This Feelings 2

182 4 3
                                    

"Hei, sedang apa kau disini". Itulah yang Gabriel katakan setelah dia datang menghampiriku di atas.

"Memandang Langit."

"Apa gunanya memandangnya."

"Entahlah, mungkin aku merasa mendapat sebuah pelajaran ketika memandangnya."

"Pelajaran apa maksudmu." Tanyanya heran, mungkin dia sedikit penasaran apa maksud dari perkataanku.

"Haruskah aku memberi tahu mu?" Aku mencoba mengukur seberapa besar tingkat penasarannya dengan perkataanku itu.

"Em, mungkin." Serunya dengan mata memandang langit juga.

"Kau lihat langit di atas sana, sewaktu-waktu dia cerah namun sewaktu-sewaktu dia akan bewarna ke abu-abuan, walaupun tingkat perubahannya tidak diketahui begitu pasti, kapan dia akan cerah kembali dan kapan dia bewarna kegelapan lagi, yang jelas dia meninggalkan jejak. Sama seperti kita, semua orang akan dianugerahi sebuah pertemuan dan pada akhirnya dihantui sebuah perpisahan, tidak tahu kapan yang datang akan pergi dan yang pergi akan kembali. Semua orang terlalu menikmati sebuah pertemuan tanpa menyadari perpisahan yang akan datang dan mengiris-ngiris hati setiap orang yang mengalaminya.

Setelah kukatakan semuanya dia hanya menatap ku terdiam, aku tidak mengerti apa yang kurasakan terhadap dirinya. Mungkin sesuatu yang berbeda yang tidak bisa kujelaskan dengan kata-kata. Setelah rasanya tidak ada yang ingin dikatakan lagi aku pun beranjak pergi kekamar namun dia memegang pergelangan tanganku.

"Tunggu."

"Ada apa." Aku tidak pernah merasa gugup seperti ini sebelumnya ketika disentuh seseorang, aku kira dia ingin mengatakan apa yang aku rasakan namun sangat disayangkan dia tidak mengatakan itu.

"Jangan terlalu mengingat kekasihmu itu cobalah mencintai orang lain."

Dengan menarik nafas panjang dan langsung menarik tanganku dari genggamannya aku mengucapkan "Baiklah aku akan mencobanya." Aku pergi kekamar sementara dia berbincang-bincang dengan Ayahku diluar, aku menghabiskan waktu dikamar hingga malam hari, aku hanya mendengarkan beberapa musik-musik Orkestra klasik dan tidak menyentuh buku sedikit pun. Aku hanya sedang mencari sebuah celah mengetahui apa yang kurasakan kepada dirinya, seharian berfikir soal itu yang kudapatkan hanyalah sebuah perasaan yang menciptakan sebuah kekacauan nantinya. Aku menyukainya? Entahlah aku rasa mungkin iya. Setelah melamun seharian tiba-tiba kejadian tadi pagi terlintas di kepalaku, aku mengingat apa yang aku lihat ketika pagi tadi, sebenarnya aku tidak terlalu begitu mengerti tapi itu mempunyai daya tarik tersendiri. Aku gila? sepertinya iya, dibandingkan Marisa dia jauh lebih membuat ku tergila-gila.

Aku membuka celanaku dan tanganku mulai menjalar ke Penisku, dikepala ku dan disetiap bayangan yang terlintas hanya dirinya, dirinya , dirinya lagi dan dirinya lagi. Namun aku terkejut dia datang untungnya dia tidak melihat apa yang sedang aku lakukan.

"Hei, apa yang kau lakukan kau mengurung diri dikamar seharian."

"Tidak ada, aku hanya mendengar musik, ketuklah pintu terlebih dahulu sembelum masuk." Jantung ku berdetak, pandangan ku kacau aku menelan ludah karena begitu gugupnya. Tidak akan terbayangkan olehku jika dia melihatku sedang bermain dengan imanjinasiku dan yang menjadi pemerannya disitu adalah dirinya.

"Semua orang sudah menunggumu di meja makan turunlah."

"Iya turunlah deluan, aku akan menyusul sebentar lagi."

"Tidak, aku akan menunggumu."

"Oh, jadi sekarang kau mulai meniru tingkah laku ku?"

"Tidak juga."

Before You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang