Namanya Elvan

48 10 13
                                    

Terkadang, rasa rindu akan hadir saat kita mulai merasa kehilangan

~❤~


Sepi. Satu kata itulah yang selalu menyambut kedatanganku di rumah. Bisa dipastikan hari ini mama akan pulang larut malam, seperti biasanya. Ya, mamaku termasuk orang yang workaholic, setelah papaku meninggal akibat kecelakaan dua tahun lalu.

Langkah kakiku terdengar jelas di rumah yang cukup besar ini.
Mungkin itu juga yang mengundang perhatian bi Min, hingga saat ini dia telah berdiri di hadapanku.

"Eh, non Ara sudah pulang?"

Aku hanya tersenyum tipis, tak berniat menjawab pertanyaan retoris bi Min. Bukannya tak sopan, hanya saja aku sudah tau bahwa itu hanya basa-basi saja.

"Bibi udah nyiapin makanan kesukaan non, loh. Ayo non, makan dulu, non pasti lapar kan?" cerocos bi Min, benar-benar perhatian bukan? Beda sekali dengan mama. Bi Min sangat baik dan perhatian padaku, dia bahkan sudah kuanggap sebagai ibuku sendiri.

"Ara belum lapar bi. Nanti aja ya, Ara capek, pengin istirahat," tolakku halus. Sebenarnya aku hanya beralasan saja, aku hanya tak mau makan sendirian, tanpa mama. Jadi kuputuskan bahwa aku akan makan setelah mama pulang saja. Walaupun rasanya tak mungkin.

"Ya, sudah, tapi non janji ya, bibi gak mau non sakit."

Aku tersenyum tipis, "iya."

Aku segera berlalu, menaiki satu persatu anak tangga yang akan membawaku menuju kamar. Kamarku yang berwarna biru cerah, bahkan tak mampu memberikan sedikit keceriaan untukku. Sekarang, aku hanya akan mendengarkan musik melalui earphone dengan volume cukup tinggi, berharap itu bisa membunuh sepi yang kian terasa.

Mataku tertuju pada bingkai foto di atas nakas. Ku ambil foto itu, mengusapnya lembut penuh kasih sayang. Foto itu adalah foto yang diambil saat usiaku 5 tahun, saat dimana aku baru bisa mengendarai sepeda. Di foto itu, aku duduk di atas sepeda berwarna biru, di sampingku, mama dan papa tersenyum bahagia.

Aku merindukan keluarga kecil kami dulu. Aku rindu saat mama memasakkan makanan kesukaanku, saat papa datang dari kantor dengan membawa banyak mainan untukku, saat kami berkumpul di ruang keluarga, menonton kartun favoritku. Aku rindu ... Benar-benar rindu ... Tapi kini semuanya berubah. Setelah papa meninggal, mama lebih senang berkutat dengan pekerjaannya, seperti melupakanku. Dan sebanyak apapun rasa rinduku, aku tak bisa mengulang kembali masa-masa itu. Mungkin, dihadapan orang lain aku terlihat baik-baik saja. Tapi nyatanya, aku hanyalah gadis rapuh yang merindukan keluarga yang utuh.

Aku mendekap foto itu erat. Mencoba merasakan kehadiran dan kasih sayang mereka untukku, yang telah lama hilang.

Kupejamkan perlahan mataku, membiarkan bulir-bulir bening dari mataku mengalir dan mengering dengan sendirinya, berharap dapat membunuh segala luka, kepedihan, dan sepi yang kurasa. Entah berapa lama aku bertahan dalam posisi itu, hingga aku ingat bahwa lelaki yang tadi bersamaku di halte menulis sesuatu di buku harianku.

Segera kuambil buku itu, duduk bersila di atas ranjang. Aku tidak tahu dimana lelaki itu menulis, sehingga kubuka lembar demi lembar buku harianku. Dan ya, ketemu, ternyata lelaki itu menulis di halaman terkahir.

Hei Ara...
Lo tau siapa gue?
Eh, belum tau ya?
Iyalah, kan belum gue kasih tau
Gue si tampan yang bareng sama lo di halte, masa lo lupa sih
Lo nanya nama gue kan tadi?
Yaudah, gue kasih tau ya
Nama gue Elvan.
Elvan Lazuardi lengkapnya (kalo lo mau tau sih, tapi lo harus, wajib, kudu tau)
Sekarang udah tau kan?
Catat baik-baik di otak lo ya
Biar nanti kalo kita ketemu, lo masih inget sama gue.

IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang