ruangan dengan luas hanya dua puluh yard persegi. Dengan banyak perkakas, lemari yang masih kukenali. Bahkan topi proyek Dad masih ada. Aku menghirup suasana lama. Aku ingat bagaima-na Dad mengajariku memalu paku saat aku masih kecil.

   Jujur. Kurasa perlu waktu seabad untuk membersihkan ruangan ini. Ada banyak debu, sarang laba-laba dan kotoran. Sulit membayangkan Isaac membersihkan semua ini.

   Saat Isaac masih tinggal di rumah. Dia menghabiskan banyak waktu di sini. Entah apa yang dia lakukan. Dia hanya membawa laptop dan beberapa bukunya. Dalam sehari mungkin ada dua atau tiga jam bahkan lebih yang dia habiskan di sini.

   "Oke. Darimana dulu aku harus membersihkan semua ini?" Kataku. Aku mulai mengambil sapu dan membersihkan langit-langit dari sarang laba-laba. Aku menutupi hidungku dengan kain basah. Rasanya sesak di sini. Debunya benar-benar pekat dan lengket. Semua laba-laba lari dari sarangnya ada beberapa yang terjatuh lalu kubiarkan. Mereka juga makhluk hidup. Asalkan tak menganggu tak masalah.

  Aku meletakkan sapunya dan merenggangkan tanganku sedikit. Tanganku benar-benar kaku.
 
  Aku menengok ke pojok dan melihat kotak kayu. Aku tak ingat kalau ada di sini. Mungkinkah ini milik Isaac? Mungkin ini projeknya atau hal-hal menarik lainnya?
 
  Aku mendekati kotak itu. Aku meraba permukaan kotak itu yang tertutupi oleh debu pekat. Aku bisa melihat kalau kotak ini sebetulnya sangat cantik.

   Kotak ini tak dikunci.
 
  Aneh
  
   Kenapa?
  
   Aku memutuskan untuk mengam-bil kain basah untuk menutupi wa-jahku karena aku yakin akan ada banyak debu yang keluar dari kotak ini. Aku menutupi sedikit mataku dan membuka kotak itu perlahan.

   Benar saja. Ada banyak debu yang keluar. Aku mengibas-ngibas-kan tanganku untuk menyingkirkan debu. Aku memicingkan mataku dan berusaha melihat di dalam kegelapan. Aku memutuskan untuk memasukkan tanganku ke dalam kotak.

   Apa ini? Kering dan berbulu. Ini aneh. Aku mulai mengambil benda apapun yang kupegang itu dan membawanya ke bawah naungan cahaya agar aku bisa melihatnya.

  Aku membawa benda itu dan...
  
   Aku merinding sekarang.
 
   Benda ini... adalah...

AftermathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang