tiga

1 1 0
                                    

Beberapa saat kemudian Revan menutup telfonnya dan meletakkannya di sembarang tempat, dia melihat sekilas kearah Aqila yang duduk diam dan hanya menatap kosong ke depan. Disanalah menunggingkan senyum yang sangat dibenci Aqila. Ya seperti inilah jika mereka berdua di pertemukan, layaknya musuh yang dipaksa damai. Diam seribu bahasa sampai Revan memulainya duluan.

"kita cancle dinner malam ini" ujar Revan tiba-tiba.

"bagus, jadi kita bisa pulang".

"gue ada acara mendadak".

"so ?"

Revan menepikkan mobilnya dan menghentikannya.

"kenapa berhenti ?".

"gue nggak bisa antar elo pulang".

"ya nggak bisa gitulah".

Tiba-tiba Revan turun dari mobil dan berjalan ke pintu sebelah lalu membukakan pintu agar Aqila keluar. Tapi Aqila bersikeras tidak mau turun, jadilah Revan menarik paksa Aqila dan meninggalkannya di jalanan sepi ini sendirian.

"dasar cowok gila ! Nggak punya otak !" umpat Aqila yang sangat benci dengan Revan.

Tanpa berpikir panjang Aqila langsung membuka sling bag dan mengeluarkan ponselnya, dia menelfon Bella namun tidak ada jawaban jadi terpaksa dia harus menelfon Reno. Namun hasilnya sama saja, mereka berdua tidak bisa dihubungi. Aqila mendengus kesal, terpaksa di harus jalan kaki dengan Heels yang dipakainya. Padahal malam semakin larut, jarak antara rumah dengan tempat ini cukup jauh dan tidak ada kendaraan umum yang lewat.

Setelah cukup jauh Aqila berjalan, dia memilih berhenti sebentar karena kakinya terasa perih. Dia membuka heels nya dan melihat bagian kakinya yang terluka karena terlalu lama berjalan, rasanya perih sekali. Tapi dia tidak putus asa, dia memakai lagi heels nya dan melanjutkan perjalanan yang panjang ini.

"Aa !" jerit Aqila ketika dirinya jatuh karena tersandung, ini semakin memperparah luka di kakinya. Bersamaan dengan itu, sebuah mobil tengaj melaju dengan kecepatan sedang. Mobil itu berhenti dan mundur tepat di samping Aqila, sang pemilik keluar dan menghampiri Aqila.

"mbak nggak papa ?" tanya laki-laki itu.

Saat Aqila melihat laki-laki itu, mereka sama-sama tersentak kaget. Ternyata dia adalah Arven, sungguh hati Aqila sangat lega rasanya.

"Qila ? Elo ngapain disini ?" mendengar pertanyaan itu langsung membuat tangisan Aqila pecah, mau bagaimanapun sejak tadi dia gemetar karena takut apalagi ini sudah malam dan dia selalu terbayang dengal hal-hal negatif yang akan menimpa dirinya. Untung saja Arven datang dan mau menolongnya.

"jangan nangis" ujar Arven yang mulai panik karena Aqila benar-benar menangis dengan sesenggukan. "ayo bangun, gue bantuin".

Saat Aqila akan berdiri dengan bantuan Arven, kakinya terasa sangat sakit bahkan sampai ke tulang-tulang padahal dia sudah berusaha sekuat tenaga.

"nggak bisa" kata Aqila. "kenapa ? Kenapa nggak bisa berdiri ? Jangan-jangan ? Aaa mama !" tangis Aqila semakin menjadi membuat Arven semakin khawatir.

"tenang, gue pastiin elo aman sama gue" ujar Arven seraya menggenggap tangan Aqila untuk meyakinkan sekaligus menenangkannya.

Kemudian dia melepaskan heels Aqila dan dia melihat luka dan beberapa memar yang memenuhi tumit dan pergelangan kaki Aqila. Setelah itu, dia juga melepaskan jaketnya dan dipakaikan pada tubuh Aqila. Lalu dia menggendong Aqila masuk kedalam mobil dan melaju dengan kecepatan tinggi. Tiga puluh menit kemudian mereka sampai di sebuah rumah besar dan Arven kembali menggendong Aqila untuk masuk ke dalam dan menidurkan Aqila di sebuah kamar bergaya klasik.

