Joshua memencet bel rumah minimalis namun futuristik di ujung jalan. Ia sedang santai, tidak memencet bel berkali-kali dan malah mengedarkan pandangan ke lingkungan rumah tempatnya berdiri.
Tidak jauh beda dengan kompleks perumahannya, perumahan ini juga sederhana tapi cukup tenang untuk membangun rumah tangga.
"Oy, Jisoo."
Seorang lelaki tampan dengan wajah blasteran membuka gerbang depan. Piyama yang dikenakannya ia biarkan berantakan dengan kancing atas yang dibiarkan tak terpasang. Mata dengan double eye-lid yang nyaris sempurna itu terlihat lelah.
"Leader-nim. Apa aku mengganggumu?"
Choi Seungcheol masih bergeming. Joshua menelan ludahnya, apa ia salah bicara? Kalau ingat betapa militannya Seungcheol saat masih hidup di dorm, Joshua jadi was-was apa yang akan dikatakan selanjutnya. Padahal biasanya dia yang suka mabal pada Seungcheol.
"Apa kau datang ke sini untuk meminta restu pernikahan dariku?"
Deja vu part 1.
"Eh?" Joshua meringis lalu sweatdrop. "Sialan."
Seungcheol tertawa lalu menepuk-nepuk punggung Joshua sambil mengajaknya masuk ke rumah, "Nami baru pulang dari rumah sakit dan Nayoung harus langsung pergi ke kelulusan Yehana."
Joshua mengangguk mengerti. Seungcheol langsung mengajaknya ke kamar Nami. Bayi sebelas bulan itu sedang menggeliat tenang di atas kasur. Joshua langsung berbaring miring dengan berpangku siku, tangan kanannya mengusap-usap pipi Nami.
"Sehun hyung bilang kalau kamu tidak sempat fitting baju, antarkan saja bajunya. Sana dicoba," titah Joshua.
Seungcheol membuka tas tenteng yang tadi dibawa Joshua. Beberapa macam setelan formal lengkap di dalamnya. Ia langsung membuka piyamanya dan membawa tas ke depan cermin.
"Pertanyaanku tadi tidak salah lho, Ji."
Joshua tanpa menoleh menggumamkan tanda tanya, tangannya masih sibuk dengan pipi Nami.
"Kapan kamu akan datang meminta restuku?"
Tidak ada jawaban. "Aku tahu prinsipmu, Ji. Tapi semuanya sudah lewat kualifikasi. Kamu sudah mapan, kamu sudah matang, kamu sudah mengerti risiko, kamu pun bilang kamu sudah siap. Apa yang kurang? Calonnya?"
Joshua tidak menjawab, ia sedang berpikir. Perkataan Seungcheol ada benarnya. Apa lagi yang ia tunggu? "Iya, calonnya."
"Kamu pikir kita sudah hidup bersama berapa lama Ji, sampai aku tidak bisa mengenali intensimu dalam sekali pandang?"
Deja vu part 2.
"Siapa perempuan yang kamu pikirkan akhir-akhir ini sampai bisa diam sangat lama di depan rumahku tanpa menggeliat seperti cacing kepanasan?"
Satu lemparan sepatu sukses mengenai kepala Seungcheol.
"Kurang ajar! Jauh-jauh dari putriku," meski begitu Seungcheol tetap bergeming mencoba tuxedo biru dongker dengan kerah V.
"Apa pertimbanganmu saat akhirnya memutuskan untuk menikahi Nayoung?"
Seungcheol mengangkat bahu, "Standar saja. Seperti orang lain."
Joshua menatap Seungcheol serius, Seungcheol menyeringai. "Aku memikirkan bagaimana hidupku tanpanya."
Nami menggeliat di tangan Joshua, membuat Joshua merasakan sensasi geli di tangannya. Entah karena Nami atau karena Seungcheol.
Joshua ingin berkata 'Dasar budak cinta,' tapi akal sehatnya membenarkan kalimat Seungcheol. Sayangnya, Joshua berkali-kali memikirkan hal itu, pada semua wanita yang dekat dengannya.
Hasilnya nihil, ia akan hidup seperti biasa. Joshua seratus persen yakin bisa hidup tanpa Nayeon, Jisoo, Sojung, Tzuyu, atau siapa pun wanita yang dikenalnya sekarang. Kalau begitu, buat apa ia menikah?
Joshua menciumi pipi Nami. Mungkin, ada metode lain yang lebih tepat baginya supaya bisa menyusul jejak leader-nya.
2018, June 13th
Kalian pembacaku yang sudah berumur (?) atau yang sudah siap nikah, apa pertimbangan kalian buat memilih pasangan hidup? Bedanya apa sama milih pacar? I would love to hear ur opinion!
Jangan lupa vote, komentar, dan sarannya! Selamat malam mingguan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Half | Joshua × Sowon ✔️
FanficHari itu, Joshua hanya memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi kalau ia hidup bersama Sojung. 2018, June 12th - June 13th ⚠️Bahasa baku Rating: PG-15 Since 14/6/2018 ©kikiyay, 2018