Besoknya, aku bangun agak telat, sangat telat malah. Jam menunjukkan pukul 2 siang. Untungnya, hari ini hari libur yang artinya bebas dari bangun pagi.
Aku beranjak dari ranjangku lalu bercermin (rutinitas setiap hariku). Mataku tidak sembap, syukurlah. Semalaman aku tidak bisa tidur jadi aku mengompres mataku dengan kapas dan air minum di mejaku (sebenarnya aku terlalu malas untuk mengambil es batu di kulkas).
Rencanaku hari ini adalah berkemas berhubung aku baru saja digusur paksa ke kamar atas. Kamar Tara tentu sangat berbeda dengan kamarku. Temboknya pink pastel bersih sedangkan tembok kamarku biru pastel dipenuhi dengan foto-foto aesthetic oppa-oppa koreaku. Sebenarnya papa sudah melarangku menempel poster, bisa merusak tembok katanya. Tapi bayangkan betapa membosankannya kamarku tanpa kehadiran oppa-oppaku di sana.
Setelah cuci muka dan gosok gigi, aku turun ke lantai bawah. Terlihat papa, mama, dan Tara sedang makan siang dengan tenang.
"Siang semuaa!" sapaku dengan riang entah pada siapa, mungkin pada mereka?
Aku mulai bersenandung sambil melakukan sedikit gerakan-gerakan abstrak. Papa dan mama tidak memedulikanku seakan aku ini hantu sedangkan Tara menatapku dengan tatapan lo-adalah-kakak-paling-pencicilan-yang-pernah-ada.
Suasana canggung sangat terasa. Aku mulai menyendok makanan ke mulutku. Aku sangat tidak suka suasana seperti ini.
"Hari ini kita ke mall ya? Asik lho.." sahutku bermaksud mencairkan suasana.
Semuanya hening. Tara lagi-lagi menatapku. Kali ini dengan tatapan mending-lo-diem-aja.
Aku menghela napas pelan lalu menggidikkan bahu. Banyak orang berkata lebih baik dimarahin daripada diantepin kaya gini. Bagiku sih ya.. sama saja. Sudah terlalu terbiasa dianggap hantu.
Makan siang berlangsung dengan membosankan. Mungkin selanjutnya aku akan membawa earphone saat makan.
Aku berjalan santai ke kamarku dan selanjutnya terkaget karena ada Tara di sana. Di. Kamarku. Biasanya orang anti masuk kamarku-kecuali bibi-. Katanya sih kamarku banyak "sampah". Bodo amat.
"Ngapain lo?" ketusku sambil bersandar di bibir pintu.
Tara tidak menjawab, hanya mengedikkan dagunya kearah daun pintu. Tepatnya kearah sebuah gantungan kecil tertuliskan Tara dengan hiasan bunga-bunga.
Aku langsung menepok jidat. Ini kan bukan kamarku lagi. Aku baru ingat, aku kan sudah digusur dan direlokasi ke kamar atas.
Untuk meredam rasa malu (aku masih punya urat malu), aku melangkah masuk diikuti dengan tatapan aneh dari Tara. "Mau mindahin barang-barang," sahutku pada entah siapapun di ruangan itu.
Aku mulai memindahkan segalanya. Mulai dari pakaian, buku-buku, kotak-kotak penyimpanan, foto-foto, poster-poster, dan barang-barang lainnya. "Pindahin yang lo juga, nyempitin," sahutku pada penghuni baru kamar tersayangku ini.
---
Setelah berkemas dan membereskan segala macamnya, kamar tembok pink pastel ini akhirnya masuk ke dalam kriteria "kamar Terra". Tak lupa aku menggantungkan pigura kecil bertuliskan "you-know-who" di depan pintu. Sempurna!
Aku tersenyum bangga pada diriku sendiri. Ternyata hari libur ini aku cukup produktif juga. Senyumku segera memudar setelah mendengar suara mobil. Aku langsung berangsur ke jendela besar di kamar baruku ini. Itu kan mobil papa, papa pergi kemana?
Aku segera keluar dari kamarku dan menengok ke lantai bawah dari lantai atas. Kebetulan Bi Imas lewat, aku langsung memanggilnya. "Papa kemana, Bi? Ini kan hari libur."
KAMU SEDANG MEMBACA
TOSCA
Teen FictionAku Terra -bukan Terrajana-, seorang remaja 17 tahun yang seharusnya mulai dewasa tapi malah labil tingkat internasional. Hobbyku bersenang-senang dan tidur. Aku tidak punya mimpi lain selain lulus SMA tanpa dikeluarkan. Hidupku baik-baik saja hing...