"Aaa ! Sakit Arven" teriak Aqila yang kesakitan saat Arven mencoba membersihkan kaki Aqila.

Tiba-tiba muncul seorang wanita paruh baya yang sangat cantik menghampiri mereka, tanpa segan-segan dia menyentil telinga Arven hingga mengaduh kesakitan.

"aw, mama kenapa sih ?" gerutu Arven. Saat itulah Aqila tau jika wanita itu adalah mamanya Arven.

"kamu itu nggak bisa lembut sedikit ya ? Sini biar mama aja" ujar Diana lalu mengambil alih pekerjaan Arven yang tertunda.

"nggak usah tante, saya bisa sendiri" tolak Aqila yang merasa tidak enak.

"udah nggak papa, jangan sungkan" ujar Diana dengan lembut.

Lalu Diana langsung membersihkan kaki Aqila, memberinya obat dan diberi plaster supaya cepat sembuh, Diana sangat telaten dan lembut saat mengobati Aqila. Hal itulah yang membuat Aqila merasa tidak ketakutan dengan sosok Diana sebagai ibu dari temannya itu.

"selesai, sekarang kamu istirahat dulu ya".

"terimakasih tante" ujar Aqila dengan tulus membuat Diana tersenyum senang.

Lalu Arven duduk di samping Aqila dan menanyakan apa yang terjadi, tanpa sungkan Aqila langsung menceritakan semuannya kepada Arven. Walaupun baru kenal, namun Aqila yakin jika Arven itu orang yang baik dan berasal dari keluarga yang baik juga.

"kok elo mau sih ?" tanya Arven.

"mau gimana lagi" jawab Aqila dengan pasrah.

"gimana kalau elo diam-diam selingkuh sama gue di belakang selingkuhan elo ?" tawar Arven sambil berkedip.

"heh ? Dasar cowok gila" ujar Aqila sambil memukul Arven karena gemas.

"aduh-aduh romantisnya" ujar Diana yang tiba-tiba datang sambil membawa nampan yang berisi segelas susu dan sepiring nasi goreng.
"jangan lupa di makan biar tenaganya kembali".

"Mm makasih tante ...".

"Tante Diana, nama kamu siapa ?".

"panggil aja Aqila, tante".

"nama yang cantik, kalau gitu tante keluar dulu ya" pamit Diana seraya menyerahkan makanannya pada Arven.

"sini gue suapin".

"nggak usah, gue bisa sendiri".

"yaudah nurut aja".

"malu sama Tante Diana".

"udah nggak papa, mama gue bukan mama yang kuno. Lagian biar romantis gitu".

"Arven !".

Pada akhirnya Arven tetap menyuapi Aqila, mereka terlihat bahagia saat bercanda dan tertawa bersama, diam-diam Diana yang memperhatikan dari kejauhan pun ikut bahagia melihat putra kesayangannya bahagia.

Malam semakin larut, sebenarnya Diana sudah menyarankan Aqila untuk menginap tapi Aqila bersikeras ingin pulang karena mengkhawatirkan mamanya yang dirumah sendiri. Jadilah Arven mengantar Aqila pulang dan memastikan supaya Aqila selamat sampai rumah.

"kenapa jam segini baru pulang ?" tanya Risti pada Aqila yang sudah menaiki anak tangga.

"tanya aja sama Revan".

"terus kaki kamu kenapa ?".

"dia juga yang buat kaki Qila sakit".

"itu kamh pakai jaket siapa ?" pertanyaan itu langsung membuat Aqila teringat jika dia lupa mengembalikan jaket Arven yang dipakaikan untuknya.

"ceritanya panjang ma, Qila capek mau istirahat".

Lalu Aqila masuk kamar, ganti baju, membersihkan wajah dan siap untuk tidur. Namun dia menggantung terlebih dahulu jaket Arven supaya tidak kusut, baru dia tidur dinyamannya kasur kesayangannya.




Jangan lupa vote dan komen ya
Terimakasih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PerfectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang