Lima

45 8 19
                                    

6 bulan kemudian

Ovian

Aku tak pernah tahu mana yang lebih menyakitkan dari pernyataan cinta yang terlambat atau rindu yang tak tersampaikan. Sialnya, aku merasakan dua hal itu bersamaan.

Di hari terakhir aku dan Kai bertemu, tak ada yang ingin kulakukan selain mengunci diri di kamar dan tak ingin bertemu dengan sesiapa. Termasuk tak menerima Kai ketika cowok itu berkunjung untuk menemuiku.

Ia datang tujuh kali sebelum akhirnya tak pernah datang sama sekali. Meski berusaha sekuat tenaga untuk tak ingin peduli, aku tetap kecewa ketika Gee memberitahuku bahwa cowok itu sudah berangkat ke Jepang.

Aku bisa apa? Kemarahanku sudah memuncak atas sikap pengecutnya itu. Jika ia berkata lebih awal. Jika saja demikian. Mungkin kami tidak akan sampai berhenti berteman seperti ini.

“Lo nggak akan bisa lupain dia, Vian!”

Aku menatap garang pada sahabatku, Gee. Yang ditatap malah balas menatapku dengan tatapan malas.

Gee adalah tim suksesku untuk misi melupakan Kai. Dialah yang mencanangkan program-program seperti perjalanan ke luar kota, berburu buku murah, main di time zone sampai kelapa pusing, makan camilan sambil maraton film random sampai subuh, dan segala upaya lainnya. Termasuk memperkenalkanku dengan cowok baru di kampus kami.

Lalu setelah usaha susah payah itu, Gee malah meruntuhkan dinding beton yang sudah kususun sedemikian rupa?

“Lagipula apa salahnya sih lo maafin dia?”

“Dia pengecut, Gee!”

“Vian…” dia memanggil namaku begitu panjang sambil berbaring di sampingku. “Lo juga pengecut, sayang!”

“Kok gue, sih?” jelas saja aku tak terima.

“Sekarang gini aja. Setelah pengakuan itu, seberapa keras usaha Kai buat baikan lagi sama lo?”

Selain 7 hari kunjungan tak kuterima, Kai selalu rutin mengirimiku pesan-pesan singkat di WA atau surel-surel tentang kegiatannya di kampus, disertai dengan permintaan maaf di akhir kalimat.

“Nah, sampai sekarang juga dia masih usaha, kan?”

Aku melengos. Kenapa ucapan Gee tiba-tiba terdengar benar?

“Kalau aja dulu lo nggak pengecut dan berani untuk memaafkan Kai, mungkin sekarang kalian nggak akan kayak gini.”

Aku diam saja. Aku juga egois?

“Gue nggak mau menggurui lo. Tapi ini yang akan gue katakan sebagai sahabat lo.” Gee lalu bicara lebih pelan tapi serius. “Kai sayang sama lo dari dulu sampai sekarang.”

***

Kalian pernah tidak merasakan tubuh kalian bekerja tanpa kontrol?

Jika pernah, kalian tentu saja akan tahu kebingungan yang kurasakan sekarang. Pagi tadi kelasku sudah usai dan aku bisa pulang ke rumah untuk istirahat. Tapi kata-kata Gee semalam begitu memengaruhi pikiranku, sampai aku tak sadar tengah melaju menuju sekolah lamaku. Aku baru sadar ketika sudah berada di depan perpustakaan.

Aku tak mengerti apa yang sedang kupikirkan. Aku baru saja hendak pergi lagi ketika penjaga perpustakaan yang sudah akrab denganku menyapa. Ia menarikku masuk ke perpustakaan dan kami mengobrol sebentar.

Itu. Hingga pada akhirnya kami berpisah karena dia harus kembali bekerja, dan aku tertarik untuk menuju pojok rahasia.

Tempat itu masih sama seperti terakhir kali aku meninggalkannya. Hanya saja, buku-buku sejarah itu sudah semakin berdebu. Kali ini aku membiarkan hatiku yang menuntun. Aku mendapati diriku duduk di sana. Membiarkan kenangan-kenangan tentang Kai dan pojok rahasia ini menyerbuku.

Benarkah aku juga pengecut?
Apa yang terjadi jika aku memaafkan Kai?
Apa pria itu akan kembali?
Apa kami akan baik-baik saja?
Apa aku akan…

“Vi!”

Aku terkejut ketika seseorang memanggil namaku. Lebih terkejut lagi ketika mendapati bahwa orang yang memanggilku adalah…

“Kai?”

Cowok itu lebih tinggi dari yang terakhir kulihat. Badannya lebih berisi. Rambutnya diikat ke belakang karena sudah panjang melewati telinga. Dia banyak berubah. Tapi mata cokelatnya masih sama.

Kai berjongkok di depanku yang masih terpana. Ia tersenyum dengan senyum yang sama seperti dulu.

Dia masih Kai yang dulu.

“Gue menemukan lo.”

Detik selanjutnya Kai meraihku. Dan pada detik yang sama, aku tahu. Aku sudah memaafkannya.

TAMAT

Sketch & StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang