Naruto jengah sebenarnya. Sangat jengah dengan pria berambut kelam itu. Ia bahkan tidak segan-segan lari jika rambut mencuat itu muncul sedikit saja. Bersembunyi dideretan murid-murid yang hanya menghasilkan kesia-siaan.
Ketenangannya musnah bila ada wajah datar itu terlihat.
Seperti berlari marathon, jantungnya bertalu cepat. Wajah pucat bagai berjumpa sadako.
Dimanapun ia merasa tidak aman. Tempat teraman di dunia ini menurutnya tidak ada.
Ini bukan karena apa-apa. Muridnya yang satu itu sudah gila! Well, dalam konteks yang berbeda. Tapi tetap saja dia gila. Terserah anggap dirinya guru tak berperasaan atau apa. Disini dia hanya ingin hidupnya damai bukan terbebani penderitaan seperti ini. Muridnya itu saja tidak menghormatinya, buat apa repot-repot berlaku sopan?
Saat ini ia berada di kantin. Matanya melirik was-was sekitar terutama pintu masuk kantin. Semacam intel mengawasi buronan yang ingin diringkusnya tapi sayangnya malah dirinya yang terancam.
Suara Toneri-sensei mengalihkannya. "Naruto, aku ingin pergi sebentar."
Mata shapire melotot sekejap. Wajah memelas langsung ditampilkan. "Sensei, jangan kemana-mana, kumohon."
"Aku tau kau selalu merindukanku kalau aku pergi. Tapi, sayangnya pacarku menunggu. Maaf ya, Naruto-sensei." dahi mengerut tak terima. Protesan diurung, yang lebih penting dirinya.
"Ayolah, temani aku sebentar."
"Pacarku bisa marah, dikira aku selingkuh. Kan, aku pria setia no lirik sana-sini." senyum lebar diukir di wajah putih sampai mata tertutup kelopak. "Sudah ya, aku pergi dulu!"
Kaki jenjang berjalan menjauh, kepala biru pucat hilang dari pandangan. Wajah cemberut, bibir merah mencebik kebawah, mengundang tatapan lapar tanpa disadari.
Habis sudah harapannya.
"Sedang memikirkan apa, sensei?" hembusan nafas menerpa leher dan suara bisikan halus membuat bulu kuduk meremang. Tubuhnya berjengit kaget.
Ini yang ditakutkannya. Setan kelam pengambil nyawa polosnya tiba.
"Memikirkan aku memasukimu, hm?"
Sudah dibilang pria ini gila, akut malah. Lihat saja apa yang barusan dikatakannya.
Pria ini kenapa selalu berkeliaran disekitarnya terus sih? Lebih baik mengajar murid dengan nilai jongkok daripada makhluk jenius berpikiran bejat seperti ini.
Benar, ini terjadi karena malam itu!
Tanpa diduga tangan kanan terkepal lalu terdengar suara 'bugh' nyaring. Naruto lari sekencang-kencangnya menjauhi makhluk kelam yang terduduk di lantai dengan hidung yang berdarah. Peduli setan tindakannya dilaporkan, keselamatan jiwa sucinya yang penting.
Manusia raven terkekeh ditempatnya. "Manisnya.."
..
..
Semuanya begitu cepat terjadi. Seluruh gedung sekolah tiba-tiba dikepung orang berseragam hitam dengan tubuh besar-besar. Mereka disandera, itu yang terpikir Naruto langsung.
Ia yang sedang mengajar dilantai tiga gelisah. Begitupun muridnya. Dengan perasaan bergetar ia menenangkan mereka juga dirinya.
Seorang murid melongokkan kepalanya keluar jendela. Matanya membulat seketika. "Sensei! Lihat keluar!" teriaknya.
Naruto menuruti apa yang dikatakannya. Reaksinya tak jauh beda.
Ternyata sekolah mereka tidak disandera.
Dibawah sana, pria besar itu berbasis dengan kertas besar dimasing-masing tangan.
'Suki da yo, Naruto!'
Ada Sasuke berdiri dengan toa ditangannya. "Sensei, kau sudah lihat kan? Kau harus menerimaku! Karena kalau tidak, aku akan memasukimu lagi!" Sasuke berteriak dengan toa.
Terlintas kejadian malam itu. Tubuhnya bergidik cepat.
"Kau harus menerimaku, Sensei! Aku sudah membawa anak buah ayahku. Ah, kalaupun kau menerimaku, aku juga akan memasukimu bahkan lebih sering!"
DIA MEMANG GILA!
End