QhueenZa | 03

476 85 16
                                    

Dengan langkah yang tergesa-gesa, kedua orang tua Qhueen bergegas menuju kamar inap Qhueen yang dikatakan oleh suster jaga di lantai dasar tadi. Wajah mereka menyiratkan kekhawatiran yang mendalam.

Klek!

Pintu kamar terbuka. Betsy yang kebetulan menjaga Qhueen di dalam segera menoleh dan mendapati dua orang paru baya yang ia yakini adalah orang tua Qhueen karena sebelumnya Darren sudah bilang bahwa hari ini mereka akan datang. Kedua orang tua Qhueen berjalan mendekat dan segera mengambil posisi berdiri di sisi kiri dan kanan ranjang putri mereka.

"Pa... Zena Pa," suara Ibu Marsha terdengar begitu pilu, tangannya menggenggam erat salah satu tangan Qhueen yang terbebas dari infus.

"Mama yang sabar, semuanya akan baik-baik saja. Zena pasti akan segera pulih dan sembuh." Sahut Pak Gunawan berusaha menenangkan istrinya.

Betsy yang masih duduk di sofa mini ruangan tersebut segera bangkit lantas berjalan mendekati Ibu Marsha dan Pak Gunawan.

"Mmm... maaf om, tante. Mungkin lebih baik saya tinggal dulu supaya om sama tante bisa punya waktu sama Zena dan saya juga gak ganggu." Tutur Betsy dengan santun.

Kedua orang tua Qhueen menoleh bersamaan dan mendapati Betsy berdiri di belakang mereka dengan senyum canggungnya.

"Oh, maaf kami tidak sempat menyapa kamu soalnya kami sangat mengkhawatirkan keadaan putri kami." Jawab Pak Gunawan.

"Tidak apa-apa om, saya sangat maklum dan mengerti perasaan om dan tante."

"Kalau boleh tahu, kamu ini siapa?" Ibu Marsha bertanya.

"Oh. Perkenalkan--" tangan Betsy terulur lantas menyalami kedua orang tua Qhueen secara bergantian kemudian menyebutkan namanya, "saya Betsy, tunangannya Darren." Betsy kembali tersenyum tapi kali ini terlihat lebih santai.

"Oh, tunangannya Darren." Pak Gunawan mengangguk paham.

"Tante ucapkan banyak terima kasih  karena kamu sudah mau meluangkan waktu untuk menjaga putri kami di sini padahal kamu tidak mengenal Zena sama sekali." Ibu Marsha berucap seraya memeluk Betsy beberapa saat.

"Sama-sama tante. Buat saya, teman Darren berarti teman saya juga." Jawab Betsy.

"Kamu sudah cantik, baik lagi. Darren memang tidak salah pilih." Ibu Marsha tersenyum bangga.

"Tante bisa aja. Tapi, ngomong-ngomong saya harus pamit sekarang karena sejam lagi saya harus segera siaran di studio tempat saya bekerja. Maaf sebelumnya tante, om." Betsy sedikit menyembulkan kepalanya agar bisa menatap wajah Pak Gunawan dibalik punggung Ibu Marsha.

"Oh, iya-iya. Sekali lagi tante sama om mengucapkan banyak terima kasih dan hati-hati di jalan." Pak Gunawan kembali bersuara.

"Sama-sama om, tante. Betsy permisi dulu, selamat siang."

Setelah menyelesaikan kalimatnya yang terakhir, Betsy segera berbalik dan berjalan menuju pintu keluar. Sedangkan kedua orang tua Qhueen kembali mendekat ke sisi ranjang putrinya lantas menatap Qhueen dengan tatapan sedih.

"Bagaimana ini, Pa?" Ibu Marsha kembali menumpahkan kesedihannya melihat putrinya terbaring lemah tak berdaya.

"Udahlah, Ma. Mama harus bersikap tenang, jangan menunjukkan kelemahan seperti sekarang ini. Kalau Zena tiba-tiba terbangun dan melihat Mama kayak gini, Zena pasti ikut sedih." Pak Gunawan menghampiri istrinya lantas mengusap kedua lengannya dengan lembut. "Kita harus bisa tegar demi Zena, demi memberi dia dukungan, kekuatan dan harapan buat kesembuhan putri kita. Kalau Mama aja kayak gini, gimana mungkin Zena bersemangat untuk melawan penyakitnya?" Sambung Pak Gunawan membuat sang istri perlahan meredam tangisnya yang sudah tumpah dari tadi.

QhueenZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang