"Sumpah lo?! Demi apa?! Hidup lo drama banget deh, Ra."
Aku mengangguk malas sambil mengocek es lemon tea di hadapanku.
"Siapa tadi namanya? Tosca?"
Aku mengangguk lagi. Perkenalanku dengan Tosca tidak berjalan dengan mulus kemarin. Sangat canggung. Aku seperti bicara dengan orang bisu. Apalagi hari ini aku akan bertemu lagi dengannya. Apa aku harus beradu akting film 'A Quiet Place' dengannya? Apa dia takut jika mengeluarkan suara nanti akan ada monster memakannya?
"Kata lo tadi dia kuliah di ITB?"
Aku mengangguk sambil menambahkan "STEI."
"STEI apaan?" tanya Nindy.
"Mana gue tau, STAN mungkin," jawabku menggedikkan bahu.
"Beda bego. Lo udah kelas 12 masa ga tau?"
"Lah memangnya lo tau?"
Nindy menyengir lebar.
"Lagian ya, Ndy, apa hebatnya masuk ITB STEI itu? Kayanya bokap bangga banget sama si Tosca."
Nindy menggedikkan bahu tanda tak tahu.
Aku menghela napas. Bahkan orang yang baru kukenal sudah merepotkan seperti ini. Guru les sampai lulus SMA? Satu semester diajar oleh orang bisu seperti Tosca? Oh God, it will be a nightmare!
"Tapi ya, Ra, ada lho orang yang diem diawal tapi gila kalau udah deket," celetuk Nindy menatapku serius.
"Macam gue, gitu?"
"Lo mah udah malu-maluin dari awal!" semprot Nindy sambil tertawa sedangkan aku melotot padanya. Ya, faktanya memang begitu sih.
Oke, anggap saja Tosca adalah orang yang diam diawal dan gila diakhir.
"Oh ya, Ra, Tosca tuh tampangnya kaya gimana? Pasti cowok culun gitu kan bukan tipe cowok yang hypebeast?" tanya Nindy penasaran.
Aku diam sejenak untuk mengingat kembali cowok bernama Tosca yang baru kekenal kemarin itu. Culun sih enggak, tapi hypebeast kaya Oscar juga enggak.
"Ngg... Dia... lebih ke cowok yang anak kuliahan gitu," jawabku karena tidak menemukan kata-kata yang pas untuk mendeskripsikannya.
"Elah, Ra, kan dia emang anak kuliahan," Nindy memutar kedua bola matanya.
"Ngg... dia-"
"Oy!"
Aku tersentak karena seseorang menepuk pundakku. Aku langsung menengok ke belakang. Seorang cowok tinggi, keren, dan ganteng pastinya. Siapa lagi kalau bukan Oscar, pacarku.
"Nanti sore jalan yuk," ajaknya padaku dengan senyuman yang membuatnya tambah ganteng.
"Gue enggak bisa.." rujukku memasang ekspresi sedih.
"Lho kenapa?" Oscar kini duduk di hadapanku, menggeser posisi Nindy yang kini menjadi nyamuk dadakan.
"Ada les dadakan nih," balasku malas.
"Sejak kapan kamu les?"
"Sejak kapan juga pake aku-kamu?" Aku tertawa kecil, begitu juga Oscar.
"Bokap sama nyokap nyuruh gue les gara-gara nilai rapot semester satu kemarin. Takut gue ga lulus SMA kali ya."
Oscar mengangguk-angguk mengerti. Untung saja dia tidak membahas lebih lanjut karena aku terlalu malas untuk menceritakan si alien Tosca.
"Ya udah deh, gue cabut ya. Kalau butuh apa-apa, call aja." Oscar tersenyum lalu pergi bersama teman-temannya, meninggalkan aku dan Nindy berdua lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOSCA
Teen FictionAku Terra -bukan Terrajana-, seorang remaja 17 tahun yang seharusnya mulai dewasa tapi malah labil tingkat internasional. Hobbyku bersenang-senang dan tidur. Aku tidak punya mimpi lain selain lulus SMA tanpa dikeluarkan. Hidupku baik-baik saja hing...