First Impression

192 6 0
                                    

Makan malam pertama dengan tamu yang istimewa, itulah yang mungkin dipikirkan oleh Ayahku, Mereka begitu dekat seolah-olah Gabriel itu adalah anaknya dan Luca yang didepan ini adalah seorang tamunya.

"Gabriel, Mari makan kami sudah menunggu mu disini." Ayah mengodeku dengan matanya untuk mengatakan sesuatu padanya, aku sempat berfikir apakah ayah Mengajariku menjadi seorang Homo kali ini, mengapa aku harus memperhatikan dia, jika dia ingin makan tentu saja dia akan makan. Aku mulai muak dengan semua kepalsuan ini, tapi sepertinya aku memang harus sedikit lebih sabar lagi.

"Gabriel, makanlah ambil saja sesukamu." Aku mengatakan itu dengan senyuman terpalsu yang pernah kulakukan, aku mengunyah makanan dan tidak mengucapkan sepatah kata sedikit pun, sedangkan kedua Pria itu membahas sesuatu yang tidak akan pernah kumengerti, apalagi kalau bukan tentang sebuah pernikahan.

"Gabriel, apakah ayahmu sudah menyiapkan jodoh untukmu. Ujar ayahku sambil menghisap rokok ditangannya kedengaran seperti pertanyaan konyol dan aku berharap ayah tidak akan menayakan hal itu kepadaku, sungguh memalukan.

"Untuk soal itu, Ayah akan membiarkan aku memilih wanita pilihanku." Jawab Gabriel dengan nada rata.

"Kau sudah menemukannya." Balas ayahku, tiba-tiba dia tersedak dan langsung minum aku yang melihatnya ingin rasanya tertawa, tapi aku harus menahan tawaku sepertinya dan terus mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Dia pun meminum sedikit air dan membasuh bibirnya dan langsung menjawab pertanyaan dari ayah.

"Ya, aku sedang berkencan dengan seorang wanita sekarang." dia mengatakan itu dengan sedikit membusungkan dadanya.

"Bagus, berapa umurmu sekarang?" Ujarnya seperti wartawan saja.

"23 Om, jangan ucapkan cepatlah menikah hampir semua orang mengatakan itu kepadaku." Candanya dengan sedikit tertawa dengan lesung pipi yang dimilikinya.

Sontak ayahku tertawa dan tidak menanyakan sebuah pertanyaan lagi kepada Gabriel, aku mulai bosan mendengarkan pembahasan mereka dan beranjak pergi dari meja makan itu, dan berencana untuk membuang bosan keluar.

"Mau kemana". tanya ayah sambil menahan tanganku.

"Keluar, aku merasa bosan disini. Ayah memandangku dengan matanya seolah-olah matanya berbicara, Aku mengerti apa maksudnya tentu saja Ayah menyuruhku untuk mengajak Gabriel ikut denganku. aku langsung menganggukkan kepalaku dan Ayah pun tersenyum setelahnya.

"Gabriel, kau mau ikut?"

"Boleh, aku akan mengambil baju hangat ku dikamar dulu." dia tidak menolaknya sedikitpun, aku berharap dia menolakknya, dia mengambil baju hangatnya kekamar. Sebelum dia datang aku berbicara kepada ayah, jujur aku merasa sangat marah dan jengkel.

"Ayah, apa aku harus seperti ini kau memanjakan dia terlalu berlebihan." Ujarku tanpa melihat sedikitpun wajahnya.

"Setidaknya, aku hanya ingin kau memiliki teman, apa kau tidak merasa sepi harus berjalan sendirian mengurung diri dikamar, kau hidup tapi tampak tak hidup." Mendengar kata-katanya hanya membuatku tambah naik darah.

"Oke, aku mengalah." setelah perdebatan itu selesai Gabriel datang, dengan lancangnya dia mengatakan "Ayo, aku sudah selesai."

"Baiklah, kami pergi dulu." Dengan berat hati aku harus melangkahkan kaki keluar dan berjalan dengan Pria ini. Di perjalanan aku hanya diam tanpa mengucapkan sepatah kata sedikit pun kepadanya, namun dia mengajakku berbicara.

"Mengapa kau hanya diam saja."

Mengapa dia menanyakan hal seperti itu tentu saja karena kehadirannya itu membuatku repot saja.

"Tidak, aku hanya tidak tahu apa yang harus kita bahas." Jawabku sambil terus melangkahkan kaki meninggalkannya."

Namun dia mengatakan hal yang membuat ku terkejut. "Sepertinya ada tuan rumah yang tidak suka dengan kehadiranku." Apa caraku berlebihan, apa sifat palsu ku sudah mulai berkurang sehingga dia bisa mengetahui kalau aku tidak suka dengan kehadirannya.

Before You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang