Setelah pengumuman tersebut, Pak Fajar meminta Rania dan Elvano untuk mengikutinya menuju ruangan ekskul Drama. Satu hal yang pertama kali Rania lihat adalah banyaknya piagam dan dokumentasi yang terpajang di dinding. Setifikat-sertifikat penghargaan juga tak luput dari penglihatannya. Pak Fajar membiarkan Rania untuk melihat-lihat sementara beliau masuk ke dalam ruangan khususnya.
Rania sampai di sudut ruangan yang memajang foto-foto anggota drama yang merupakan teman seangkatannya. Terlihat seorang anak laki-laki dan perempuan sedang tampil di sebuah panggung yang cukup besar. Mereka berdua berdiri berhadap-hadapan dan saling menatap. Cukup intim bagi Rania melihatnya.
"Itu gue sama Lucy waktu ikut pentas seni dua bulan yang lalu."
Celetukan Elvano membuat Rania terkesiap. Perempuan itu mengangguk-angguk. "Lo berdua ...."
"Lo mau liat dokumentasinya?" ucap laki-laki itu membuat perkataan Rania terdengar menggantung.
"Boleh," imbuhnya, berpikir ia akan banyak belajar dari tawaran itu.
Elvano, yang diikuti oleh Rania pun berjalan menuju sebuah meja tak jauh dari tempatnya berdiri. Membuka laptop dan menyalakannya. "Mau lihat yang mana?"
"Yang tadi aja, yang di foto itu," jawab Rania seraya duduk di sebelah laki-laki itu.
Elvano mengangguk, jari tangannnya bergerak menggulir layar ke atas dan ke bawah mencari file videonya. Kemudian jarinya mengklik dua kali dan terputarlah video tersebut. Video pertunjukan drama tersebut diawali dengan narator yang membacakan beberapa kalimat pembuka. Lalu semua lampu padam.
Tap!
Sebuah cahaya oranye tepat menyinari sesosok laki-laki dengan ekspresi wajah yang sedih, mengenakan kostum seperti seorang pangeran dengan jubah berwarna biru gelap.
Elvano mempercepat video tersebut dengan melangkahi beberapa menit diawal.
"Loh, kok di percepat sih? Kan gue mau lihat," ucap Rania tak terima.
"Scene itu gak ada apa-apanya."
Jidat Rania mengkerut. "Maksudnya?"
Pada menit ke tujuh, video tersebut menampilkan Elvano dan Lucy yang terlihat seperti sedang berdebat. Elvano melangkah mengejar Lucy yang meninggalkan dirinya sambil menangis. Rania tampak kagum dengan adegan tersebut karena Lucy terlihat benar-benar mengeluarkan air mata. Sebuah totalitas.
"Itu nangis beneran ya?"
"Iya. Gimana? Bagus 'kan?"
Rania keki sendiri, memikirkan betapa jauhnya perbedaan antara dirinya dengan Lucy. Apalagi melihat Elvano sekarang tampak sangat serius menyaksikan scene yang masih terputar di layar. Rania perhatikan, mata laki-laki itu tak lepas dari sesosok Lucy disana, tampak cantik menggunakan gaun kembang berwarna pink tua. Lucy seperti putri raja dengan mahkota kecil yang bertengger di atas kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Hujan dan Senja
Novela Juvenil#2 in #heartbeat [5/5/19] Rania yang berusaha lari dari kenyataan dan Elvano yang terlalu berpura-pura tidak menyadari akan realita yang menghampiri dirinya. Rania terjebak di segala sisi. Sementara Elvano membuat semuanya seakan tak ada yang berart...