"Ukh...kepalaku," lirihmu pelan rasanya kau sudah tak punya tenaga lagi untuk melawan.
Yang kau alami kali ini bukan pertengkaran layaknya di film action, melainkan orang yang menculikmu menyerangmu di dalam pikiran dengan membawa jiwamu ke arena buatannya. Kau harus menghindari sinar infra merah yang dikirimnya melalui pemancar agar tidak mengenai sel sel otakmu, tapi kau yang sama sekali tak paham dengan dunia sihir, gagal menghindari atau menahan serangan itu. Dan tentu saja dialah pemenangnya. Kau hanya bisa pasrah dan bersyukur ia menghentikan serangannya meski tawanya mengundang kemarahanmu. Tapi apa dayamu yang sama sekali tak mengerti apa yang harus kau perbuat dengan hal semacam ini. Tiba tiba kau merasakan jiwamu terserap ke dalam lubang yang menyerupai lubang hitam dan..
Kau mulai membuka matamu yang terasa sangat berat karena seseorang menguncang guncang tubuhmu. Hal pertama yang kau lihat ketika membuka mata adalah ruangan tempatmu disekap dikelilingi oleh kaca dan kau tersentak ketika melihat orang yang mengguncang guncang tubuhmu adalah wanita si penculik yang sempat kau lihat di arena tadi. Kau membulatkan matamu dan bertepatan dengan itu ia menyeringai padamu. Kau segera menghempaskan tangannya yang masih berada di pundakmu dan berusaha mencari jalan keluar, sementara si penculik menutup mata, entah apalagi yang akan ia lakukan. Kau mulai menghampiri satu per satu kaca karena kau benar benar yakin pasti ada jalan yang menghubungkan ruangan ini dengan luar. Keyakinanmu mulai bertambah ketika kau melihat secercah cahaya di salah satu cermin yang berada di dekat si penculik. Kau berusaha meraihnya diam diam dan berhasil. Sesaat setelah kau membuka pintu itu dan melewatinya, kau mendengar wanita tadi tertawa terbahak bahak yang terdengar menyeramkan di telingamu seakan ia berhasil menjebakmu....tunggu, ini jebakan dan kau berhasil masuk ke dalam perangkap bodohnya. Kau mencari alat warisan keluargamu yang kemungkinan masih ada di kantong dalam pakaianmu. Hanya satu alat yang tersisa di sana, yaitu peniti kecil berwarna keemasan. Kau mengeluarkannya dan memakaikannya di pakaianmu dan sesaat kemudian semua luka yang ada di tubuhmu pulih. Peniti ini menambah porsi semangatmu yang sempat menurun. Kau melangkah lebih jauh ke dalam dan mencari sesuatu yang dapat kau temukan di tempat itu, karena satu hal yang bisa kau simpulkan dari semua sikapnya padamu adalah wanita itu penipu ulung. Jelas jelas kau melihat ia mendecak kesal setelah kau memasuki ruangan itu tapi bukannya menghadangmu ia justru mempermainkan logikamu untuk keluar dengan sendirinya dengan tertawa terbahak bahak. Kau terus melangkahkan kakimu hingga kau menemukan sebuah pintu dan ketika kau membukanya, kau melihat sesorang yang sangat kau rindukan, seseorang yang sangat berarti dalam hidupmu dan...kenapa dia juga bisa ada di sini ? Belum sempat bertindak lebih jauh, kau yang masih berada di ambang pintu merasa napasmu sesak beberapa saat setelah sebuah tangan yang kauketahui milik wanita tadi mengcengkeram lehermu.
" AVI ! Apa yang kau lakukan padanya ?!" Teriak Jeonghan
"Kenapa ? Bukankah akan lebih baik jika kulenyapkan dia supaya kau tak menganggapku pengacau lagi ?"
"Ugh..tolong lepaskan aku..aku tak bisa bernapas.." pintamu pelan sebelum semua pandanganmu menggelap tapi kali ini kau tak kehilangan kesadaranmu hanya saja seperti ada seseorang yang menutup mata dan telingamu
Tanpa kau sadari ketika hal itu terjadi kau menyebutkan huruf abjad secara runtut di dalam hatimu hingga ketika tiba pada huruf z kau bisa melihat sekitar dengan normal dan menemukan Jeonghan di sana. Saking ketakutannya kau langsung berlari ke arahnya dan memeluknya erat.
"Hai [Y/N], kau baik baik saja ?"
"Tentu saja tidak setelah oppa membentakku, tapi ngomong ngomong bagaimana oppa bisa sampai kemari ? Apa oppa juga diculik oleh wanita itu ?
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Happy Birthday Story [Seventeen Imagine]
FanfictionStory about seventeen member's birthday