▪ the traitor ▪

17 3 7
                                    

Dairin menyusuri jalanan untuk pulang ke rumah. Di tangannya terdapat selembar kertas berisi persyaratan dan kriteria seleksi. Itu loh, seleksi yang dibicarakan tadi pagi.

Perasaannya senang bercampur khawatir.
Dia senang karena mendapat kesempatan untuk menunjukkan bakat modelling yang selama ini terpendam. Membayangkan dirinya akan berjalan di atas panggung, dengan pakaian dan riasan nan indah sudah membuat mata Dairin berbinar.

Tentu saja yang Dairin khawatirkan adalah orang yang menjadi pasangannya. Di kertas persyaratan tertulis, pasangan yang akan mewakili sekolah diseleksi berdasakan sikap selama satu minggu ke depan.

Adriel hanya menjadi penghalang bagi Dairin. Dia itu berantakan, seragamnya tidak pernah rapi. Mana mungkin sekolah akan memilih mereka berdua, jika Adriel masih bergaya layaknya berandalan.

"pokoknya gue harus ngerubah dia. Demi kebaikan dan masa depan seorang Dairin!" batinnya.

Dairin meneruskan perjalanan. Ia berjalan kaki, karena tidak bisa membawa motor. Sepeda juga nggak punya, walau dirinya kaya.

Jangan tanya kenapa Dairin tidak dijemput Ayah atau Ibu. Ibu meninggal saat melahirkan Dairin, dan Ayah belum pernah pulang semenjak pergi bekerja ke Swiss.

Dairin tinggal bersama Bibi juga kembarannya. Bibi bekerja sebagai designer terkenal, sehingga penghasilan yang didapatkan sangat besar dan bisa memenuhi semua kebutuhan Dairin.

Berdasarkan cerita si Bibi, kembaran Dairin lebih tua 3 menit darinya. Mereka kembar tidak identik yang berarti wajah satu sama lain tidaklah sama. Dairin sering bertengkar dengan Kakak kembar yang tidak lain adalah orang yang tengah memusingkan kepalanya, siapa lagi kalau bukan Adriel.

*LINE!!*
Adriel

Minggir, gue mau lewat.
16.45

Dairin
(Read)
16.45

"Apaan sih nggak jelas banget," batin Dairin.

Tak lama setelah Dairin mendapat pesan, deru suara motor terdengar dari arah belakang.

Splash!

Motor Adriel melaju melewati Dairin dan secara tidak sengaja menginjak genangan air. Dairin terkena cipratan air bercampur tanah di seragam putihnya.
Menyadari hal itu, Adriel yang tadi mengebut sekarang mengurangi kecepatan motornya dan berhenti tidak jauh dari Dairin berdiri.

Dairin berusaha membersihkan kotoran di bajunya dengan tisu. Ia berdecak kesal, seragam itu baru saja dibelinya karena seragam yang lama sudah kekecilan.

Adriel menghampiri Dairin.
"Kan udah gue bilang, minggir. Makanya perkataan orang tuh di dengerin..."

Wajah Dairin memanas. Adriel yang melakukan kesalahan, kenapa dirinya yang di omeli? Memang ya, manusia itu sulit sekali untuk meminta maaf.

"Woi,"
Dairin menaikkan pandangannya hingga bertemu dengan mata Adriel.

"Paan?" jawab Adriel santai. Seakan-akan dia suci, Dairin penuh dosa.

"Seragam putih gue cuma satu, dan ini dipakai buat dua hari. TERUS BESOK GUE MAU PAKAI APA SETAN?!" bentak Dairin dengan nada dingin. Jika bisa, Adriel sudah tewas tercabik-cabik olehnya.

"Cie marah ya..." jawab Adriel lagi.

"LO TUH NGESELIN BANGET TAU NGGAK!!" Dairin yang kehabisan kesabaran, mendorong bahu Adriel dengan tenaganya yang lemah.

Abang✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang